Kemlu: BDF Jadi Forum Utama Diskusi Demokrasi

:


Oleh Eko Budiono, Rabu, 21 Oktober 2020 | 15:32 WIB - Redaktur: Untung S - 579


Jakarta, InfoPublik - Memasuki dekade kedua, Bali Democracy Forum (BDF) telah menjadi premier forum atau forum utama diskusi mengenai demokrasi di dunia.

BDF berkembang menjadi semakin holistik dengan melibatkan elemen masyarakat madani dan media.

Sebagai bagian integral dari Pertemuan Road to Bali Democracy Forum 2020, telah diselenggarakan Bali Civil Society and Media Forum (BCSMF) pada 19-21 Oktober 2020. 

Menurut Kementerian Luar Negeri (Kemlu) melalui keterangannya, pada Rabu (21/10/2020), BCSMF dilaksanakan atas kerja sama Kemlu dengan Institute for Peace and Democracy (IPD) dan didukung oleh Dewan Pers Indonesia, International IDEA, Friedrich Ebert Stiftung (FES), Westminster Foundation for Democracy (WFD), Asia Democracy Network (ADN) dan Asia Democracy Research Network (ADRN).

Forum yang diselenggarakan secara hybrid ini dihadiri oleh 300 peserta yang terdiri dari pakar, akademisi, pelaku media, dan aktivis organisasi masyarakat sipil nasional dan internasional dari 18 negara antara lain: Australia, Bahrain, Kamboja, Jerman, India, Indonesia, Japan, Malaysia, Myanmar. BCSMF 2020 dibuka oleh Plt. Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemlu, Teuku Faizasyah, dan Prof. Dr. Muhammad Nuh, Ketua Dewan Pers Indonesia dan mantan Mendiknas RI.

BCSMF mengambil tema “Civil Resilience: Activisms during the Pandemic Covid-19", yang memberi wadah diskusi mengenai beberapa perkembangan demokrasi di wilayah Asia Pasifik, terutama di tengah munculnya berbagai masalah sebagai dampak pandemi COVID 19.

Di berbagai belahan dunia, termasuk negara-negara yang secara tradisional demokratis, kita menyaksikan bahwa pilar, prinsip, dan nilai demokrasi sedang menghadapi tantangan.

Di saat krisis, dunia membutuhkan transparansi, partisipasi masyarakat sipil, kebebasan berbicara atau kebebasan pers, inklusivitas, dan kerja sama yang erat antara pemerintah dan rakyatnya. 

Hal ini diperlukan untuk memperkuat kohesi yang memungkinkan pemerintah untuk melakukan langkah-langkah yang akuntabel dan menyediakan ruang publik untuk mendukung upaya tersebut.

Diskusi di dalam forum ini melihat bahwa tindakan yang diambil pemerintah di berbagai negara selama pandemi Covid-19 merupakan upaya mengendalikan wabah dan mengurangi dampaknya. Diskusi di panel melihat bahwa pendekatan dalam penanggulangan pandemi harus didasarkan pada transparansi, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan dilaksanakan sesuai dengan norma demokrasi.

Panel menggarisbawahi pentingnya menjaga kebebasan berekspresi, termasuk bagi Negara untuk menyediakan lingkungan yang memungkinkan bagi masyarakat sipil dan aktivis. Panel mencatat bahwa pada masa pandemi, krisis informasi merupakan tantangan signifikan selain krisis kesehatan.

Disinformasi dan berita palsu seputar pandemi yang menyebar dengan cepat, terutama melalui media sosial, dapat menimbulkan kebingungan dan ketidakpercayaan kepada pihak berwenang. Dengan demikian, penyediaan sumber informasi yang andal dan komunikasi publik yang kuat dari pemerintah menjadi kuncinya. Peran media semakin penting dalam memberikan informasi aktual dan terpercaya kepada publik.

Forum ini juga membahas mengenai pelaksanaan Pemilu di saat pandemi. Untuk menyelenggarakan pemilu yang aman dan bermakna, pemerintah harus memastikan bahwa kontestan mematuhi protokol dan peraturan kesehatan.

Media juga dapat berperan dalam menciptakan pemilu yang kondusif di masa pandemi.

Di saat krisis Covid-19, masyarakat sipil dan media menghadapi tantangan di mana mereka perlu beradaptasi guna dapat memainkan peran dalam proses check and balance.

Untuk memperkuat ketahanan dan keberlanjutan, organisasi masyarakat sipil harus memastikan pembinaan generasi baru aktivis sehingga signifikansinya dalam wacana publik tidak akan berkurang. (Foto: Kemlu)