Kemlu Bantu Penuhi Hak ABK Korban Kapal China

:


Oleh Eko Budiono, Sabtu, 29 Agustus 2020 | 19:29 WIB - Redaktur: Untung S - 318


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) memastikan pemenuhan hak dua anak buah kapal (ABK), korban pelarungan kapal China, telah terpenuhi.

Dua jasad ABK itu dilarung ke laut oleh kapten kapal penangkap ikan berbendera China, Long Xing 629, pada Desember 2019 dan Maret 2020.

Keluarga kedua ABK, yang bernama Sepri (24 tahun) dan Ari (24) menerima pemenuhan hak dari penyalur tenaga kerja PT Karunia Bahari Samudera (KBS) berupa gaji, deposit, santunan, dan asuransi.

“Hak-hak tersebut dipenuhi oleh PT KBS dalam dua pertemuan, masing-masing tanggal 13 Mei dan 27 Agustus 2020 di kantor Kemlu” kata  Kemlu melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (29/8/2020).

Seluruh hak, menurut Kemlu, telah diserahkan kepada ahli waris sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan.

“Pemenuhan hak ini terlaksana berkat kerja sama Kemlu, dan kementerian/lembaga terkait serta Serikat Pekerja Perikanan Indonesia,” kata Kemenlu.

Kasus pelarungan ABK ke laut dari kapal Long Xing 629 mendapat perhatian publik setelah saluran televisi di Korea Selatan, MBC, pada 5 Mei 2020 memberitakan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap sejumlah anak buah kapal.

MBC melaporkan banyak ABK Indonesia tidak diperlakukan layak, tidak mendapatkan perawatan memadai saat sakit.

ABK Sepri merupakan korban pertama yang jasadnya dilarung ke laut pada 22 Desember 2019, sementara jasad Ari dilarung ke laut dari kapal Tian Yu 8 pada Maret 2020. Tidak hanya Sepri dan Ari, ABK Muhammad Alfatah juga meninggal dunia karena sakit dan jasadnya dilarung ke laut dari kapal ikan China, Long Xing 802.

Terakhir, ABK Effendi Pasaribu (21) yang juga bekerja di kapal ikan China, meninggal dunia di rumah sakit Kota Busan, Korea Selatan, pada April 2020.

Pemerintah Indonesia telah memulangkan 14 warganya yang bekerja di kapal Long Xing 629 pada Mei 2020. Beberapa pekan setelah belasan ABK itu kembali ke tanah air, Kepolisian Republik Indonesia menetapkan tiga orang sebagai tersangka dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atas kasus tersebut.

Tiga tersangka itu merupakan pegawai dan petinggi dari tiga perusahaan penyalur tenaga kerja, yaitu karyawan PT Alfira Pratama Jaya di Bekasi, William Gozaly; Direktur PT Sinar Muara Gemilang di Pemalang, Joni Kasiyanto; dan karyawan PT Lakemba Perkasa Bahari di Tegal, Kiagus M Firdaus.

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia menyatakan, telah menerima informasi berupa video mengenai 4 ( empat) anak buah kapal (ABK) WNI, yang bekerja di kapal ikan berbendera China, Liao Yuan Yu 103.

Kemlu juga masih mendalami laporan yang menyebutkan para ABK itu disiksa, dan diperlakukan dengan tidak layak. 

"Mereka mengaku tidak menerima gaji, jam kerja yang berlebihan, makanan tidak memadai dan mengalami kekerasan,” kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kemlu RI, Judha Nugraha.

Judha menuturkan pihaknya telah menghubungi berbagai pihak, antara lain perusahaan penyalur tenaga kerja, berbagai kementerian, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing untuk mengonfirmasi laporan itu.

Langkah itu agar  Pemerintah Indonesia dapat menempuh langkah lebih lanjut untuk menyelamatkan empat ABK tersebut.

“Langkah-langkah penanganan menghubungi nomor PT RCA sebagaimana tercantum dalam video pengaduan tersebut. Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan,” kata Judha.

PT RCA merujuk pada PT Raja Crew Atlantik yang disebut oleh para ABK sebagai penyalur tenaga kerja mereka ke kapal berbendera China, Liao Yuan Yu 103.

Kemlu juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Ketenagakerjaan yang mengeluarkan izin penempatan ABK ke luar negeri.

“Didapat informasi bahwa PT RCA tidak terdaftar baik di Kemenaker maupun Kemenhub,” tambahnya.(Foto: Kemlu)