Bawaslu Sultra Edukasi Pengawas Pemilu

:


Oleh Eko Budiono, Rabu, 3 Juni 2020 | 15:11 WIB - Redaktur: Isma - 452


Jakarta, InfoPublik - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengedukasi sejumlah 140 pengawas partisipatif.

"Edukasi  tentang regulasi penyelenggaraan Pilkada 2020 sehingga memiliki pengetahuan dan wawasan yang mumpuni dalam melalukan pengawasan," kata Ketua Bawaslu Sultra, Hamiruddin Udu, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/6/2020).

Menurutnya,  rekrutmen personel pengawas partisipatif dimaksudkan untuk optimalisasi pengawasan proses demokrasi.

"Bawaslu merekrut tenaga pengawas partisipatif dari berbagai unsur, kecuali kader partai politik dan tim sukses pasangan calon kepala daerah. Kader partai politik dan tim sukses pasangan calon kepala daerah tidak direkrut karena independensi yang bersangkutan tidak dijamin," tuturnya.

Menurut dia, dengan bekal pengetahuan yang cukup tentang regulasi Pilkada 2020, maka diharapkan pengawas partisipatif dapat melaporkan temuan dugaan pelanggaran secara akurat dan akuntabel.

Metode pengawasan di tengah pandemi virus corona, atau Covid-19 dipastikan berbeda dengan saat normal karena masing-masing pihak menjaga keselamatan.

"Metode yang paling mungkin dan efektif menjalankan pengawasan di tengah wabah virus corona, baik pelaporan temuan pelanggaran mapun imbauan dan edukasi publik adalah melalui sarana teknologi digital," ujarnya.
 
Sebelumnya, sejumlah kerawananan diprediksi akan terjadi dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. 
 
Penyebabnya, pandemi Covid-19 masih belum bisa dipastikan waktu berakhirnya.
 
Hal tersebut disampaikan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Mochammad Afifuddin.
 

"Kerawanan pilkada di tengah pandemi ini. Pertama kerentanan masyarakat karena sedang krisis ekonomi," kata  Afifuddin.

Menurutnya, masyarakat pasti memilih kepastian virus Corona menghilang daripada kepastian pelaksanaan pilkada.

"Masyarakat juga akan memilih aktivitas yang berdampak ke ekonomi daripada penyelenggaraan pilkada," tegasnya.

Selain itu, kerawanan kedua potensi politisasi bantuan sosial (bansos) juga akan muncul, bahkan Bawaslu telah menemukan 23 titik atau daerah yang terjadi politisasi bansos. 

Afifuddin menyebutkan, pengawasan dan penindakan dugaan pelanggaran pilkada itu juga masih membutuhkan prasyarat.

Sebab, pengaturan menyebutkan pelanggaran terjadi jika dilakukan selama enam bulan sebelum masa penetapan pasangan calon.

Selain itu, kerawanan ketiga yakni sejumlah oknum akan menggunakan musibah sebagai alat menekan lawan politik.

(Foto: Bawaslu RI)