Kepala Daerah Harus Miliki Legitimasi

:


Oleh Eko Budiono, Kamis, 28 Mei 2020 | 17:31 WIB - Redaktur: Isma - 214


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan kepala daerah harus memiliki legitimasi dalam memimpin wilayah. Selain itu, semua daerah tidak boleh terjadi kekosongan dalam pemerintahan.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Akmal Malik, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/5/2020).

"Kita butuh pemimpin-pemimpin yang punya legitimasi, kita laksanakan secepatnya agar bisa menghadirkan, agar tidak terjadi kekosongan-kekosongan dalam pemerintahan daerah kita," kata Akmal.

Menurutnya,  kepala daerah memiliki tugas dan tanggung jawab penting apalagi dalam melaksanakan kebijakan penanganan pandemi Covid-19. Sedangkan, sebagian besar kepala daerah dari 270 daerah yang menggelar pilkada akan berakhir masa jabatannya pada Februari 2021.

Jika pemungutan suara diselenggarakan Desember tahun ini, maka setidaknya Maret 2021, kepala daerah yang baru hasil Pilkada 2020 sudah dapat dilantik.

Apabila pemilihan dilakukan 2021, maka penjabat kepala daerah akan lebih lama mengisi kekosongan kepala daerah.

Sementara, kebijakan penting harus segera diselesaikan kepala daerah seperti penyelesaian laporan keterangan pertanggungjawaban, penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2022, dan produk hukum lainnya.

Selain itu, sejumlah kebijakan yang kompleks terkait percepatan penanganan Covid-19.

"Ini yang kita ingin yakinkan bahwasannya kita harus membangun demokrasi, jangan kita berhenti demokrasi cuma karena persoalan sekarang," tuturnya.

Akmal menganalogikan penjabat atau pelaksana tugas sebagai sopir cadangan dalam menjalankan roda pemerintahan daerah.

Menurut dia, sopir cadangan tidak memiliki kemampuan yang optimal, sedangkan saat ini tugas pemimpin kepala daerah sangat kompleks dalam percepatan penanganan Covid-19.

"Makin panjang sopir cadangan ini membawa mobilnya, saya harus terang saja saya agak takut kalau sopirnya sopir cadangan, ngeri saya," tegasnya.

Ia menegaskan telah berkomunikasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menjalankan tahapan Pilkada 2020, dan tetap menjaga keselamatan dan kesehatan rakyat.

Di sisi lain, terkait desakan Pilkada ditunda hingga 2021, ia tidak ingin membuang waktu karena tidak ada yang bisa memastikan waktu berakhirnya wabah virus corona.

"Kami sangat-sangat menghormati dan mendengar suara-suara. Saya jawab tadi kenapa tidak September 2021 saja. Tidak satu pun yang bisa memastikan kapan pandemi ini akan berakhir," katanya.

Sementara itu Ketua  KPU RI Arief Budiman, mengatakan, tambahan anggaran yang dibutuhkan penyelenggara pemilu untuk melaksanakan Pilkada 2020 dengan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19 harus dipenuhi pada Juni.

Sebelum tahapan pemilihan serentak lanjutan dimulai kembali pada 6 Juni atau 15 Juni.

"Ini memang harus dipenuhi di bulan Juni karena tahapannya sudah dimulai, karena ada kebutuhan untuk PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), PPS (Panitia Pemungutan Suara), PPDP (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih)," tegasnya.

Ia mengatakan, kebutuhan perlengkapan protokol kesehatan dalam menyelenggarakan Pilkada bukan banya ketika hari pemunguran suara saja. Tahapan verifikasi dukungan calon perseorangan, pemutakhiran data pemilih yang digelar Juni sudah membutuhkan dukungan alat pelindung diri (APD).

Arief menambahkan, untuk menjalankan tahapan itu maka harus ada anggaran yang bisa digunakan memenuhi kebutuhan tersebut.

Setidaknya, KPU sudah merancang kebutuhan APD seperti masker, sabun cuci tangan, hand sanitizer atau penyanitasi tangan, dan sebagainya perlu disediakan bagi pemilih.

(Foto : Kemendagri)