Politik Uang dan Netralitas ASN Jadi Titik Rawan Pilkada 2020

:


Oleh Eko Budiono, Jumat, 15 Mei 2020 | 18:15 WIB - Redaktur: Untung S - 701


Jakarta, InfoPublik - Praktik politik uang dan netralitas aparatur sipil negara (ASN) menjadi titik rawan dalam Pilkada 2020.

Selain itu di masa pandemi Covid-19, keselamatan penyelenggara pemilu serta pemilih harus menjadi perhatian para pemamgku kepentingan.

Hal tersebut disampaikan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Mochammad Afifuddin, melalui keterangan tertulisnya, Jumat (15/5/2020). 

"Jadi selain kerawanan netralitas ASN dan politik uang, ada soal kerawanan yang bisa menimpa semua orang yaitu soal keselamatan penyelenggara dan pemilih," kata Afifuddin.

Menurutnya, berdasar pada indeks kerawanan pemilu (IKP) pilkada 2020, politik uang dan netralitas ASN berpotensi tinggi sebagai pelanggaran.

Bahkan, meskipun tahapan pilkada 2020 sedang ditunda, Bawaslu menemukan potensi pelanggaran oleh kepala daerah calon petahana melalui modus penyaluran bantuan sosial (bansos).

Hal ini membuktikan bahwa potensi pelanggaran tetap tinggi di masa pandemi.

Dengan adanya wabah Covid-19, keselamatan penyelenggara dan pemilih juga menjadi hal yang rawan.

Sebab, meskipun pemungutan suara ditunda hingga Desember 2020, gelaran pilkada tak hanya sebatas aktivitas mencoblos surat suara.

Ia menyebut bahwa proses pilkada berlangsung jauh sebelum itu, ditandai dengan kegiatan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih, penetapan pasangan calon, hingga kampanye.

Oleh karenanya, untuk menjamin keselamatan penyelenggara maupun pemilih, tahapan Pilkada harus dirancang dengan memperhatikan prosedur keselamatan.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk mengatur hal tersebut dengan mengacu pada Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada.

"Nah sekarang tinggal bagaimana ketentuan ini Perppu yang dalam bahasanya ditafsirkan membuat kreativitas lebih luas oleh teman-teman KPU," ujarnya.

Pilkada 2020 akan digelar di 270 wilayah di Indonesia. 270 wilayah ini meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota, pada 9 Desember.

Sebelumnya, Bawaslu mengatakan  terdapat dugaan politisasi pembagian bantuan sosial (bansos) terkait Covid-19, oleh pejawat kepala daerah di 23 kabupaten/kota menjelang Pilkada 2020.

Modus yang dimanfaatkan para kepala daerah itu dengan menempelkan gambar mereka dalam kemasan bansos.
 
"Antara lain terjadi di Kota Bengkulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Ogan Ilir, Lampung Timur, pesawaran, Bandar Lampung, Way Kanan, Lampung Selatan, Pandeglang, Pangandaran, Sumenep, Jember," kata anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo.

Ratna menilai, tindakan kepala daerah tersebut tidak etis karena kegiatan kemanusiaan justru dimanfaatkan untuk kepentingan kontestasi Pilkada 2020.

Seharusnya kepala daerah memastikan penyaluran bansos tepat sasaran, untuk masyarakat yang berhak dalam menghadapi pandemi Covid-19. (Foto : Bawaslu RI)