Perlu Sinkronisasi Kebijakan Atasi Covid-19

:


Oleh Eko Budiono, Senin, 4 Mei 2020 | 04:30 WIB - Redaktur: Untung S - 449


Jakarta, InfoPublik - Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng, menyatakan diperlukan sinkronisasi kebijakan untuk mengatasi pandemi Covid-19

Menurutnya, sejumlah regulasi di tingkat pemerintah daerah masih harus disesuaikan dengan kebijakan pemerintah pusat dalam penanganan Covid-19.

"Sinkronisasi kebijakan sangat berpengaruh. Itu kan yang buat Bupati Bolaang Mongondow Timur marah. Terus ada juga video dari kepala desa di Jawa Bara," ujar Robert dalam keterangan tertulisnya, Minggu (3/5/2020).

Robert menegaskan menerima keluhan-keluhan dari sejumlah kepala daerah dalam menangani Covid-19, akibat belum ada sinkronisasi  terhadap regulasi.

"Ini yang saya bilang sinkronisasi harmonisasi regulasi. Kalau kita taat pada asas bahwa yang punya kebijakan itu Presiden" kata Robert.

Menurut Robert, kepala daerah kerap kebingungan mengambil kebijakan di lapangan karena regulasi yang berbeda-beda dari pusat.

Dalam hal bantuan, kepala daerah memilih bermain aman untuk menahan bantuan itu, ketimbang terpaksa membelanjakan anggaran justru menjadi temuan audit di kemudian hari.

Ia mengatakan, beberapa pemerintah daerah sudah ada yang membelanjakan anggaran bantuan Covid-19 seperti pengadaan beras. Akan tetapi, kepala daerah justru takut menyalurkan bantuan dengan segera karena ketidakharmonisan regulasi. 

Ujung-ujungnya, lanjut Robert, masyarakat yang merugi karena tidak kunjung mendapatkan bantuan. Sedangkan, masyarakat mengetahui di sejumlah media massa, pemerintah menggelontorkan bantuan dalam menghadapi pandemi Covid-19. 

"Tapi bupatinya wah itu dimarahin sama masyarakat. Mereka sudah tahu ada bantuan dari televisi, tapi lho kok kami tidak pernah terima. Kebingungan, tapi juga pemda dan pemerintah desa yang berada di depan berhadapan dengan masyarakat," tuturnya.

Ia meminta pemerintah memperbaiki tata kelola dengan adanya satu simpul uang masuk ke warga.

Menurut Robert, seharusnya bantuan dalam pandemi Covid-19 ini harus berdasarkan perhitungan kebutuhan masyarakat maupun kondisi warganya. 

"Ini masyarakat ini misalnya masyarakat yang terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Dia harus dibantu dengan berapa nominalnya, kemudian jenis-jenis bantuan yang menyesuaikan ke nominal yang dibutuhkan," tambahnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M. Tito Karnavian, menyiapkan dua opsi skenario khusus dalam menangani Covid-19, jika wabah tersebut  berlanjut sampai 2021.

"Karena harus melakukan perencanaan di tengah ketidakpastian, sekali lagi meskipun kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar krisis ini bisa berakhir di tahun ini juga, namun kita harus juga siapkan juga dua skenario jika ini berlanjut," kata Mendagri.

Menurut Mendagri, opsi pertama jika wabah ini masih berlanjut maka fokus tetap pada penanganan Covid-19.

Mulai dari mencegah penyebarannya, memperkuat sistem kekebalan tubuh warga, memperkuat kapasitas dan sistem kesehatan, ketahanan pangan, pengembangan industri alat kesehatan, dan juga mendukung jaring pengaman sosial.

Jaring pengaman sosial dilakukan melalui bantuan-bantuan sosial kepada warga yang sulit. 

"Selain itu, pemerintah menjaga agar dunia usaha tetap bisa hidup agar ekonomi tetap berjalan meskipun lamban dibandingkan sebelumnya," urainya.

Mendagri menegaskan untuk opsi kedua, yang harus diprioritaskan adalah program-program yang mendesak bagi skala nasional.

Sedangkan, bila pandemi Covid-19 ini berakhir tahun ini, maka 2021 pemerintah harus fokus pada pemulihan ekonomi.

"Tahun 2020 selesai krisis ini maka di tahun 2021 kita harus fokus pada pemulihan, terutama pemulihan ekonomi, pemulihan sektor-sektor yang dapat memajukan kesejahteraan rakyat," katanya. (Foto : Kemendagri)