KPU Tunjuk Hasyim Asy'ari Urus Logistik Pemilu

:


Oleh Eko Budiono, Sabtu, 21 Maret 2020 | 16:33 WIB - Redaktur: Untung S - 207


Jakarta, InfoPublik - Langkah cepat diambil oleh Komisi Pemilihan Umun (KPU) RI, usai pemberhentian Komisioner Evi Novida Ginting Manik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI langsung menunjuk Komisioner, Hasyim Asy'ari, menjabat wakil ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu. 

"Tugas-tugas divisi teknis yang selama ini diemban Ibu Evi, ditugaskan kepada Wakil Ketua Divisi Teknis Hasyim Asy'ari," kata Komisioner KPU Pramono Ubaid, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/3/2020). 
 
Menurutnya, KPU berharap permasalahan ini tidak menganggu proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di 279 daerah. 
 
Dia menambahkan seluruh jajaran KPU di daerah diinstruksikan tetap menggelar Pilkada, sesuai pedoman dengan memperhatikan faktor keselamatan di tengah wabah virus corona (covid-19).

"Menyesuaikan dengan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Panduan Tindak Lanjut Pencegahan Penularan Infeksi corona di lingkungan KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota," tuturnya.
 
Sedangkan Pelaksana tugas (Plt) Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad mengatakan, putusan DKPP terkait pemberhentian Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik, bersifat final dan mengikat. Namun, ia mempersilakan Evi bila ingin menempuh upaya hukum lainnya.

"Final dan mengikat itu berarti bagi KPU dan Bawaslu tidak ada upaya hukum lagi, tetapi ya silakan saja ya sebagai warga negara Bu Evi misalnya punya pertimbangan lain, upaya hukum lain, tentu (kami) tidak dalam posisi akan mendorong atau tidak mendorong, kan itu hak warga negara," ujar Muhammad saat dihubungi, Jumat (20/3/2020).

Mengenai DKPP tak punya dasar karena pengadu sudah mencabut aduannya, Muhammad mengatakan, DKPP tetap bisa melanjutkan proses pemeriksaan perkara.

Ketentuan itu diatur dalam Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Muhammad dan Majelis Hakim DKPP menilai perkara tersebut penting dilanjutkan karena menyangkut kemurnian suara pemilih.

Menurutnya, DKPP RI juga sering tetap melanjutkan pemeriksaan perkara meski pengadu telah mencabut aduannya. Ia menambahkan, meski DKPP hanya memiliki kewenangan pasif, DKPP tetap boleh memeriksa aduan meski telah dicabut. Hal itu memungkinkan jika tidak ada sesuatu yang menghalangi dan DKPP menilai perkara penting untuk tetap diperiksa.

Sementara itu, terkait rapat pleno DKPP dinilai tidak kuorum, Muhammad membantah karena melihat kondisi keanggotaan DKPP saat ini. Dalam Peraturan DKPP, rapat pleno dihadiri seluruh anggota berjumlah tujuh orang, kecuali dalam keadaan tertentu paling sedikit lima orang.

Namun, kata dia, anggota DKPP yang dapat mengikuti rapat pleno hanya tersisa empat orang. Ketua DKPP sebelumnya, Harjono keluar dari lembaga, karena diangkat presiden menjadi anggota dewan pengawas KPK.

Kemudian, Hasyim Asy'ari sebagai anggota DKPP dari unsur KPU menjadi teradu sehingga tidak bisa menjadi majelis hakim DKPP. Lalu Anggota DKPP Rahmat Bagja dari unsur Bawaslu juga tak bisa menjadi majelis hakim karena menjadi pihak terkait dalam perkara tersebut.

Dalam kesempatan terpisah, Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik menilai, sanksi peringatan keras terakhir dari DKPP RI kepada lima Komisioner menjadi ancaman tersendiri. DKPP memutuskan pemberhentian tetap kepada Evi, sementara ketua dan anggota KPU RI lainnya dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir.

"Apa yang sekarang ini dialami oleh lima anggota KPU RI yang mendapatkan sanksi peringatan keras terakhir menurut saya adalah sebuah bentuk ancaman bagi KPU RI dalam menjalankan tugas-tugas penyelenggaraan pemilu," kata Evi dalam pesan singkatnya.

Menurut dia, sanksi tersebut dapat menyebabkan para komisioner menjadi tidak tenang dalam menyelenggarakan pemilihan. Evi mengatakan, sanksi berubah ancaman karena ketika komisioner dinilai melanggar kode etik penyelenggara pemilu pada masa mendatang, maka bukan tidak mungkin DKPP menjatuhi sanksi pemberhentian tetap dari KPU.

Padahal, KPU tengah fokus mempersiapkan penyelenggaraan pemilihan. Untuk saat ini, KPU sedang melaksanakan tahapan-tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020, serentak di 270 daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota.

"Penyelenggara pemilu harus bisa bekerja tenang dan tidak selalu merasa terancam untuk dipecat," tegasnya.

Evi mengaku keberatan atas putusan itu, termasuk terhadap sanksi pemecatan yang diberikan DKPP kepada dirinya. Ia justru menilai, putusan DKPP berlebihan.

Sebelumnya, DKPP RI  telah menjatuhkan sanksi pemberhentian kepada Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting dalam sidang kode etik, Rabu, 18 Maret 2020. Evi dianggap mengintervensi jajaran KPU Kalimantan Barat (Kalbar) pada penetapan calon legislatif (caleg) DPRD Kalbar.

Kasus ini bermula dari aduan caleg Partai Gerindra Daerah Pemilihan (Dapil) Kalbar VI Hendri Makaluasc kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Sanggau dan Mahkamah Konstitusi (MK). Laporan terkait pengelembungan 2.414 suara ke pesaingnya yang berada di nomor urut tujuh Partai Gerindra, Cok Hendri Ramapon.

Pengelembungan suara terjadi di 19 desa di Pontianak, Kalbar. DKPP menilai ada intervensi dari KPU kepada komisioner KPU Pontianak. Akibatnya, KPU Pontianak salah mengoreksi perolehan suara sehingga tidak berdasarkan putusan MK.
 
DKPP menilai KPU Pontianak hanya memperbaiki dan menetapkan perolehan 5.384 suara dari Hendri Makaluasc. KPU Pontianak dianggap mengoreksi perolehan 6.599 suara dari Cok Hendri Ramapon.

"Tindakan teradu I sampai VII terbukti sengaja secara melawan hukum memerintahkan teradu VIII sampai XI menetapkan Cok Hendri Ramapon sebagai calon terpilih dengan perolehan suara 4.185 tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 422 Undang-Undang  Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," kata pelaksana tugas (Plt) Ketua DKPP RI Muhammad. (Foto : DKPP RI)