Pemerintah Tidak Mengekang Kebebasan Pers

:


Oleh lsma, Kamis, 27 Februari 2020 | 06:06 WIB - Redaktur: Untung S - 423


Jakarta, InfoPublik - Sekertaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Rosarita Niken Widiastuti mengatakan, Pemerintah hingga saat ini terus berupaya untuk tetap menjaga kebebasan pers dengan tidak melakukan intervensi terhadap pers itu sendiri.

"Kami tidak mengevaluasi pers tidak mencampur dan tidak mengekang kebebasan pers. Apalagi di era reformasi saat ini, pers sekarang bebas namun harus dibatasi etika jurnalistik, profesionalisme, dan dibatasi undang-undang dan aturan yang ada," kata Niken Widiastuti dalam acara saat acara 36th Diplomatic Forum Talkshow Freedom of the Press, A Tribute to BJ Habibie, di Auditorium RRI, Rabu (26/2/2020).

Niken menambahkan, pers Indonesia saat ini sudah baik dalam memberikan kontribusi positif kepada khalayak ramai."Saat ini pers sudah on the right track terutama media mainstream, telah memberikan kontribusi yang tepat pada masyarakat bangsa dan negara," ujarnya.

Meski demikian, lanjut Niken, ada hal yang perlu menjadi perhatian dalam era keterbukaan informasi seperti saat ini, yaitu pemanfaatan media sosial.

Menurut Sekjen Niken, proses literasi media sosial perlu dilakukan ke seluruh lapisan masyarakat, baik itu pelajar dan mahasiswa maupun masyarakat umum. Sehingga media sosial yang dipakai jauh lebih sehat dengan konten positif yang membawa manfaat bukan saja bagi kita sendiri, tetapi juga bagi komunitas dan lebih dari itu bermanfaat bagi bangsa dan negara.

"Sejauh ini pemerintah dalam hal ini Kominfo sudah bekerja sama dengan lebih dari 100 perguruan tinggi di seluruh Indonesia untuk melakukan literasi media sosial di kalangan pelajar dan mahasiswa," katanya.

Kemudian, lanjut Niken, melalui pimpinan agama-agama, Pemerintah juga bekerja sama untuk menyelanggarakan literasi media sosial kepada pemuda-pemudi di masing-masing kelompok agama.

Selain itu setiap hari Kominfo selalu melakukan review terhadap pemberitaan yang ada di media sosial. Kominfo melakukan tracking terhadap berita palsu maupun berita bohong. Setelahnya mereka akan melakukan analisa dan klarifikasi berita apakah berita tersebut benar atau tidak.

"Klarifikasi juga biasanya akan dilakukan oleh media mainstream seperti Republika dan RRI yang juga memiliki program khusus," jelas dia.

Kominfo juga saat ini sedang mengkaji mengenai UU Media Sosial yang dimiliki oleh Jerman dan Australia. Kedua negara ini akan memberikan sanksi kepada media sosial yang memuat berita terkait ujaran kebencian, berita palsu dan terkait radikalisme.

"Saat ini kami sedang mempelajari aturan tersebut untuk dapat diterapkan di Indonesia," jelas dia.

Dompet Dhuafa Dukung Kebebasan Pers

Direktur Utama Dompet Dhuafa, drg. Imam Rullyawan MARS mengatakan, sebagai lembaga filantropi Islam, kehadiran Dompet Dhuafa tak lepas dari peran media yang terus membantu mengkampanyekan berita tentang kebaikan dan tolong menolong terhadap sesama.

"Dompet Dhuafa lahir dari media yang saat itu dipelopori oleh media masyarakat langsung. Masyarakat berpartisipasi mengelontorkan dana untuk mendirikan koran Republika. Beliau menginisiasi untuk kemanusiaan. Bahwa dalam mengamanahkan profesi jurnalis, tidak hanya mengatakan atau memberitakan, tapi juga harus berbicara," ujar Imam

Pada era maju seperti saat ini, kata Imam, peran jurnalis media menjadi sangat penting karena semua informasi yang dibaca oleh masyarakat, lebih banyak bersumber dari media.

"Kebebasan pers juga bagian dari rangka mengedukasi bagaimana menyosialisasikan nilai-nilai kebaikan melalui media, khususnya membangun semangat filantropi, bukan sekadar bagaimana menghasilkan charity, tapi juga mengandalkan pembangunan berkelanjutan, dan pemberdayaan melalui media. Media lagi-lagi menjadi jembatan untuk Dompet Dhuafa bisa bekerjasama dengan para mitra," kata Imam.(Isma/TM)