KPU Bahas Regulasi Mantan Napi Ikut Pilkada

:


Oleh Eko Budiono, Kamis, 20 Februari 2020 | 18:42 WIB - Redaktur: Untung S - 234


Jakarta, InfoPublik - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan  masih menggodok putusan Mahkamah Konstitusi (MK), terkait mantan narapidana kasus korupsi mencalonkan diri dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

“Kami juga masih membahas perubahan Peraturan KPU (PKPU)  tentang persyaratan bakal calon Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota serta Bupati/Wakil Bupati yang akan ikut serta dalam Pilkada 2020,” kata Komisioner  KPU RI Ilham Saputra, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/2/2020).

Menurutnya, dengan proses ini cukup progresif dari masa Pemilu 2019, ketika Mahkamah Agung (MA) membatalkan PKPU tentang pencalonan, yang salah satu pasalnya memuat tentang larangan bagi mantan terpidana korupsi untuk ikut dalam pencalonan pemilu legislatif.

“Kemudian kami berusaha lagi buat seperti itu, tapi MA batalkan lagi karena sudah ada yurisprudensi sebelumnya. Akan tetapi setelah ada gugatan, MK memberikan putusan bahwa lima tahun setelah menjalankan pidananya,” tuturnya.

"Tentunya kami sedang atur apakah bagaimana menghitung lima tahun itu. Apa berdasarkan SK-nya, surat keluar dari Lapas atau seperti apa. Itu sedang kami godok dan nanti ada petunjuk teknisnya. Nanti akan dishare ke media. Kita akan atur secara detail sekali,” tegasnya.

Selain itu, Ilham  meminta agar seluruh jajaran KPU untuk tetap berintegritas, dan bekerja tanpa neko-neko atau macam-macam.

“Bekerjalah sesuai hati nurani, sesuai koridor hukum yang ada jangan sampai terjebak dengan hal-hal yang justru akan menghancurkan nama baik pribadi, bahkan kelembagaan sebagai penyelenggara,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua KPU RI Arief Budiman, menyatakan pihaknya tetap akan mengatur pembatasan terhadap mantan narapidana korupsi ikut dalam Pikada 2020.

Arief mengatakan KPU berpegangan pada putusan MK, yang membolehkan napi koruptor maju pilkada paling cepat lima tahun setelah menjalani masa tahanan.

"Ini bukan persoalan pede atau enggak pede. Problemnya adalah MK sudah memutuskan bahwa napi korupsi boleh maju, bukan hanya napi korupsi, napi apapun boleh maju setelah jeda lima tahun," ungkapnya.

Dalam PKPU Nomor 18 Tahun 2019, KPU hanya mengatur pencalonan pilkada mengutamakan calon bukan napi koruptor.

KPU juga mengatur setiap calon kepala daerah harus meneken pakta integritas yang menyatakan komitmen untuk tidak melakukan tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme atau melakukan pelanggaran hukum.

Arief menuturkan KPU akan merevisi PKPU tersebut setelah putusan MK. Akan tetapi saat ini KPU masih menggodok revisi tersebut, terutama soal penjelasan frasa "lima tahun setelah menjalani masa tahanan".

KPU juga berencana membuat aturan agar mantan koruptor mengungkap statusnya ke publik pada hari pencoblosan. Hal itu dilakukan agar masyarakat mendapat pertimbangan.

"Kalau memang tidak bisa dia yang melakukan, KPU yang melakukan. Misalkan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) ditempel pemberitahuan ini daftar mantan napi koruptor," pungkasnya.(EB/TM)