Mendagri:  Status Jakarta Tetap Ibu Kota Negara pada 2020

:


Oleh Eko Budiono, Selasa, 11 Februari 2020 | 17:19 WIB - Redaktur: Ahmed Kurnia - 133


Jakarta, InfoPublik - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M.Tito Karnavian memastikan status Ibu Kota Jakarta tidak akan berakhir pada Juni 2020, meski pemerintah akan mengajukan undang-undang terkait ibu kota negara (IKN).

“Mana mungkin Juni 2020 DKI Jakarta sudah tidak lagi IKN. Selama belum ada fisik ibu kota di Kalimantan Timur (Kaltim), maka Jakarta akan tetap ibu kota,” kata Mendagri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/2/2020).

Menurut Tito, jika status DKI Jakarta sebagai ibu kota dicabut, sementara pembangunan fisik IKN di Kaltim belum selesai, konsekuensinya negara tidak memiliki ibu kota dan hal tersebut tidak mungkin terjadi.

Sebaliknya, jika pembangunan fisik IKN di Kaltim rampung, maka tidak mungkin status DKI Jakarta tetap ibu kota, karena tidak mungkin Indonesia memiliki dua ibu kota.

Menurut Mendagri, nantinya DKI Jakarta memang akan berubah status menjadi otonomi khusus, tepatnya pusat ekonomi dan bisnis.

Mendagri menegaskan, pemerintah tentunya perlu mengubah aturan yang menjadi payung hukum status DKI Jakarta, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dia mengatakan, saat ini pemerintah masih dalam proses penyusunan regulasi agar lokasi ibu kota baru kelak bisa ditetapkan statusnya sebagai Ibu Kota Negara.

"Prinsipnya nggak akan ada Ibu Kota Negara kedua. Kalau pindah ke Kalimantan Timur dan DKI harus jadi daerah lain. Tidak mungkin tidak ada Ibu Kota Negara. Kalau fisik belum siap, DKI tetap menjadi Ibu Kota Negara. Selain itu juga masih menunggu regulasi untuk Kalimantan Timur siap dan sduah masuk program legislasi nasional (Prolegnas) 2020-2024," tuturnya.

Sementara status ibu kota negara nantinya akan dialihkan ke Kaltim, maka Jakarta bakal memiliki status khusus.

Pilihannya adalah menjadi pusat ekonomi bisnis atau industri.

"Dampak Ibu Kota Negara di Jakarta, tentu tidak lagi menjadi ibu kota. Pilihannya menjadi pusat ekonomi bisnis dan industri," ungkapnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa memaparkan beberapa rencana yang menentukan nasib Jakarta jika pemindahan ibu kota terealisasi, salah satunya sebagai daerah khusus industri.

"Ke depan mungkin Jakarta tetap seperti ini cuma bukan Daerah Khusus Ibukota tetapi mungkin daerah khusus industri," katanya.

Dalam proses pembentukan ibu kota negara baru, salah satu yang menjadi kendala adalah aturan di dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pasal 18 ayat 1.

Pasal tersebut menyatakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

"Tetapi kemudian pasal 18 B ayat I dan ayat II ada pengecualaiannya yang mengakui pembentukan daerah istimewa dan daerah khusus," tegasnya.

Sedangkan di dalam pasal 18B ayat I UUD 195 dikatakan negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus, atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Ketentuan tersebut mendukung keberadaan berbagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus atau istimewa (baik provinsi, kabupaten dan kota, maupun desa).

"Jadi daerah khusus Ibu kota bisa jadi daerah yang diperbolehkan. Oleh UUD ini dibuka dan kita sekarang sudah punya Aceh yang merupakan Daerah Istimewa, juga ada Yogyakarta. Kemudian nanti ada Daerah Khusus Ibu Kota Negara, dan mungkin juga Daerah Khusus Jakarta, atau Daerah Khusus Industri Jakarta," pungkasnya