Bawaslu Hadapi Tantangan Integritas

:


Oleh Eko Budiono, Minggu, 9 Februari 2020 | 19:25 WIB - Redaktur: Untung S - 272


Jakarta, InfoPublik - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menghadapi tantangan berupa integritas, disebabkan kasus dugaan suap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Wahyu Setiawan (WSE), dan mantan anggota Bawaslu RI, Agustiani Tio Feidelina (ATF).

Hal tersebut disampaikan Ketua Bawaslu RI, Abhan, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (9/2/2020), "Bahkan dia ATF sudah lama menjadi kader partai. Tetapi, hal ini menjadi gangguan integritas kita," kata Abhan.

Menurut Abhan,  Bawaslu Kabupaten/Kota harus bisa menjaga integritas pengawas Ad hoc (sementara), termasuk  seleksi Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) harus bersih dari kepentingan pihak lain, “Begitu juga seleksi Panwas Desa/Kelurahan, dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS),” tegasnya.

Abhan menambahkan, ada beberapa laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dibawa ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait seleksi Panwascam.

Namun, selama seleksi Panwascam sesuai dengan petunjuk teknis dan aturan, Bawaslu akan menyiapkan tim advokasi dari Bawaslu kepada pimpinan Bawaslu Kabupaten/Kota yang terlapor, "Ada beberapa laporan, tetapi selama seleksi Panwascam sesuai aturan tidak akan ada masalah," tuturnya.

Dia menyatakan berbagai tantangan tersebut bisa diatasi dengan kerja-kerja teknis. Ia mengimbau setiap pengawas Ad hoc harus bisa menjaga integritas dari kemungkinan politik kepentingan.

"Tantangan ini bisa menjadi jawaban bagi pihak-pihak yang mempertanyakan apakah Bawaslu Kabupaten/Kota itu harus permanen atau kembali Ad hoc," sebutnya.

Sementara itu, anggota Bawaslu RI  Ratna Dewi Pettalolo menyatakan, keterlibatan perempuan dalam mengawasi pilkada punya andil besar sehingga perlu diperbanyak. Salah satunya, perempuan dapat berperan membangun kesadaran masyarakat untuk menolak politik uang.

Ratna  mengatakan, perempuan dapat ikut mencegah terjadinya pelanggaran pilkada sesuai dengan peran sosialnya masing-masing, seperti pengawasan perempuan yang dilakukan sebagai gerakan secara terstuktur, sistematis dan masif (TSM) melalui kelompok organisasi perempuan untuk memahami atau bahkan menangkap pelaku politik uang.

“Saatnya perempuan bergerak memerangi politik uang untuk masa depan demokrasi yang lebih baik dan membangun pemerintahan yang bebas Korupsi,” katanya.

Menurutnya, perempuan juga bisa menjadi bagian penting yang menentukan kualitas keterpilihan calon perempuan yang bisa mewakili kepentingan perempuan dalam hal keadilan dan kesetaraan.

Dalam menangkal politik uang, kata Ratna, perempuan dapat memahami terlebih dahulu apa itu politik uang. Caranya, perempuan dapat melakukan kajian terhadap persoalan-persoalan kepemiluan.

Hanya saja, masih banyak perempuan yang kurang berminat untuk aktif dan terlibat di dalam kegiatan pengawasan pemilu atau pilkada.

Ratna menyatakan, hal itu menunjukkan karakteristik perempuan terhadap politik uang masih permisif, “Karena selain posisinya yang bisa mendulang perolehan suara calon, perempuan juga cenderung akan bungkam terhadap pelanggaran yang terjadi,” urainya.

Dia  menegaskan, Bawaslu melakukan berbagai pendekatan kepada masyarakat, khususnya kalangan perempuan, agar menghindari bahaya politik uang dalam kehidupan berdemokrasi.