Revisi UU Diharapkan Bisa Buat Pemilu Murah dan Efisien

:


Oleh Eko Budiono, Minggu, 2 Februari 2020 | 19:58 WIB - Redaktur: Untung S - 330


Jakarta, InfoPublik-Pemilihan umum (Pemilu) yang murah, dan efisien telah diharapkan semua pemangku kepentingan sejak lama, namun silih bergantinya regulasi ternyata belum  mampu juga mewujudkan hal tersebut, sehingga revisi Undang-Undang Pemilu bisa mengakomodir hal ini.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman menuturkan,  revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu harus menghasilkan desain penyelenggaraan pemilihan yang murah dan efisien.

Menurut Arief, baik penyelenggara maupun peserta pemilu idealnya tidak perlu mengeluarkan biaya tinggi dalam pemilu.

"Rrevisi UU yang menurut saya penting harus mampu memformulasikan penyelenggaraan tahapan pemilu yang efektif, efisien dan murah. Itu harus diutamakan," kata Arief dalam keterangannya, Minggu (02/02/2020).

Arief menilai pelaksanaan pemilu di Indonesia  tidak harus mahal.

"Murah itu untuk penyelenggara dan peserta juga," katanya.

Arief menegaskan, kondisi pemilu saat ini yang menurutnya masih terlalu mahal untuk penyelenggara dan peserta.

"Misalnya sudah ada e-katalog. Sehingga pengadaan logistik jauh lebih murah. Tapi ternyata di UU ada perintah lain, bahwa KPU harus membiayai kampanye peserta pemilu," ungkapnya.

Sementara itu di sisi peserta, masih ada kecenderungan untuk melakukan politik uang karena sanksi yang tergolong ringan.

Arief mengatakan jika sanksi politik uang lebih berat, maka pelanggaran atas perbuatan itu bisa jadi berkurang.

"Kalau diperberat sanksinya kan orang enggak jadi money politic. Jadi kan itu membuat murah bagi peserta. Kalau sanksi ringan ya orang bolak-balik mencoba," pungkasnya. 

KPU RI menyebutkan anggaran penyelenggaraan pemilihan kepala daerah Pilkada 2020, yang akan digelar di 270 daerah senilai Rp9.936.093.923.393.

Anggaran itu telah disepakati oleh KPU bersama 270 kepala daerah melalui naskah perjanjian hibah daerah (NPHD). 

Sedangkan Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan, pandangan soal pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung yang mahal merupakan persepsi keliru.

Syamsuddin menegaskan, tidak ada demokrasi yang berbiaya murah.

"Sehingga tidak pantas bagi elite politik untuk membahas soal biaya mahal itu. Sebab yang membayar adalah masyarakat untuk mendapatkan hak kedaulatan rakyat, yakni memilih calon pemimpin secara langsung," tuturnya.

Dia menambahkan, masyarakat berhak memilih calon pemimpin terbaik.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar mengatakan, pihaknya berharap proses pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bisa dimulai pertengahan 2020.

Menurut Bahtiar, pembahasan revisi aturan pemilu ini setidaknya baru bisa tuntas dalam lima hingga tujuh kali masa sidang.

"Ya mudah-mudahan masa sidang pada bulan kelima (Mei) bisa jalan," ujar Bahtiar.

"Ya karena memang tidak mungkin selesai satu atau dua kali masa sidang. Bisa jadi tiga, empat, lima, enam hingga tujuh kali masa sidang," katanya.

Namun, Kemendagri mendorong agar pembahasan revisi UU Pemilu bisa secepatnya selesai.

Sebab,  ada sejumlah kepastian aturan yang harus segera ditetapkan.

Misalnya, kata dia, pada 2022 masa jabatan penyelenggara pemilu sudah berakhir.

Sementara itu, dasar rekruitmen penyelenggara pemilu masih menggunakan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang saat ini belum direvisi.

"Sehingga apakah bangunannya akan tetap seperti ini? dengan tujuh orang komisionernya, kemudian sistem rekruitmennya bagaimana? Itu harus clear pada 2021," urainya.

Dia menambahkan, pemerintah saat ini menunggu komunikasi DPR soal draf revisi UU Pemilu.

"Biasanya memang yang menyusun draf DPR. Hanya UU Nomor 7 saja yang pemerintah. Prinsipnya kita menunggu dari DPR. Dan kami tentu melakukan komunikasi dengan DPR," tuturnya.

"Bisa saja antara tenaga ahli DPR dan tim teknis pemerintah berdialog supaya nanti diskusinya bisa kita buat klaster mana yang prioritas dulu kita diskusikan dulu. Mana yang isu teknis mana yang isu subtansi," paparnya.

DPR RI  mengesahkan 50 Rancangan Undang-Undang (RUU) dalam Program Legislasi Nasional ( Prolegnas) prioritas tahun 2020.

RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu masuk dalam prolegnas prioritas 2020.