Kejagung dan Kementerian ATR/BPN Jalin Kerjasama Lintas Sektoral

:


Oleh Jhon Rico, Rabu, 22 Januari 2020 | 10:05 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 1K


Jakarta, InfoPublik- Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjalin kerjasama lintas sektoral.

Ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepakatan dan perjanjian kerja sama antara Jaksa Agung Burhanuddin beserta jajaran dan Menteri ATR/ BPN Sofyan A Djalil saat acara Rapat Kerja Nasional Kementerian ATR/ BPN di Hotel Shangri-La, di Jakarta, Selasa (21/1/2020).

Jaksa Agung pun menyampaikan penghargaan dan apresiasi terhadap Menteri ATR/BPN beserta jajarannya yang sepakat menandatangani nota kesepakatan dan perjanjian kerja sama ini.

Acara ini pun dihadiri oleh Jaksa Agung Muda Intelijen, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, Jaksa Agung Muda Pembinaan, Sekretaris Jaksa Agung Muda Pembinaan, para Kepala Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia, para Pejabat eselon I dan II dari Kejaksaan RI dan Kementerian ATR / BPN serta Kepala Kantor Wilayah BPN di seluruh Indonesia.

Burhanuddin menyampaikan, dengan semangat dan landasan komitmen yang kuat untuk membuat Indonesia yang lebih baik, upaya menjalin hubungan secara strategis dan koordinatif untuk saling menjaga dan saling mendukung tertuang dalam Nota Kesepakatan yang ditandatangani bersama.

Menurut dia, ini merupakan langkah penting yang menjadi sebuah kewajiban untuk memberi penguatan dan saling menjaga. "Supaya semua agenda Pembangunan menuju “Indonesia Maju” dapat terlaksana dengan baik, agar hasilnya segera dapat dirasakan oleh masyarakat," ujar Jaksa Agung.

Melalui penandatanganan Nota Kesepakatan dan Perjanjian Kerjasama ini, Jaksa Agung berharap bisa dijadikan sebagai pedoman dalam mengoptimalkan koordinasi guna lebih mengefektifkan pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing pihak. Ini dalam rangka penegakan hukum dan pemulihan aset di bidang agraria, pertanahan dan tata ruang.

"Nantinya akan ditindaklanjuti melalui Perjanjian Kerjasama pada Bidang Pembinaan, bidang Intelijen, serta Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara," kata dia.

Nota Kesepakatan ini meliputi pemberian dukungan data dan/atau informasi, penegakan hukum di bidang agraria/pertanahan, pembentukan tim rancangan peraturan perundang-undangan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang, pengamanan pembangunan strategis, pelacakan aset, pemberian bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum lain di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.

Juga pencegahan dan pemberantasan mafia tanah, pemulihan aset terkait tindak pidana dan/atau aset lainnya, percepatan sertifikasi tanah aset Kejaksaan Republik Indonesia dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

Tentunya kedepannya diharapkan akan ditindaklanjuti dengan kerjasama pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi dan kapabilitas para personil masing-masing jajaran dan kerja sama lainnya.

Ia pun optimis dan percaya bahwa jalinan kerjasama ini akan mampu menjadi bagian terintegrasi dan mendukung terlaksananya penegakan hukum khususnya upaya pemulihan aset di Bidang Agraria/Pertanahan dan Tata Ruang.

Juga dapat mencegah adanya penyimpangan pada tahapan-tahapan pembangunan infrastruktur, seperti tahapan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, mulai dari perencanaan hingga penyerahan hasilnya.

Dengan demikian, jelas dia, fungsi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional RI dalam hal penyusunan dan penetapan kebijakan pertanahan dan pelaksanaan pengadaan tanah dapat didukung dengan fungsi penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan RI.

"Oleh karena itu sinergitas antara Kejaksaan RI dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional RI menjadi sangat diperlukan," tegas dia.

Ia pun menyatakan, sebagaimana Presiden Joko Widodo telah menetapkan 5 program prioritas untuk mewujudkan “Indonesia Maju” yaitu: Pembangunan Sumber Daya Manusia yang Terampil, Menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pembangunan Infrastruktur yang menghubungkan Kawasan Produksi dengan Kawasan Distribusi, Penyederhanaan Regulasi, Penyederhanaan Birokrasi, dan Transformasi Ekonomi.

Pada periode pertama, kata dia, Presiden pun telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

"Poin penting dari aturan itu adalah Presiden meminta para Menteri Kabinet Kerja, termasuk Jaksa Agung, untuk mendukung pelaksanaan proyek strategis nasional sesuai fungsi dan kewenangannya," terang Jaksa Agung.

Untuk itu, penandatanganan perjanjian ini harus disadari sebagai bagian dari wujud komitmen bersama untuk merealisasikan beberapa tujuan strategis, antara lain, untuk menjadi landasan bagi Kementerian ATR/BPN dan Kejaksaan terkait pengamanan pembangunan strategis di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang.

Selain itu untuk mewujudkan sinergi dan optimalisasi dalam pelaksanaan pembangunan strategis di bidang tersebut.

Burhanuddin menambahkan, bahwa Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan baik di pusat maupun di daerah telah dibubarkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Nomor 345 Tahun 2019.

Namun, tegas dia, Kejaksaan tetap memiliki peran dan kewenangan dalam mengamankan pembangunan strategis pemerintah, melalui berbagai kegiatan yang bersifat preventif dan persuasif, yang dilaksanakan oleh Direktur Pengamanan Pembangunan Strategis pada Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen.

Menurut dia, tindakan pengamanan pembangunan melalui Direktur Pengamanan Pembangunan Strategis lebih bersifat institusional. Mengingat lembaga tersebut merupakan lembaga permanen, sebagai salah satu unit kerja di bawah Jaksa Agung Muda Intelijen berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor: PER-006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kejaksaan Nomor 6 Tahun 2019. Hal ini tentunya berbeda dengan TP4 dan TP4D yang hanya bersifat sementara.

Ia pun memastikan bahwa Kejaksaan akan mengoptimalkan peran Jaksa Pengacara Negara pada jajaran Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara dalam mendukung pembangunan strategis pemerintah.

Ia menjelaskan bahwa Jaksa Pengacara Negara memiliki kewenangan memberikan pertimbangan hukum di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara atas dasar permintaan dari Lembaga Negara, instansi pemerintah di pusat/daerah, maupun BUMN/BUMD.

Jaksa Pengacara Negara (JPN) memiliki peranan strategis untuk menyelesaikan berbagai persoalan perdata dan tata usaha negara yang dihadapi oleh Kementerian ATR/BPN baik selaku tergugat maupun penggugat.

Bahkan dalam proses litigasi persidangan di pengadilan maupun non litigasi di luar sidang, melalui mediasi dan negosiasi dengan cara pemberian legal opinion (pendapat hukum), legal assistance (pendampingan hukum) maupun legal audit (audit hukum).

Juga turut memberikan support dalam tugas dan fungsi Kejaksaaan yakni Pusat Pemulihan Aset pada Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, senantiasa sinergis dalam upaya penelurusan, pengamanan, pemeliharaan, perampasan, dan pengembalian aset terkait tindak pidana dan aset lainnya di dalam maupun di luar negeri.

Burhanuddin pun menginstruksikan dan mengingatkan kepada segenap jajaran Kejaksaan RI untuk meneguhkan komitmen agar sungguh-sungguh dan aktif menjalankan peran, memberikan kontribusi dukungan, perhatian intensif, dengan segenap pikiran, daya dan tenaga untuk keberhasilan pelaksanaan pembangunan menuju ‘Indonesia Maju’.

Menurut dia, hal ini harus sejalan dengan Visi Misi Presiden RI dan petunjuk Jaksa Agung RI dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas, fungsi dan Kewenangan Kejaksaan RI.

"Khususnya dalam hal pembangunan infrastruktur serta penegakan hukum yang harus dapat mendukung investasi," ujar Jaksa Agung.

Terlebih, kata dia, seringkali kebijakan diperlukan untuk menciptakan akselerasi iklim investasi yang kondusif.

Ia pun meminta agar seluruh Kepala Kejaksaan Tinggi dapat mencermati secara saksama beberapa hal sebagai berikut:

1. Hindari kriminalisasi terhadap suatu kebijakan.

2. Pembuat kebijakan (person) dapat dikenakan pemidanaan, apabila tujuan kebijakan tidak tercapai dan dibalik kebijakan tersebut terdapat unsur penyalahgunaan wewenang atau terdapat keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain dan telah menimbulkan kerugian negara.

3. Seorang pejabat yang mengeluarkan suatu kebijakan tidak dapat diminta pertanggungjawaban padanya apabila tujuan dari kebijakan tersebut tercapai dan dibalik kebijakan itu tidak ada kickback-nya.

Ia pun meminta agar seluruh jajaran Kementerian ATR / BPN turut mencermati hal-hal yang diatur oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku agar terhindar dari perbuatan penyalahgunaan kewenangan atau perbuatan lain yang dapat memasuki ranah pidana.

"Sehingga kita harapkan kepentingan publik dalam setiap proses yang berkaitan dengan peran dan fungsi BPN dapat terlayani dengan baik," tutup dia.