Kejagung Geledah Rumah Tersangka Kasus Jiwasraya

:


Oleh Jhon Rico, Jumat, 17 Januari 2020 | 09:11 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 382


Jakarta, InfoPublik- Tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Tim Pelacakan Aset pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah rumah tersangka terkait kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Tim Jaksa Penyidik menggeledah rumah pribadi tersangka S di Duren Sawit, Jakarta Timur pada Kamis (16/1) malam. "Rumah yang beralamat di Jalan Kavling AL, Blok C.1, Nomor 9, Duren Sawit, Jakarta Timur telah didatangi oleh 10 (sepuluh) orang Jaksa Penyidik Tipikor dari Gedung Bundar Kejaksaan Agung RI tersebut merupakan tempat domisili dari tersangka S," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/1/2020).

Menurut dia, penggeledahan dilakukan karena terdapat beberapa barang atau benda yang diduga terkait dengan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT. Asuransi Jiwasraya.

Tim Jaksa Penyidik bersama dengan tim Pelacakan Aset bekerja menyisir dan menggeledah di tempat-tempat yang diduga digunakan untuk menempatkan hasil tindak pidana korupsi.

"Nantinya dapat dijadikan barang bukti sekaligus yang bernilai ekonomis akan dapat digunakan untuk mengembalikan kerugian keuangan negara," ujar dia.

Kejagung pun telah melakukan penggeledahan di dua rumah tersangka lainnya yakni rumah mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Harry Prasetyo dan mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim di daerah Jakarta Pusat.

Sebelumnya, Kejagung menetapkan lima tersangka terkait kasus tersebut. Kelima tersangka yaitu Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro; mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Harry Prasetyo; dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat.

Kemudian, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim dan pensiunan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan. Kelimanya ditahan sejak Selasa (14/1/2020) hingga 20 hari ke depan.

Kasus ini bermula dari adanya laporan yang berasal dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (Rini M. Soemarno) Nomor : SR – 789 / MBU / 10 / 2019 tanggal 17 Oktober 2019 perihal Laporan Dugaan Fraud di PT. Asuransi Jiwasraya.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI pun langsung menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT – 33 / F.2 / Fd.2 / 12 / 2019 tanggal 17 Desember 2019.

Diduga ada penyalahgunaan investasi yang melibatkan grup-grup tertentu (13 perusahaan) yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

Akibat adanya transaksi- transaksi tersebut, PT. Asuransi Jiwasraya sampai dengan bulan Agustus 2019 diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp13,7 triliun.

Potensi kerugian tersebut timbul karena adanya tindakan yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik, yakni terkait dengan pengelolaan dana yang berhasil dihimpun melalui program asuransi JS Saving Plan.

Asuransi JS Saving Plan telah mengalami gagal bayar terhadap klaim yang telah jatuh tempo sudah terprediksi oleh BPK-RI sebagaimana tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan bisnis asuransi, investasi, pendapatan dan biaya operasional.

Hal ini terlihat pada pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi yang dilakukan oleh PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) yang telah banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan high risk (resiko tinggi) untuk mengejar high return (keuntungan tinggi) antara lain, penempatan saham sebanyak 22,4% senilai Rp 5,7 triliun dari aset finansial.

Dari jumlah tersebut, 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik (LQ 45) dan sebanyak 95 persenya ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.

Selain itu, penempatan reksadana sebanyak 59,1% senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, 2 persenya dikelola oleh manager investasi Indonesia dengan kinerja baik (top tier management), dan 98 persen dikelola oleh manager investasi dengan kinerja buruk.