Bawaslu Ingatkan Calon Kepala Daerah Petahana

:


Oleh Eko Budiono, Kamis, 2 Januari 2020 | 13:21 WIB - Redaktur: Noor Yanto - 970


Jakarta,InfoPublik-Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jambi mengingatkan calon kepala daerah (Cakada), khususnya petahana baik Gubernur, Bupati, dan Walikota yang maju Pilkada 2020 untuk tidak sembarangan melakukan pergantian pejabat. 

Penyebabnya, 6 bulan sebelum penetapan calon dilarang melakukan pergantian pejabat. Penetapan calon adalah 8 Juli 2020, maka jika dihitung mundur maka pada 8 Januari sudah tidak boleh melakukan pergantian pejabat.

Menurut Koordinator Divisi Pengawasan, Humas dan Hubal Bawaslu Provinsi Jambi, Fahrul Rozi, pihaknya telah melayangkan surat imbauan bagi petahana maupun bupati dan walikota, yang akan mengikuti Pilgub 2020.

“Dalam tugas Bawaslu itu salah satunya adalah melakukan pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah upaya meminimalisir potensi pelanggaran baik pidana maupun administrasi. Untuk itu, terkait dengan tahapan pencalonan ini, kami melayangkan surat imbauan terkait larangan yang sudah diatur dalam undang-undang terkait soal pergantian pejabat,” kata Fahrul dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/1/2020).

Berdasarkan ketentuan Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, Pasal Pasal 71 ayat (1), Pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon;
Berikutnya, ayat (2) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri; Ayat (3) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih;

Selanjutnya, ayat (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/Walikota; Ayat (5) Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota; dan ayat (6) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Terkait Bupati dan walikota yang akan maju Pilgub 2020, melakukan pergantian pejabat 6 bulan sebelum penetapan calon, menurut Fahrul, berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut, dimana bupati dan walikota dimaksudnya sebagai dari pejabat Negara. Maka, berdasarkan Pasal 188,  masuk dalam kategori pidana pemilihan.

“Kalau petahana yang melakukan pergantian pejabat, maka sanksinya adalah diskualifikasi atau pembatalan sebagai calon. Sedangkan bagi bupati dan walikota yang maju, maka sanksinya adalah pidana pemilihan,” tegasnya.

Diketahui, sesuai pasal 188 yang dimaksud yakni, “Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).”

Selain itu, pada Pasal 190 berbunyi “Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

“Bahwa berdasarkan Pasal 73 ayat (7) Undang–Undang Nomor 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara “Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan,” ungkapnya.


Ia menambahkan, pihaknya juga akan mendirikan posko pengaduan terkait dalam tahapan pencalonan tersebut. 

“Kami juga akan membuka posko pengaduan. Bawaslu juga memberikan akses kepada masyarakat terkait soal pengaduan cepat melakukan sistem Gowaslu,” pungkasnya.

Sebelumnya, Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) RI mengajak masyarakat untuk memperkuat pengawasan dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. 


Menurut Ketua Bawaslu RI Abhan, partisipasi masyarakat dalam mengawasi pilkada dibutuhkan untuk mencegah pelanggaran pilkada seperti politik uang, dan  aparatur sipil negara (ASN) tidak netral.


"Penguatan pengawasan pilkada sebagai upaya untuk menyukseskan pesta demokrasi, dan melahirkan pemimpin daerah yang diinginkan dan dibutuhkan masyarakat," tuturnya. 
 
Ia menegaskan, dukungan masyarakat tidak hanya memperkuat barisan pengawasan pilkada, melainkan pula meningkatkan partisipasi pemilih pada Pilkada 2020.

Komisi Pemilihan Umum (KPU)  akan menggelar Pilkada  2020 di 270 wilayah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota pada Rabu, 23 September.

Sembilan provinsi yang akan menggelar Pilkada 2020 yakni Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu , Kepri, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah.