RUU Provinsi Bali Fokus Kearifan Lokal

:


Oleh Eko Budiono, Senin, 9 Desember 2019 | 10:13 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 154


Jakarta,InfoPublik-Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Akmal Malik mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Bali fokus terhadap kearifan lokal.

"Tentunya tentang kearifan lokal, Bali kan boleh dikatakan punya banyak kearifan lokal. Sepertinya Bali ingin mengeksplore kearifan lokal itu dengan ada payung hukum yang lebih jelas di Undang-Undang-nya," kata Akmal dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (7/12/2019).

Menurut Akmal, regulasi yang mengatur Bali saat ini yakni UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Sehingga, pemerintah Bali menginginkan regulasi yang menyesuaikan Undang-Undang terbaru.

RUU Provinsi Bali juga harus berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan perundangan-undangan yang lebih tinggi dan berkaitan. 

Akmal menuturkan, regulasi yang mengatur Provinsi Bali sejak 1958 itu perlu menyesuaikan dengan kondisi dan Undang-Undang terkini menyangkut pelaksanaan pemerintahan daerah.

"Tinggal nanti mencoba pertajam dan menyesuaikan dengan Undang-Undang yang ada sekarang, menyesuakan dengan Undang-Undang Nomor 23, menyesuaikan dengan Undang-Undang tentangan keuangan daerah, menyesuaikan dengan Undang-Undang lain," ungkapnya.

Menurut Akmal, Kemendagri mendukung usulan RUU tersebut untuk kebaikan tata kelola pemerintahan di daerah. 

Akmal menegaskan, sepanjang RUU Provinsi tidak keluar dari konteks UU Nomor 23/2014, dan tidak menimbulkan konsekuensi keuangan negara.

Nantinya, Bali memiliki budaya dan kearifan lokal yang berbeda dari daerah lain memungkinkan memiliki kewenangannya sendiri.

Dalam UU Nomor 23/2014, Pemerintah Provinsi diberikan kewenangan untuk menata kearifan lokal.

Ia menambahkan, RUU Provinsi Bali harus secara tegas memuat masing-masing kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota dan pemerintah pusat. 

"Jadi mencoba menyinkronkan Undang-Undang Provinsi Bali dengan Undang-Undang yang ada sekarang. Undang-Undang itu lama sekali sudah dari tahun 50-an," pungkasnya.

Sedangkan Gubernur Bali I Wayan Koster mengatakan Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Hukum dan HAM menggolkan RUU Provinsi Bali.

Menurut Koster, berbagai komponen masyarakat Bali sejak tahun 2005 menginginkan agar Provinsi Bali dipayungi dengan undang-undang yang bisa dipakai untuk memperkuat keberadaan Bali dengan kekayaan dan keunikan adat-istiadat, tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal yang telah terbukti menjadi daya tarik masyarakat dunia. 

"RUU Provinsi Bali ini sudah pernah dipaparkan/disosialisasikan di hadapan anggota DPR RI Dapil Bali, anggota DPD RI Dapil Bali, pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Bali, bupati/walikota se-Bali, ketua DPRD kabupaten/kota se-Bali, ketua Lembaga Organisasi Keumatan semua agama se-Bali, dan tokoh masyarakat se-Bali. Pemaparan dan sosialisasi secara terbatas sudah dilaksanakan sebanyak dua kali: tanggal 16 Januari 2019 di Kantor Gubernur Bali dan tanggal 23 November 2019, di Ruang Gajah, Kediaman Gubernur Bali," tuturnya 

Koster menegaskan, semua pihak sangat mendukung dengan tanda tangan dari anggota DPR RI Dapil Bali, anggota DPD RI Dapil Bali, pimpinan DPRD Provinsi Bali, bupati/walikota se-Bali, dan ketua DPRD kabupaten/kota Se-Bali, serta pimpinan lembaga keumatan semua umat beragama, dan rektor perguruan tinggi di Bali.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M. Tito Karnavian menerima aspirasi dari Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Balu, terkait Rancangan Undang-Undang (UU) tentang Provinsi Bali. 

Usulan regulasi itu didorong masuk program legislasi nasional (Prolegnas) dalam rentang 2020-2025.

"Kita juga melihat tidak aneh-aneh, malah banyak menguntungkan dan dilihat dari dasar hukum juga tidak sesuai, ini alasan yang sangat realistis saya kira," ungkapnya. 

Saat ini Provinsi Bali dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur; yang masih berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) dan dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).