Kejati Aceh Selamatkan Keuangan Negara Sebesar Rp 36 Miliar

:


Oleh Jhon Rico, Kamis, 18 Juli 2019 | 21:57 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 492


Jakarta, InfoPublik- Jaksa Penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh menerima pengembalian uang sebesar Rp 36.260.875.000 yang diserahkan oleh PT. Perikanan Nusantara (Perinus).

"Selanjutnya, uang tersebut langsung dititipkan ke rekening penampungan RPL 01 pada Bank BRI Cabang Banda Aceh untuk selanjutnya dijadikan sebagai barang bukti dalam kasus yang melibatkan PT. Perikanan Nusantara (Perinus) ini," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Mukri dalam keteranganya di Jakarta, Kamis (18/7).

Mukri menjelaskan, kasus yang melibatkan PT. Perikanan Nusantara (Perinus) terjadi pada tahun 2017, yaitu ketika Kementerian Kelautan dan Perikanan menganggarkan dana sebesar Rp 131.451.000.000 untuk budidaya kakap putih dengan mengadopsi teknologi industri perikanan di Norwegia dengan sistem KJA offshore di tiga wilayah, yaitu Pangandaran (Jawa Barat), Karimun Jawa (Jepara), dan Sabang.

Khusus untuk Sabang, pagu kegiatan tersebut bernilai Rp 50 miliar yang bersumber dari DIPA Satker Direktorat Pakan dan Obat Ikan pada Dirjen Perikanan Budidaya KKP RI tahun anggaran 2017.

Proyek tersebut dikerjakan oleh PT Perikanan Nusantara (Perinus) Persero dengan nilai kontrak Rp 45.585.100.000.

Dalam pengerjaan proyek ini, PT Perinus mengandeng perusahaan asal Norwegia Aqua Optima AS Trondheim yang bergerak di bidang pengadaan barang dan jasa instalasi di bidang perikanan budi daya.

Namun, jelas Mukri, hasil investigasi Jaksa Penyidik menemukan berbagai dugaan pelanggaran yang tidak sesuai dengan spesifikasi, sehingga KJA tersebut tidak bisa digunakan atau tidak fungsional. Selain itu, pihak rekanan pun tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak, dimana hasil pekerjaan tidak selesai 100 persen.

Selain itu, kata Mukri, ada beberapa hal teknis yang tidak sesuai dengan kontrak yaitu pengadaan kapal operasional yang seharusnya di rakit di Norwey, namun dibuat di Batam, Kepri. Pemasangan keramba pun dipasang oleh orang lokal yang seharusnya teknisi dari Norwey dan setelah dirakit keramba kena arus laut dan hancur sehingga tidak bisa dipakai.

Melihat situasi tersebut, Jaksa Penyidik menemukan dan menyimpulkan bahwa fisik proyek tidak berfungsi dan bermanfaat. Proyek juga belum diserahterimakan dan tujuan dari proyek tidak tercapai.

Selain itu, KJA 1 unit pun hancur dan sudah terpotong-potong sehingha tidak dapat digunakan. Bahkan, work boat yang tidak sesuai dengan spesifikasi serta belum dilakukan “Sea Trial” dan tidak memiliki sertifikat dari lembaga penilai kapal.

"Sehingga memunculkan potensi kerugian negara atas kasus ini antara lain kelebihan bayar kurang lebih Rp 6,7 miliar. JP tidak dicairkan kurang lebih Rp 4,1 miliar, kurang setor denda kurang lebih Rp 2 miliar dan kapal tidak sesuai spesifikasi kurang lebih Rp 12,7 miliar atau apabila di jumlahkan mencapai angka total potensi kerugian negara kurang lebih sekitar Rp 25,5 miliar," kata dia.