Sidang Promosi Doktor Sekjen Kemendagri  Dihadiri Mendagri

:


Oleh Eko Budiono, Selasa, 30 April 2019 | 14:21 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 624


Jakarta,InfoPublik-Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Hadi Prabowo, menempuh sidang promosi doktor (S-3) Ilmu Pemerintahan di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa, (30/4).
 
Hadi Prabowo berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Pengaruh Inplementasi Kebijaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Efektifitas Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia”. Bertindak sebagai promotor dan co-promotor Prof Dr Ermaya Suradinata, Prof Dr Murtir Jeddawi, dan Dr Sampara Lukman MA.
 

Hadi Prabowo menyoroti persoalan pembinaan dan pengawasan (Binwas) terhadap pemerintah daerah (Pemda)  yang membuat pelaksanaan otonomi daerah yang sudah berjalan dua dekade, tidak sesuai yang diharapkan.
 
Berdasarkan hasil penelitian disertasinya, Hadi Prabowo mengidentifikasi empat permasalahan. Pertama, implementasi kebijaksanaan pembinaan dan pengawasan umum dan teknis antara Kemendagri dan Kementerian/Lembaga lain  masih kurang terkoordinasi.
 
Kedua, pembinaan dari pemerintah pusat terhadap pelaksanaan otonomi daerah masih kurang terimplementasi dengan baik. Apalagi Permendagri tentang pembinaan pemerintah daerah (Pemda) masih belum ada
 
Ketiga, pengawasan dari pemerintah pusat terhadap pelaksanaan otonomi daerah juga masih kurang komprehensif yang mengakibatkan masih banyaknya kebocoran di beberapa tempat.
 
“Keempat, implementasi kebijaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan otonomi daerah masih belum memiliki model program yang menjadi pedoman semua pihak,” ujar Hadi, yang menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) di Universitas Diponegoro dan dan magister (S-2) di Universitas Islam Yogyakarta.
 
Hadi mengingatkan, penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembinaan dan pengawasan (Binwas) merupakan amanat dari Pancasila, UUD 1945 Pasal 18, serta UU Nomor. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
 
 Hadi mengatakan, peran Binwas kepada pemda dijalankan Kemendagri selaku koordinator penyelenggaraan pemerintahan di daerah sementara Kementerian/Lembaga pemerintah non-kementerian menjadi pembina teknis. Sedangkan gubernur menjadi wakil pemerintah pusat yang melakukan Binwas terhadap kabupaten/kota.

Dalam disertasinya, Hadi  menilai lemahnya Binwas bisa terlihat dari  kinerja penyelenggaraan pemerintahan, baik provinsi, kabupaten/kota yang cenderung fluktuatif dalam tiga tahun terakhir.
 
Selain itu, bisa dilihat dari pengelolaan keuangan daerah yang walaupun semakin baik, seperti yang ditunjukkan peningkatan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) di provinsi, kabupaten dan kota, namun berbanding  terbalik dengan banyaknya kepala daerah/wakil kepala daerah yang terjerat kasus hukum. Pada periode 2016-2018, terdapat kurang lebih 96 kepala daerah  yang bermasalah hukum, di mana kasus korupsi menjadi kasus yang paling banyak yaitu 43 kasus.
 
Berdasarkan hasil penelitian disertasinya, Hadi mengungkapkan semakin baik pembinaan dan pengawasan terhadap pemda akan semakin efektif pelaksanaan otonomi daerah.
 
“Semakin baik implementasi kebijaksanaan dan pembinaan dan pengawasan akan semakin efektif pelaksanaan otonomi daerah, dan sebaliknya,” katanya.
 
Hadi menyarankan diantaranya perlunya  menetapkan regulasi Permendagri tentang pembinaan dan pengawasan, baik bersifat tahunan maupun lima tahunan. Selain itu, perlu meningkatkan koordinasi Binwas dengan Kementerian dan Lembaga Non-Kementerian untuk menghilangkan ego sektoral.
 
“Saran lainnya meningkatkan peran Kemendagri dalam Binwas secara komprehensif dan terintegrasi,” pungkasnya.

Dalam sidang promosi doktor tersebut dihadiri Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, Prof. Dr. Bahrullah Akbar, MBA, CIPM selaku anggota Tim Penguji yang juga Wakil ketua BPK RI, Ahmad Muqowom selaku Wakil Ketua DPD RI, dan sejumlah pejabat di Kemendagri.