Pejabat Publik Harus Ikuti Norma Etik

:


Oleh Wandi, Rabu, 10 Oktober 2018 | 08:02 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 392


Jakarta, InfoPublik - Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Muhammad Syafi’i mengungkapkan bahwa yang terpenting dalam menyamakan persepsi tentang etika pejabat publik adalah memahami lebih dulu definisi pejabat publik. Menurutnya, seseorang yang belum menjadi pejabat publik, memiliki hak dan kebebasan yang lebih luas ketimbang setelah menjadi pejabat publik.

“Karena begitu dia menjadi pejabat publik, dia diikat oleh aturan-aturan hukum dan norma-norma etis yang itu tidak perlu dia patuhi kalau belum menjadi pejabat publik,” katanya usai menjadi moderator diskusi panel sesi pertama di Seminar Nasional MKD bertema “Peran Lembaga Etik dalam Mengawasi dan Menjaga Perilaku Etik Pejabat Publi”.

Lebih lanjut, legislator yang akrab disapa Romo itu menjelaskan bahwa sebagai pejabat publik memang membutuhkan norma-norma etika. Hal ini dikarenakan atas amanah yang diembannya sebagai pejabat publik. Sebagai pejabat publik, juga ada hal-hal yang masih boleh dilakukannya, dan ada hal-hal yang tidak boleh dilakukannya.

“Dan ini belum menyangkut pada persoalan hukum, karena persoalan etika belum tentu menyentuh persoalan hukum. Tetapi pejabat yang tidak beretika biasanya akan kehilangan kepercayaan publik dan juga dia akan melenceng dari tupoksi yang diembannya ketika dia sudah tidak lagi memegang etika,” tuturnya.

Romo mengutip penjelasan UUD 1945 ketika founding father Indonesia mengatakan, aturan hukum meskipun kurang baik, tapi kalau di tangan orang yang beretika dan bermoral maka hukumnya akan menjadi sangat baik. Sebaliknya ketika aturan hukum yang sangat baik dijalankan oleh orang yang tidak beretika dan tidak bermoral maka menjadi tidak baik.

Hal tersebut, menurut Anggota Komisi III DPR RI itu, karena hukum itu merupakan sesuatu yang mati. Ruhnya dan bagaimana dia dioperasionalkan itu sangat bergantung pada moralitas dan etika yang dimiliki oleh para penegak hukum itu sendiri.

“Karena itu sangat diperlukan pola rekrutmen agar setiap lembaga dan setiap institusi dalam merekrutmen orang-orang yang akan bertugas di lembaga dan institusi itu selalu memiliki kualifikasi pengalaman dan keilmuan, tapi sangat penting memiliki kualifikasi etika,” ungkapnya sembari menyatakan bahwa kesadaran moral masyarakat yang dapat membedakan mana yang dianggap baik dan tidak.

Romo juga menambahkan bahwa semua hal terkait kode etik itu bersumber pada agama. “Karena agama mengatakan inna fii jasadi mudgoh, idza sholuhaat soluha jasada kulluh, wa idza fasadat fasada kulluh. Di dalam diri manusia ada segumpal daging, yang kalau dia baik, maka baiklah seluruh perbuatannya. Kalau dia tidak baik maka rusaklah seluruh perbuataannya,” pesan Romo.

Legislator dapil Sumatera Utara itu menjelaskan mengapa pernyataan tersebut berbunyi demikian, menurutnya karena segumpal daging yang disebut hati itu tidak akan pernah berdusta. “Orang yang tidak baik dan berani pun sebenarnya dia gelisah dengan hatinya, karena hatinya tidak pernah menerima. Nah inilah sebenarnya sumber dari etika itu,” tutup Romo.