Pengaktifan Koopssusgab Tetap Berlandaskan UU TNI

:


Oleh Jhon Rico, Kamis, 17 Mei 2018 | 12:25 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 339


Jakarta, InfoPublik- Ketua Setara Institute Hendardi menjelaskan diaktifkannya kembali Komando Operasi Khusus Gabungan TNI oleh Presiden Jokowi secara prinsipil dapat diterima sepanjang tetap patuh pada ketentuan dalam Pasal 7 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

"Dimana pelibatan TNI bersifat sementara dan merupakan last resort atau upaya terakhir dengan skema perbantuan terhadap Polri yang beroperasi dalam kerangka integrated criminal justice system," kata Hendardi dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik di Jakarta, Kamis (17/5).

Ia juga mengingatkan setiap pihak dapat menahan diri dan cerdas menginterpretasikan perintah Presiden tentang pelibatan TNI, agar tidak membuat kegaduhan baru dan mempertontonkan kesan kepanikan yang berlebihan. Bahkan, tambah dia, perbantuan militer juga hanya bisa dibenarkan jika situasi sudah di luar kapasitas Polri (beyond the police capacity).

Menurutnya, Polisi dan BNPT telah bekerja optimal meringkus jejaring terorisme dan menjalankan deradikalisasi. "Jika membandingkan peristiwa yang terjadi dan peristiwa teror yang bisa dicegah, maka sesungguhnya Polri dan BNPT telah bekerja optimal," ujarnya.

Ia menganggap pengaktifan kembali komando tersebut memang sebagai bagian dari upaya memperkuat kemampuan negara dalam menangani terorisme. Tetapi pemanfaatannya tetap dalam konteks tugas perbantuan terhadap Polri, karena pendekatan non judicial dalam menangani terorisme bukan hanya akan menimbulkan represi massal dan berkelanjutan tetapi juga dipastikan gagal mengikis ideologi teror yang pola perkembangannya sangat berbeda dengan di masa lalu.

Menurut Hendardi, Koopssusgab mesti digunakan untuk membantu dan di bawah koordinasi Polri serta ada pembatasan waktu yang jelas kapan mulai dan kapan berakhir, sebagaimana satuan-satuan tugas yang dibuat oleh negara. Tanpa pembatasan, apalagi di luar kerangka sistem peradilan pidana, Koopssusgab hanya akan menjadi teror baru bagi warga negara. Dengan pola kerja operasi tentara, represi sebagaimana terjadi di masa lalu akan berulang. Cara ini juga rentan menjadi instrumen politik elektoral pada Pilpres 2019.

Ia juga berharap agar Presiden Jokowi dapat mendisiplinkan jajarannya yang mengambil langkah-langkah kontraproduktif dan bertentangan dengan semangat kepatuhan pada rule of law dan penghormatan pada hak asasi manusia. Cara-cara represi justru akan menjauhkan warga dengan Jokowi yang akan berlaga kembali di Pilpres 2019. "Dibanding menghidupkan kembali Komando tersebut, Jokowi lebih baik turut aktif memastikan penyelesaian pembahasan revisi RUU Antiterorisme," kata dia.