Film Penghianatan G 30 S/PKI Tidak Perlu Diperdebatkan

:


Oleh Yudi Rahmat, Senin, 25 September 2017 | 08:57 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 347


Jakarta, InfoPublik - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menegaskan pemutaran kemball Film Penghianatan G 30 S /PKI dan ajakan untuk nonton bareng bagi beberapa institusi merupakan hal yang tidak perlu diperdebatkan.

"Peristiwa 30 September 1965 adalah peristiwa sejarah kelam bangsa Indonesia," kata Wiranto di Jakarta, Minggu (24/9).

Menurutnya, masih banyak peristiwa serupa yang dialami Bangsa Indonesia, seperti pemberontakan DI/TII, pemberontakan PRRI/Permesta, peristiwa Malari, yang semua itu adalah rangkalan fakta sejarah. "Kita tidak mungkln memutar kembali jarum jam dan mengubah fakta sejarah sekehendak kita. Sejarah merupakan perjalanan bangsa yang dapat dijadikan referensi bangsa untuk menatap ke masa depan," tegas Wiranto.

Menonton film sejarah, menurut Wiranto, memang perlu bagi generasi berikutnya untuk memahami sajarah kebangsaan lndonesia secara utuh. "Kita tak perlu malu, marah atau kesal menonton film sajarah. Ajakan atau anjuran menonton tak perlu dipelomikkan apalagi sampai membuat bangsa ini bertengkar dan berselisih. Anjuran Presiden untuk mempelajari sejarah kebangsaan dengan menyesuaikan cara penyajian agar mudah dlpahami oleh generasi milenium, juga merupakan kebijakan yang rasional," ujarnya.

Terkait informasi dari Panglima TNI tentang adanya institusi di luar TNI dan Polrl yang akan membeli 5.000 pucuk sejata standar TNI, menurut Wiranto, itu  tidak pada tempat dihubungkan dengan eskalasi kondisi keamanan. Ternyata adanya komunikasi antar Insitusi yang belum tuntas.

Setelah dlkonfirmasikan kepada Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN dan instansi terkait, terdapat pengadaan 500 pucuk senjata laras pendek buatan Pindad dan bukan 5.000 pucuk, bukan pula standar TNI oleh BIN untuk keperluan pendidikan intelijen. Pengadaan seperti ini izinnya bukan dari Mabes TNI, tetapi cukup dari Mabes Polri. Dengan demikian prosedur pengadaannya tidak secara spesifik memerlukan kebijakan Presiden. "Dengan penjelasan ini diharapkan tidak lagi polemik dan politisasi kedua isu tersebut," tegas wiranto.