Hasil Eksaminasi Komnas HAM Terkait Perkara Labora Sitorus

:


Oleh Jhon Rico, Jumat, 15 Januari 2016 | 08:43 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 364


Jakarta, InfoPublik- Komnas HAM menerima pengaduan dari Labora Sitorus terkait dirinya adalah korban rekayasa proses hukum.

Komisioner Komnas HAM Otto Nur Abdullah menjelaskan berdasarkan pemeriksaan dan perkembangan di lapangan, sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam Pasal 89 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, maka Komnas HAM memutuskan untuk menurunkan Tim Pemantauan ke Sorong pada 19 sampai dengan 21 Februari 2015. "Hal ini dalam rangka melakukan eksaminasi terhadap proses dan putusan hukum atas Labora Sitorus," kata Otto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (14/1).

Menurut Otto, hasil penelitian yang dilakukan tim Komnas HAM terkait berkas-berkas perkara Labora Sitorus ditemukan sejumlah fakta dan data bahwa banyak kesalahan atau kekeliruan dalam proses hukum serta putusan pengadilan terhadap Labora Sitorus. "Hal ini menyebabkan Komnas HAM berpendapat adalah penting untuk membuat eksaminasi terhadap proses hukum dan putusan pengadilan atas perkara Labora Sitorus," kata dia.

Secara keseluruhan, hasil eksaminasi Komnas HAM adalah proses dan putusan hukum Labora Sitorus menunjukan terdapat pola rekayasa dan pemaksaan serta penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan pelanggaran hukum dan HAM. Hal ini ditemukan sejak proses awal sampai proses eksekusi.

Menurut Otto, ditemukan pula rekayasa dan paksaan menjadikan Labora Sitorus sebagai tersangka. Telah terjadi pula apa yang disebut dalam hukum pidana sebagai kesalahan fatal dan serius dalam menetapkan subyek hukum yang dapat diminta pertanggung jawaban pidana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum dengan menetapkan Labora Sitorus sebagai terdakwa dan kemudian memutuskan Labora sebagai terpidana oleh hukum Pengadilan Negri, PT, sampai terakhir dalam putusan MA.

Dengan hasil eksaminasi ini diharapkan sejumlah instansi terkait dan pihak yang berkepentingan untuk diperhatikan dan menjadi dasar untuk mengambil keputusan hukum yang diperlukan, keputusan hukum yang diambil maupun tindakan kebijakan lainnya diharapkan dilakukan berdasarkan temuan–temuan eksaminasi agar tidak terjadi pelanggaran HAM dan hukum berikutnya.

Kasus ini berawal ketika Labora Sitorus memiliki rekening gendut sekitar Rp1,5 triliun. Ini berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Polda Papua langsung memeriksa Aiptu Labora Sitorus, orang yang diduga pemilik rekening gendut itu. Dia disangka memiliki bisnis BBM (bahan bakar minyak) ilegal, penebangan hutan ilegal, dan pencucian uang. Kasus ini juga mencuat, setelah sebelumnya 15 kontainer kayu tertahan di Tanjung Perak, Surabaya. Kayu-kayu ini, ternyata milik perusahaan Labora yang diduga hasil penjarahan hutan.