Hari Tuna Sedunia, Momentum Peningkatan Kualitas dan Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

: Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Budi Sulistiyo (tengah), saat meninjau proses pengolahan ikan tuna di Bali. Foto: HUMAS DITJEN PDSPKP


Oleh Isma, Kamis, 2 Mei 2024 | 15:06 WIB - Redaktur: Untung S - 165


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadikan peringatan Hari Tuna Sedunia sebagai momentum meningkatkan kualitas dan jangkauan pasar komoditas perikanan tersebut.

Langkah itu sekaligus sebagai upaya KKP menjaga keberlanjutan populasi perikanan itu.

"Tuna merupakan salah satu sumber protein hewani terbaik, jadi tentu harus berkelanjutan agar bisa dinikmati oleh generasi saat ini dan masa depan," ujar Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Budi Sulistiyo, melalui keterangan tertulisnya di Jakarta (2/5/2024).

Budi mengatakan KKP telah menggandeng Marine Stewardship Council (MSC), yaitu organisasi non-pemerintah yang turut mendorong pasar produk seafood berkelanjutan, terutama tuna. Salah satu poin yang disinergikan adalah sertifikasi MSC untuk memastikan keberlanjutan stok dan dampak ekosistem yang minimum, serta sertifikasi chain of custody (CoC) untuk memastikan dan menelusuri produk bersertifikasi berasal dari sumber perikanan berkelanjutan.

"Sertifikasi CoC bisa dipenuhi unit pengolah ikan (UPI) jika mereka mengimplementasikan STELINA atau sistem ketertelusuran dan logistik ikan nasional," tutur Budi.

Tak hanya itu, Budi menegaskan komitmen KKP dalam memasarkan produk tuna berkelanjutan. Seperti saat berpartisipasi dalam Seafood Expo North America (SENA) 2024 di Amerika Serikat dan Seafood Expo Global (SEG) 2024 di Spanyol, produk tuna yang dipamerkan telah tersertifikasi dan mengimplementasikan prinsip ketertelusuran dan keberkelanjutan.

Hasilnya, pengunjung SENA terpikat dengan tuna Indonesia yang ditunjukkan dengan capaian nilai transaksi potensial tuna sebesar 50,45 persen atau USD29,50 juta dari total nilai USD58,47 juta selama SENA 2024. Adapun di SEG nilai potensial transaksi tuna sebesar 21,62 persen atau USD13,79 juta dari total nilai USD63,8 juta.

Indonesia sendiri merupakan produsen tuna terbesar di dunia dengan jumlah produksi 2022 sekitar 19,1 persen dari total pasokan tuna dunia. Jumlah produksi tersebut meningkat dan mencapai 1,5 juta ton pada 2023. Nilai ekspor tuna Indonesia (termasuk cakalang dan tongkol) pada 2023 sebesar USD927.2 juta atau 16,47 persen dari total nilai ekspor perikanan Indonesia.

"Artinya konsumen global semakin menyadari pentingnya produk tuna berkelanjutan. Dan kita sampaikan ke dunia, bahwa produk tuna yang dipasarkan dari Indonesia telah menerapkan prinsip-prinsip tersebut," tegasnya.

Agar tuna dari Indonesia semakin dikenal luas, KKP juga telah mencanangkan tahun ini sebagai Tahun Tuna Indonesia 2024. Langkah ini sekaligus sebagai wujud komitmen pemerintah memperkuat daya saing komoditas tuna di pasar global dan domestik dan pengelolaan tuna berkelanjutan.

Karenanya, Budi mengajak masyarakat untuk turut bergerak mengelola tuna secara berkelanjutan. "Kalau kita perhatikan, tuna itu selalu terus begerak dan kalau berhenti akan mati. Makanya, kita juga harus amalkan ilmu tuna yaitu terus berkinerja memaksimalkan potensi yang kita miliki untuk menjaga keberlanjutan tuna," tutupnya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Padjadjaran (Unpad) Yudi Nurul Ihsan, mengakui besarnya potensi tuna di Indonesia. Sebarannya di antaranya ada di Laut Banda, selatan Bali, Jawa, barat Sumatera.

Bahkan menurutnya, Indonesia sangat potensial untuk mengembangkan budidaya tuna dan investasi di ranah tersebut harus didukung.

"Kita punya potensi untuk mengembangkan budidaya tuna, khususnya tuna sirip kuning. Sekitar 2010, pemerintah pernah melakukan uji coba di UPT KKP di Gondol, saya kira ini perlu dibangkitkan lagi dan perlu didukung oleh perbankan, dan investasi dari luar juga cukup bagus," ujar Yudi.

Sebagai informasi, dalam rangka pengelolaan sumberdaya tuna berkelanjutan, khususnya di perairan ZEEI dan Laut Lepas, maka diperlukan pengelolaan bersama antar negara melalui Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs). Indonesia pun terlibat aktif dalam perjanjian keanggotaan penuh di Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) sejak 2007, Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) mulai 2008, dan Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC) diawali 2013. serta kerjasama non-anggota (cooperating non-member) sejak 2013 di Inter-American Tropical Tuna Commission (IATTC).

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono meresmikan pencanangan Tahun Tuna Indonesia 2024 dengan branding Indonesia Seafood; Naturally Diverse - Safe and Sustainable yang diharapkan dapat diimplementasikan melalui sinergi dan kolaborasi seluruh stakeholders dalam rangka memperkuat akses pasar dan manfaatnya, baik bagi masyarakat Indonesia khususnya maupun masyarakat global pada umumnya.