Kampanye Negatif Jadi Tantangan Industri Sawit Nasional

:


Oleh lsma, Jumat, 10 Mei 2019 | 09:02 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 312


Jakarta, InfoPublik - Tantangan terbesar yang dihadapi industri sawit nasional saat ini dan tahun-tahun mendatang adalah kampanye negatif di luar negeri, terutama di kawasan Eropa.

Industri sawit nasional dinilai tidak ramah lingkungan. Hal inilah yang harus disikapi dengan baik oleh semua pemangku kepentingan di industri sawit.

Direktur PT. Dharma Satya Nusantara (DSNG) Jenti mengatakan bahwa kampanye negatif atas sawit Indonesia adalah tantangan yang harus dihadapi.

"Dampak kampanye negatif sawit, otomatis permintaan CPO secara umum berkurang, jadi otomatis mempengaruhi harga, karena secara hukum ekonomi kalau demand berkurang maka harga akan turun," kata Jenti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan PT Dharma Satya Nusantara Tbk Jakarta di Jakarta, Kamis (9/5).

Menurut Jenti, pemerintah juga sebenarnya sudah berusaha melakukan antisipasi atas kampanye negatif sawit Indonesia, melakulannlobi-lobi agar sawit Indonesia tidak di tolak di Eropa.

"Tapi bagi DSN, karena kami tidak langsung ekspor sawitnya, jadi mungkin kampanye negatif itu tidak terlalu bersampak signifikan terhadap perusahaan," ujar Jenti.

Sementara itu, Direktur Utama DSNG Andrianto Oetomo memaparkan bahwa dalam RUPS Tahunan perseroan menyetujui untuk membagikan dividen tunai kepada pemegang saham sebesar Rp 104,6 miliar atau Rp 10 per saham. Total dividen yang dibagikan tersebut mencapai 25% dari laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada tahun 2018 sebesar Rp 420,5 miliar.

Andrianto menambahkan pada tahun 2019, Perseroan akan meningkatkan kapasitas Pabrik Kelapa Sawit (PKS) menjadi 570 ton per jam dari kapasitas tahun 2018 sebesar 510 ton per jam, dengan selesainya satu PKS baru berkapasitas 30 ton per jam dan perluasan kapasitas salah satu PKS lainnya sebesar 30 ton per jam.

Pada tahun ini Perseroan juga membangun Bio CNG-Plant yang mengolah limbah cair PKS menjadi compressed bio-methane gas dengan kapasitas 280 m3 per jam dan tenaga listrik berkapasitas 1,2 megawatt, yang ground breakingnya sudah dilakukan pada akhir tahun 2018.

“Pembangunan Bio-CNG Plant ini sebagai bagian dari kebijakan sustainability Perseroan, yang nantinya akan digunakan untuk menggantikan bahan bakar solar di PKS dan perumahan karyawan di sekitar kebun,” kata Andrianto.

Dalam paparan Public Expose, Perseroan menjelaskan produksi TBS pada kuarta I 2019 sebesar 512 ribu ton, naik 73% dibandingkan kuartal I 2018 sebanyak 296 ribu ton. Sedangkan produksi CPO pada kuartal I 2019 sebesar 129 ribu ton, naik 61% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Kenaikan tersebut disebabkan oleh membaiknya produktivitas kebun sejak beberapa bulan terakhir yang telah kembali seperti produktivitas dua tahun lalu. Selain itu, adanya tambahan produksi CPO dari perusahaan yang diakuisisi Perseroan pada akhir 2018 lalu.

Volume penjualan CPO juga naik dua kali lipat menjadi 166 ribu ton dibandingkan sebesar 82 ribu ton pada kuartal I tahun lalu, seiring kenaikan produksi ditambah dengan penjualan sisa inventory yang sempat tertahan tahun lalu akibat kongesti logistik kapal pengangkut CPO.

Kenaikan tersebut ikut mendongkrak nilai penjualan Perseroan pada kuartal I tahun ini mencapai Rp 1,37 triliun, naik 42% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, meskipun harga rata-rata CPO Perseroan turun sebesar 20% dari Rp 7,7 juta per ton menjadi Rp 6,1 juta per ton. Dari total penjualan tersebut, segmen usaha kelapa sawit memberikan kontribusi sebesar 82%.