Pertumbuhan Ekonomi Pertanian Indonesia 2018 Masih Positif

:


Oleh Baheramsyah, Jumat, 16 Maret 2018 | 09:30 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 949


Jakarta,InfoPublik - Secara global, ada pertumbuhan positif yang  akan berdampak pada sektor pertanian dunia. Hal ini akan berpengaruh positif terhadap pertanian Indonesia.

"Orang harus makan. Apakah orang itu kaya atau miskin. Ini juga akan mempengaruhi perkembangan pertanian Indonesia," kata Bungaran Saragih, mantan Menteri Pertanian era Kabinet Gotong Royong, dalam seminar "Agrina Agribusiness Outlook 2018 yang bertema “Tantangan dan Peluang Agribisnis 2018" di Hotel Santika Taman Mini Indonesia Indah Jakarta Timur, Kamis (15/3).

Bungaran memaparkan, krisis moneter tahun 2008 sangat mempengaruhi negara besar seperti Amerika Serikat (AS), Rusia, Uni Eropa dan Republik Rakyat China (RRC). Namun krisis tersebut tidak berdampak besar terhadap India. Perekonomian tumbuh dengan baik ketimbang negara besar lainnya. Meskipun negara Eropa dan Rusia belum mengalami perbaikan ekonomi yang signifikan.

Namun perekonomian global 2018 menunjukan perbaikan, negara adikuasa Amerika Serikat (AS) bisa keluar dari krisis keuangan yang dialami pada 2008. China juga mulai membaik, ini terlihat pertumbuhan ekonominya yang sudah mencapai 6,5 persen -7 persen. Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut Bank Dunia akan tumbuh 5 persen.

Tantangan negatif, lantaran kebijakan Presiden AS Donald Trump mengarah pada proteksionisme. Eropa dan India juga mengikuti jejak negara AS. “Ini langsung mempengaruhi pertanian Indonesia karena tarif produk sawit Indonesia meningkat 50 persen hingga 100 persen” tandasnya.

"Oleh karena itu pemerintah perlu berhati-hati terhadap gerakan proteksionisme ini. Jangan sampai ini menjadi perang dagang dan permintaan dunia (terhadap produk pertanian) menurun," katanya.

Bungaran menyatakan, negara-negara maju seperti AS, Eropa selama ini selalu mendengungkan pasar bebas, namun kini justru melakukan kebijakan proteksionisme terhadap pasar mereka.

Untuk itu, solusinya harus melakukan tindakan ofensif atau ekspor. Meskipun saat Indonesia tidak melaksanakan hal itu. “Akhirnya lahir konsep swasembada pangan, padahal ini juga salah satu bentuk dari proteksionisme,” jelasnya.

AS merupakan negara pertanian terbesar dunia yang melakukan proteksionisme. Ini secara tidak langsung berdampak kepada Indonesia. “Ini menjadi faktor bahwa kita harus berhati-hati. Parahnya lagi jika proteksionisme berubah menjadi trade war,” pungkasnya.

Bungaran menambahkan, tahun 2018 ini ada Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepal Daerah (Pilkada) yang akan digelar secara serentak di 171 daerah di Indonesia, berdampak positif terhadap sektor pertanian. Ini akan meningkatkan permintaan bahan pangan seperti beras dan daging.

Menurutnya, Pilkada tahun ini justru bagi sektor pertanian menjadi peluang pasar yang baru. “Orang sibuk kampanye dan rapat membutuhkan banyak makanan. Kebutuhn bahan pangan akan meningkat tahun ini,” ujar Bungaran.

Selain itu, katanya, tahun 2019 ada pemilihan legislatif dan Pemilihan Presiden (Pilpres), maka kebutuhan beras dan daging sapi akan naik.

Sementara itu, tiga tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo dalam pembangunan sektor pertanian dari segi anggaran cukup baik.

“Ini menjadi faktor positif, meskipun anggaran Rp 23,8 triiun untuk pertanian dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa itu kecil sekali,” kata Bungaran yang juga Guru Besar di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Namun adanya kebutuhan pangan yang meningkat pada tahun politik. Sementara di satu sisi pasokan tidak mencukupi. “Sehingga pemerintah terpaksa membuka keran impor seperti yang terjadi tahun ini, kita impor beras sekitar 281.000 ton ton,” ungkapnya.

Sementara itu pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira mengatakan, kebijakan proteksinisme yang dilakukan sejumlah negara tersebut menjadi peluang bagi Indonesia untuk mencari pasar baru produk pertanian nasional.

Beberapa negara yang potensial dijadikan pasar baru bagi produk pertanian Indonesia, lanjutnya, seperti Afrika Selatan, kawasan Afrika Utara maupun Eropa Timur.