148 Ribu Nelayan Utara Jawa dan NTB Tidak Melaut, KNT Minta Pemerintah Turun Tangan

:


Oleh Baheramsyah, Kamis, 16 Februari 2017 | 10:09 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 569


Jakarta, InfoPublik - Pemerintah harus turun tangan dalam menyikapi cuaca ekstrem yang melanda sepanjang pesisir. Badai angin dan gelombang pasang yang tingginya mencapai 1 hingga 2,5 meter berdampak besar terhadap kehidupan nelayan tradisional dan masyarakat pesisir.

Ketua Bidang Penggalangan dan Partisipasi Publik Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Misbachul Muni mengatakan, berdasarkan laporan jaringan KNTI di lapangan, sejak awal Februari  2017 lalu gelombang tinggi mencapai lebih dari dua meter melanda pesisir utara Jawa hingga Nusa Tenggara Barat. “Cuaca ini telah mengakibatkan sekitar 16.745 nelayan yang berada di Lombok Barat dan Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat sehingga  tidak bisa melaut. Demikian juga, ribuan nelayan di sepanjang pantai Utara Jawa dalam seminggu tidak bisa melaut karena cuaca ekstrim di musim angin barat ini,” kata Munir dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik , Rabu (15/2).

Munir menambahkan, sepertri di Batang, Jawa Tengah, sekitar 10.000-an nelayan tidak bisa melaut karena gelombang mencapai 1 – 2,5 meter. Di Jawa Timur mulai dari Paciran, Lamongan sebanyak 28.154 nelayan, sedang dari Gresik ada skitar 5.800 nelayan,  di Sidoarjo ada sekitar 1.700 nelayan, sedangkan di Surabaya 2.800 nelayan, Madura lebih dari 80 ribu nelayan, dan dari malang selatan sendang biru kecamatan Sumbermanjing ada 3.589 nelayan tidak bisa malaut sejak 10 hari yang lalu.

“Dan nelayan yang beraktifitas di Selat Madura, sudah 6 hari ini tidak bisa melaut, dangan rata-rata kerugian perhari mencapai Rp.300.000 per nelayannya. Belum termasuk nelayan yang dari Tuban, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Banyuwangi, jember dan di daerah lainnya. Diperkirakan angka ini lebih besar dari total sementara yang mencapai 148.788  nelayan,” ujarnya.

 Sementara Ketua KNTI Surabaya Ahmad Syukron menambahkan, bahwa kelompok perempuan yang paling rentan merasakan dampak dari perubahan iklim karena harus memikul beban berganda yakni sebagai pengelola keuangan dan mencari nafkah dari sumber lain disaat suami tidak bisa melaut. Namun,  UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Nelayan tidak menjawab persoalan mereka. “ KNTI meminta pemerintah menetapkan status bencana nasional untuk memastikan adanya bantuan kepada nelayan tradisional dan masyarakat pesisir baik laki-laki dan perempuan”, tutur Ahmad.

 Ketua KNTI Lombok Timur Amin Abdullah mengatakan, bahwa pemerintah musti bergotong royong untuk memenuhi hak-hak dasar nelayan dalam proses tanggap darurat bencana, dan segera melakukan rehabiltasi dan rekonstruksi paska bencana terhadap sumber-sumber penghidupan nelayan tradisional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Penanggulangan Bencana dan Undang-Undang Perlindungan Nelayan. “Nelayan terpaksa berhenti melaut akibat tingginya gelombang dalam satu minggu terakhir yang diperkirakan akan berlangsung hingga dua bulan kedepan. Disaat tidak bisa melaut, para keluarga nelayan tidak mendapatkan pemasukan ekonomi apapun dan seringkali keluarga nelayan terjerat utang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari”, pungkas Amin.