Kementan: Penyebab Stunting Bukan Hanya Karena Faktor Ekonomi

:


Oleh Baheramsyah, Kamis, 5 Juli 2018 | 21:08 WIB - Redaktur: Juli - 608


Jakarta,InfoPublik  - Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar 2013, sekitar 37,2 persen balita di Indonesia menderita stunting. Ini tidak hanya terjadi pada golongan ekonomi bawah, juga pada golongan ekonomi atas, walaupun secara persentase  golongan ekonomi bawah lebih besar.

Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriad mengatakan, kejadian stunting bukan karena faktor ekonomi semata, tapi juga dipengaruhi faktor lain.

Disebutkan terdapat tiga kelompok penyebab stunting: (1) Basic causes (kondisi sosial, ekonomi dan politik; akses rumah tangga ke fasilitas pendidikan, pekerjaan dan lembaga finansial); (2) Underlying causes (kerawanan pangan rumah tangga, lingkungan rumah tangga yang tidak sehat, dan kurangnya layanan kesehatan); dan (3) Immediate causes (kurangnya asupan makanan dan penyakit).

"Peran Kementerian Pertanian dalam penanganan stunting difokuskan pada basic causes dan underlying causes. Melalui terobosan kebijakan untuk mewujudkan kedaulatan pangan sekaligus kesejahteraan petani, Kementerian Pertanian telah berhasil mewujudkan swasembada di berbagai komoditas," kata Agung dalam Lokakarya Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) XI di Jakarta, Kamis (5/7).

Agung juga menjelaskan,  penanganan stunting memerlukan upaya percepatan penganekaragaman konsumsi pangan, salah satunya harus didukung akses yang memadai terhadap keanekaragaman.

Untuk meningkatkannya, Kementan mengembangkan program Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera atau dikenal dengan program “Bekerja”.  Program ini dilaksanakan untuk meningkatkan akses masyarakat kepada pangan yang beragam melalui pengembangan lahan pekarangan untuk produksi sayuran; usaha peternakan rumah tangga; tanaman hortikultura dan tahunan; dan kelembagaan usaha tani secara berkelompok.

"Melalui program ini, rumah tangga miskin ditingkatkan kapasitasnya untuk mengelola usaha yang dapat meningkatkan pendapatannya," ujar Agung.

Program Kementan di antaranya adalah program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), Kawasan Mandiri Pangan (KMP), dan Lumbung Pangan Masyarakat (LPM). KRPL bertujuan untuk optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan dan gizi keluarga serta pendapatan secara berkelanjutan.

KRPL memberdayakan kelompok wanita/masyarakat lainnya dengan kelompok sasaran pada tahun 2018 sebanyak 2.300 kelompok. Kegiatan KRPL meliputi: (1) Kebun bibit desa demplot; (2) Pengembangan lahan pekarangan; (3) Pengembanan kebun sekolah; dan (4) Pengolahan hasil pekarangan (Menu B2SA).

KRPL dapat mengurangi pengeluaran pangan sebesar Rp750 ribu – Rp1,5 juta per bulan, mendukung diversifikasi pangan berbasis pangan lokal, meningkatkan ketahanan dan kemandirian pangan keluarga, konservasi sumberdaya genetik lokal (lebih dari 300 komoditas), serta mengurangi jejak karbon dan emisi dengan target  penurunan 29 persen pada 2030.

Kementan melalui BKP juga melaksanakan program Kawasan Mandiri Pangan (KMP), yang meliputi penguatan kelembagaan, pemberdayaan masyarakat dan optimalisasi dukungan lintas sektor. Pada 2018, kegiatan KMP dilaksanakan di 20 kabupaten dan ditargetkan untuk dapat dilaksanakan di 60 kabupaten pada 2019.

Lumbung Pangan Masyarakat (LPM) bertujuan untuk mengembangkan cadangan pangan masyarakat. Sasaran kegiatan LPM adalah lumbung yang sudah dibangun di daerah rawan pangan dimana pada 2019 ditargetkan jumlah LPM mencapai 1.315 unit.