Bupati Inhil Komit Cegah Tindakan Korupsi

:


Oleh Prov. Riau, Kamis, 12 Oktober 2017 | 19:48 WIB - Redaktur: Tobari - 332


Tembilahan, InfoPublik - Bupati Indragiri Hilir (Inhil), Riau, HM Wardan berkomitmen melakukan pencegahan tindakan korupsi terhadap seluruh jajarannya.

Pernyataan tersebut dilontarkan Bupati saat membuka resmi sosialisasi gratifikasi di lingkungan Pemkab Inhil tahun 2017, di Gedung Engku Kelana Jalan Baharuddin Yusuf, Tembilahan, Kamis (12/10).

Menurutnya, hal itu sebagai tindaklanjut pernyataan komitmen penerapan pengendalian gratifikasi oleh Pemkab Inhil bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebelumnya telah ditetapkan Perbup nomor 35 tahun 2016 tentang pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemkab Inhil, dan surat keputusan Bupati Indragiri Hilir nomor: KPTS.334/V/HK-2017 tanggal 30 Mei 2017 tentang pembentukan unit pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemkab Inhil tahun 2017.

"Tujuannya baik, yakni untuk mengefektifkan pencegahan korupsi melalui sistem pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemkab Inhil," kata Wardan.

Untuk mencegah gratifikasi itu perlu komitmen dan integritas semua pihak. Untuk itu perlu meningkatkan pemahaman dan kesadaran pelaporan gratifikasi, membentuk lingkungan baik instansi maupun organisasi yang sadar dan terkendali dalam penanganan gratifikasi, mempermudah pelaporan atas penerimaan gratifikasi.

Biasanya, ada 3 alasan yang mendorong seseorang melakukan korupsi. Pertama karena adanya peluang ini bisa terjadi yang disebabkan lemahnya sistem, kedua keserakahan dan kebutuhan karena gaya hidup dan hutang banyak, dan ketiga pembenaran karena alasan membahagiakan keluarga.

Kemudian yang tidak kalah penting, penilaian masyarakat bahwa seseorang dianggap berhasil diukur berdasarkan materi, walaupun jabatannya tinggi ataupun pintar kalau tidak kaya tidak dianggap.

Sementara mengenai gratifikasi, secara umum memiliki pengertian pemberian dalam arti luas pada dasarnya tidak dilarang, namun gratifikasi bagi penyelenggara negara dan ASN yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban ataupun tugasnya, merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang diatur dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Yang jelas, mengenai hal ini perlu adanya sistem untuk mengendalikan penerimaan gratifikasi secara transparan dan akuntabel, melalui serangkaian kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif lembaga pemerintah, dunia usaha dan masyarakat sipil. Pada intinya, gratifikasi ini merupakan akar korupsi," tegasnya.

Lebih lanjut Bupati memaparkan, sanksi hukum kepada ASN yang menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya serta berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya itu bakal dipidana maksimal seumur hidup atau penjara 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun, dengan pidana denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar sesuai dengan Undang-Undang tindak pidana korupsi nomor 20 tahun 2001 pasal 12 huruf b.

"Jadi, tujuan penyelenggaraan sosialisasi ini adalah untuk meningkatkan pemahaman ASN terkait dengan produk hukum daerah tentang pengendalian gratifikasi yang diharapakan akan bermuara pada kepatuhan terhadap pelaporan gratifikasi,"  tuturnya.

Perlu untuk diketahui, kegiatan sosialisasi gratifikasi tersebut menghadirkan seorang narasumber dari KPK yakni Deputi bidang Pencegahan Sirektorat Gratifikasi, Widyanto Eko Nugroho dan Kurniawantiningrum Raharjo. (MC Riau/zul/toeb)