Kerugian dan Kerusakan Banjir Bandang Capai Rp288 Milyar

:


Oleh H. A. Azwar, Rabu, 19 Oktober 2016 | 08:54 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 1K


Jakarta, InfoPublik - Pasca bencana banjir bandang September 2016 lalu menyisakan berbagai tantangan yang perlu ditangani secara bersama. Sinergi pemerintah, masyarakat sipil dan dunia usaha pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi (rehab-rekon) paling tidak dapat meringankan beban masyarakat Garut pasca bencana.

Total estimasi kerusakan dan kerugian pasca bencana banjir bandang Garut mencapai Rp288 milyar. Nilai tersebut berasal dari kajian penilaian di lima sektor yaitu permukiman, infrastruktur, sosial, ekonomi dan lintas sektor. Sektor permukiman dengan sub-sektor perumahan dan prasarana lingkungan memiliki nilai kerusakan dan kerugian sekitar Rp83 milyar, ungkap Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Selasa (18/10).

Menurutnya, persoalan yang sangat mendasar adalah pendanaan terhadap proses rehab-rekon tersebut. Pemerintah daerah memperkirakan skema pendanaan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) namun tentu jumlah yang dianggarkan mencukupi total nilai kerusakan dan kerugian.

Dunia usaha atau pun Badan Usaha Milik Negara maupun masyarakat dapat berperan untuk mendukung proses rehab-rekon tersebut, seperti pasca bencana Banjarnegara dan Purworejo. Dunia usaha dan masyarakat terbukti mampu untuk mempercepat proses rehab-rekon pascabencana. Di sisi lain, pemahaman warga yang terdampak atau pun mereka yang berada di kawasan rawan sangat dibutuhkan untuk mempercepat proses rehab-rekon, ujar Sutopo.

Sementara, Sekretaris Daerah Kabupaten Garut Iman Alirahman mengatakan bahwa aparatnya mengalami kesulitan untuk meyakinkan warga pindah.

Sekalipun diberi rumah, mereka memaksakan untuk membangun kembali rumahnya di lokasi terdampak, kata Iman yang menghadiri Rapat Koordinasi Rencana Aksi Rehab-Rekon Pasca bencana Banjir Bandang Garut di Graha BNPB, Jakarta Timur, Selasa (18/10).

Pemerintah Kabupaten Garut menghadapi tantangan bahwa kawasan Garut 81% merupakan kawasan hutan lindung sedangkan sisanya kawasan yang dapat dibudidayakan. Penataan kawasan menjadi problematik, khususnya terkait dengan pemukiman warga terdampak dan peghidupan. “Relokasi tidak hanya berdasarkan jumlah rumah yang akan dibangun tetapi juga penentuan kawasan yang aman,” beber Iman.

Selain itu, Pemerintah Pusat telah berkomitmen pada penyediaan dua tower rumah susun berkapasitas masing-masing 70 KK dan 50 unit dengan skema rumah khusus.

Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB Harmensyah menekankan pada aspek build back better and safer. “Konteks tersebut tidak hanya dilihat pada aspek fisik atau struktur bangunan tetapi juga aspek sosial, seperti tidak menimbulkan kecemburuan, dan prosesnya disinkronkan dengan kearifan local,” kata Harmensyah seraya menambahkan perlu ada kebijakan siapa yang akan menempati rumah susun dan rumah khusus.

Berdasarkan Surat Keputusan Bupati, data pengungsi yang terdampak banjir bandang berjumlah 787 KK (2.525 jiwa) dan data rumah rusak berjumlah 2.529 unit dengan rincian 830 rusak berat, 473 rusak sedang, dan 1.226 rusak ringan.

Rehab-rekon pascabencana banjir bandang Garut ini akan berlangsung selama tiga tahun, dari 2016 hingga 2018. Setelah tiga tahun, nantinya pembiayaan dianggarkan pada APBD Pemerintah Kabupaten Garut. Namun demikian tidak tertutup kesempatan terhadap berbagai pihak untuk bersinergi mempercepat proses rehab-rekon Garut.