PP Muhammadiyah: LGBT Tidak Dibenarkan Ada di Indonesia

:


Oleh H. A. Azwar, Selasa, 26 Januari 2016 | 13:52 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 904


Jakarta, InfoPublik - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menilai fenomena lesbian, gay, bisexual and transgender (LGBT) merupakan pertanda kebebasan Hak Asasi Manusia (HAM) dan gaya hidup liberal-sekular mulai merasuki dunia pendidikan.

"Apalagi jika lesbian, gay, bisexual dan transgender itu telah menjadi gerakan sosial yang dikonstruksi dalih hak asasi manusia," kata Haedar di Jakarta, Selasa (26/1).

Haedar menegaskan lesbian dan gay tidak dibenarkan di Indonesia karena Indonesia bukanlah negara sekuler. “Indonesia, negara berfalsafah Pancasila yang sila pertamanya jelas menegaskan Ketuhanan Yang Maha Esa,” tegas Haedar.

Menurutnya, di Indonesia, agama menjadi sumber nilai utama kehidupan bangsa yang juga merupakan mayoritas Islam. “Oleh karena itu, kami mengimbau pihak kampus di Indonesia harus memiliki koridor kehidupan berbasis Pancasila dan Agama agar terhindar dari paham-paham menyimpang,” ujarnya.

Haedar juga menyerukan kepada seluruh warga Muhamamdiyah tetap istiqomah membangun kehidupan yang berpedoman pada nilai-nilai agama. Selain itu kepada seluruh sekolah mulai dari sekolah tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi yang ada di dalam naungan Muhammadiyah mewaspadai masuknya pemikiran dan ideologi yang bertentangan dengan ajaran Islam dan kebangsaan.

Kepada para tokoh kami minta tetaplah menghormati ajaran agama dan Pancasila. Janganlah terpaku dan bersikeras memperjuangkan nilai kebebasan yang seolah tanpa batas itu. "Sebab, bila nilai tersebut diterapkan di sini maka yang hadir hanyalah bencana bagi bangsa ini, khususnya umat Islam Indonesia," pesan Haedar.

Ia pun mengakui saat ini memang terlihat ada upaya yang keras untuk menyebarkan paham liberalisme-sekularisme secara kebablasan. Kebebasan yang mereka agungkan merebak ke mana-mana dan dilakukan dengan menafikan nilai ajaran agama. Bahkan, gerakan ini mencoba secara serius menyebarkan paham bahwa ajaran agama itu tak sesuai dengan HAM, berkonotasi kumuh, tak sesuai dengan kehidupan moderen, terbelakang, dan kuno.

"Kami paham mengapa para penganut liberalisme bersikap seperti itu. Sebab, paham ini muncul sebagai sikap anti agama yang dulu hadir di Eropa. Dan sayangnya banyak di antara sebagian umat Islam juga larut dalam paham ini. Entah karena genit atau karena dilakukan sebagai sikap sengaja karena mereka sudah memilih menjadi pengikut pemikiran ini," ujarnya.

Kepada para orang tua, Haedar meminta agar berhati-hati dan senantiasa memberikan perhatian kepada anak-anaknya. “Ini pelajaran dan peringatan penting bagi para orang tua dan institusi keluarga agar lebih perhatian terhadap anak-anaknya,” kata Haedar.

Haedar menjelaskan, orang tua berkewajiban memberikan pendidikan kepada anak agar mereka tidak salah memilih jalan hidup. Terutama, orang tua harus bisa memberikan pendidikan agama, akhlak, dan nilai-nilai hidup yang luhur terhadap anak. 

Penanaman nilai agama, pengawasan yang positif, dan pola asuh terhadap anak harus ditingkatkan. Orang tua harus selalu mendampingi anak dalam setiap pertumbuhannya. "Anak, tidak boleh dibiarkan tumbuh sendiri, apalagi di tengah gempuran media elektronik dan media sosial yang serba bebas seperti sekarang ini. Jangan mengurusi anak sekadar lahir dan materi belaka," pungkas Haedar.