Tradisi Manampuang di Sitingkai, Cara Berbeda Pembagian Daging Kurban

:


Oleh MC KAB AGAM, Senin, 3 Agustus 2020 | 10:42 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 271


Agam, InfoPublik - Masyarakat Jorong Sitingkai, Nagari Koto Rantang, Kecamatan Palupuah, Kabupaten Agam punya cara tersendiri memaknai momen perayaan Iduladha.

Selain sebagai ibadah keagamaan, penyelenggaraan penyembelihan hewan kurban sekaligus menjadi ajang untuk mempererat tali silaturahmi serta memupuk rasa kebersamaan dengan cara menjaga kearifan lokal.

Ba’da Dzuhur, tampak ratusan masyarakat berjejer di sepanjang jalan Jorong Sitingkai. Tidak pandang bulu, semua lapisan masyarakat membaur jadi satu. Di hadapan mereka tampak kantong kosong yang siap diisi daging kurban. Sementara itu, sejumlah panitia kurban sibuk mengisi kantong tersebut satu per satu.

Kehadiran masyarakat di sepanjang jalan tersebut bukan hanya sekali itu saja, namun sudah berlangsung dari tahun ke tahun saat pelaksanaan ibadah kurban.

Masyarakat menamai aktivitas tersebut dengan manampuang. Manampuang merupakan aktivitas pengambilan daging kurban yang sudah menjadi tradisi turun-temurun masyarakat setempat.

“Manampuang merupakan kearifan lokal kami di sini, tradisi ini sudah berlangsung sejak dahulunya,” ujar salah seorang tokoh pemuda Sitingkai, Afriadil, Sabtu (1/8/2020

Jorong Sitingkai, selama ini pembagian daging kurban tanpa menggunakan kupon. Hal itu dimaksudkan agar masyarakat setempat terpancing untuk mendatangi lokasi pembagian daging kurban.

“Kalau pakai kupon, tentu tidak semua masyarakat yang datang, hanya perwakilan saja. Jadi kalau dengan cara menampuang seluruhnya akan datang, baik anak-anak maupun orang tua,” lanjutnya.

Mengapa dikatakan menampuang, katanya, karena sistem pembagian daging dilakukan dengan cara dibagikan oleh panitia, masyarakat menerimanya dengan cara menampungkan kantong masing-masing.

“Jadi di lokasi, masyarakat berdiri berjejer di dua sisi jalan, masyarakat mempersiapkan kantong masing-masing, lalu panitia berjalan di tengah untuk memasukan daging tersebut ke kantong-kantong,” tuturnya.

Menurutnya, masyarakat tidak pernah protes dengan daging apapun yang didapat. Sampai saat ini, tidak pernah ada kericuhan saat pembagian daging kurban, sebab semua yang datang dapat jatah daging kurban sama banyak.

Dikatakannya, tradisi tersebut dilakukan untuk memupuk rasa kebersamaan di tengah masyarakat. Selain itu, juga untuk menyemarakkan perayaan Iduladha dengan tetap mempertahankan kearifan lokal.

“Ya terkadang masyarakat tidak sempat jalang manjalang (bertamu) ke rumah masing-masing, jadi di lokasi manampuang masyarakat saling bersilaturahmi,” imbuhnya. (MC Agam/Eyv)