Indikator Ekonomi Kuat, Rupiah Perlahan Bangkit

:


Oleh Taofiq Rauf, Senin, 10 September 2018 | 18:02 WIB - Redaktur: Elvira Inda Sari - 430


Jakarta, InfoPublik - Setelah beberapa hari mengalami tekanan oleh dolar Amerika Serikat (AS), nilai rupiah perlahan bangkit. Kamis (6/9/2018) menunjukkan rupiah menguat ke posisi Rp14.875 per dolar AS, dari posisi terendah Rp14.989 per dolar AS pada Senin (3/9/2018). Sementara mengacu pada Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, pada Kamis (6/9/2018) Rupiah bahkan berada di level Rp14.891 per dolar AS.

Meskipun bergerak perlahan, kondisi ini sesungguhnya tak perlu dikhawatirkan karena sejumlah indikator ekonomi nasional masih dalam kondisi yang kuat dan aman. Salah satunya adalah tingkat inflasi yang masih rendah yakni 3,2%.

Hal ini dikatakan Kepala Departemen Internasional Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir saat Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema "Bersatu untuk Rupiah", bertempat di Ruang Serba Guna Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (10/9/2018).

Menurut Simorangkir saat ini yang justru harus diwaspadai oleh pemerintah adalah iklim global yang penuh ketidakpastian. Situasi ini dikhawatirkan bisa memicu terjadinya capital outflow.

“Fenomena ketidakpastian ini memang fenomena global. Di Argentina kondisi ketidakpastian global telah memicu terjadinya krisis menjadi lebih berat.  Dari awal Januari sampai Jumat (7 September 2018,red), mata uang Argentina terdepresiasi 49,62 persen. Kalau turki 40,7 persen depresiasinya. Coba bandingkan dengan kita, depresiasi hanya mines 8,5 persen,” tegasnya.

Hal lain yang perlu diwaspadai pemerintah, lanjut Iskandar adalah kondisi neraca perdagangan. Hal ini terkait sejumlah kebijakan pemerintah AS yang mencetak lebih dari USD8 miliar pada 2008. Dimana diikuti kebijakan penaikan tarif yang berdampak pada menurunnya perdagangan dunia.

“Akibat volume perdagangan dunia menurun ekspor kita melambat. Apalagi CPO,” katanya.

Untuk mendorong kepercayaan masyarakat pada rupiah, Iskandar mengatakan, pemerintah telah menerbitkan kebijakan kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) impor.  Disamping itu, pemerintah juga akan terus mendorong penggunanan komponen lokal untuk proyek-proyek infrastruktur untuk mengurangi beban impor.

“Sejumlah kebijakan untuk mendorong ekspor juga telah diterbitkan, antara lain sistem OSS dan pos border,” katanya.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) selaku lokomotif keuangan nasional juga tak tinggal diam menghadapi situasi ketidakpastian ekonomi dunia. Setidaknya BI telah menerapkan tiga bauran kebijakan, yaitu kebijakan moneter, kebijakan mitigasi, dan kebijakan menaikan suku bunga, di mana ketiganya dimaksudkan untuk menstabilitaskan situasi ekonomi dalam negeri.

"Situasi yang kita hadapi memang situasi yang belum pasti. Kita harus selalu waspada. Yang perlu dilihat bahwa otoritas terkait, baik pemerintah, BI, dan OJK tidak tidur, terus berkoordinasi sehingga langkah-langkah stabilisasi terus berjalan," ujar Kepala Departemen Internasional Bank Indonesia Doddy Zulverdi, di tempat yang sama.

Maka itu, tegasnya dirinya meminta masyarakat tetap tenang, dan tak perlu khawatir. “kita ikut konversikan uang kita ke valas, menggunakan produk dalam negeri, lalu untuk liburan keluar negeri kurangi dahulu. Intinya, tolong berbagai pihak masyarakat membantu mencoba mengurangi dominasi dolar," tandas Doddy.

Beberapa sektor lain juga mengambil tindakan “melindungi” rupiah. Pariwisata misalnya, pemerintah pada 18 Agustus lalu telah memutuskan memberikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pariwisata kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan tarif 7%.

“Saya yakin dengan bersama-sama dengan masyarakat, dengan pemberitaan yang seimbang, saya yakin masyarakat percaya ekonomi solid sehingga nilai tukar kita menjadi seimbang,” tutup Iskandar Simorangkir.