BMKG: 22,8 Persen Wilayah Indonesia April 2021 Masuk Musim Kemarau

:


Oleh Dian Thenniarti, Jumat, 26 Maret 2021 | 14:30 WIB - Redaktur: Untung S - 1K


Jakarta, InfoPublik - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperediksikan Musim Kemarau 2021 akan mulai terjadi pada April 2021 di 22,8 persen Zona Musim (ZOM) yaitu beberapa zona musim di Nusa Tenggara, Bali, dan sebagian Jawa.

"BMKG memprediksi peralihan angin monsun akan terjadi pada akhir Maret 2021 dan setelah itu Monsun Australia akan mulai aktif. Karena itu, Musim Kemarau 2021 diprediksi akan mulai terjadi pada April 2021," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati sebagaimana yang dikutip Infopublik.id pada laman www.bmkg.go.id, Jumat (26/3/2021).

Dwikorita mengatakan, April sampai Mei 2021 merupakan masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau (masa pancaroba) meski sejumlah daerah mulai memasuki musim kemarau namun tidak serentak.

Lebih lanjut Ia menjabarkan, sejumlah wilayah yang akan memasuki musim kemarau pada April 2021 yaitu wilayah Nusa Tenggara dan Bali, lalu wilayah Jawa, kemudian sebagian Kalimantan dan Sulawesi pada Mei hingga Juni 2021.

Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal menjelaskan, dari total 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 22,8 persen diprediksi akan mengawali Musim Kemarau pada April 2021, yaitu beberapa zona musim di Nusa Tenggara, Bali, dan sebagian Jawa.

Kemudian 30,4 persen wilayah akan memasuki Musim Kemarau pada Mei 2021, meliputi sebagian Nusa Tenggara, sebagian Bali, Jawa, Sumatera, sebagian Sulawesi, dan sebagian Papua.

Sementara itu, sebanyak 27,5 persen wilayah akan memasuki Musim Kemarau pada Juni 2021, meliputi sebagian Sumatera, Jawa, sebagian Kalimantan, sebagian Sulawesi, sebagian kecil Maluku, dan Papua.

"April - Mei merupakan masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau, oleh karena itu perlu diwaspadai potensi hujan lebat dengan durasi singkat, angin kencang, puting beliung dan potensi hujan es yang biasa terjadi pada periode tersebut," himbau Herizal.

Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologis Awal Musim Kemarau pada periode Tahun 1981-2010, maka awal musim kemarau Tahun 2021 di Indonesia diperkirakan MUNDUR pada 197 ZOM (57,6 persen), SAMA pada 97 ZOM (28,4 persen), dan MAJU pada 48 ZOM (14,0 persen).

Selanjutnya, apabila dibandingkan terhadap rerata klimatologis akumulasi curah hujan musim kemarau (periode Tahun 1981-2010), maka secara umum kondisi musim kemarau Tahun 2021 diprakirakan NORMAL atau SAMA dengan rerata klimatologisnya pada 182 ZOM (53,2 persen).

"Musim kemarau pada tahun 2021 akan datang lebih lambat dengan akumulasi curah hujan yang mirip dengan kondisi musim kemarau biasanya. Artinya musim kemarau 2021 cenderung normal dan kecil peluang terjadinya kekeringan ekstrem, seperti musim kemarau pada tahun 2015 dan 2019 yang lalu," ujar Herizal.

Selanjutnya sejumlah 119 ZOM atau sebanyak 34,8 persen akan mengalami kondisi kemarau ATAS NORMAL (musim kemarau lebih basah, yaitu curah hujan musim kemarau lebih tinggi dari rerata klimatologis) dan 41 ZOM atau 12 persen akan mengalami BAWAH NORMAL (musim kemarau lebih kering, yaitu curah hujan lebih rendah dari reratanya).

Menghadapi musim kemarau 2021, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, Dodo Gunawan menyatakan, perlu mewaspadai wilayah-wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih awal dibanding wilayah lainnya seperti di sebagian wilayah Sumatera bagian utara, sebagian kecil Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan sebagian Sulawesi.

Peningkatan kewaspadaan dan antisipasi dini juga perlu ditingkatkan untuk wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau lebih kering dari normalnya yaitu di Aceh bagian tengah, sebagian Sumatera Utara, Riau bagian utara, Sumatera Barat bagian timur, Jambi bagian barat dan timur, Bengkulu bagian utara, Jawa Barat bagian tengah, sebagian Jawa Timur, sebagian Bali, dan Sulawesi Selatan bagian selatan.

Puncak Musim Kemarau 2021 diprediksi terjadi pada Agustus 2021. Karena itu Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat diharapkan untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan, dan rawan terjadi kekurangan air bersih.

"Memasuki masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau, Pemerintah Daerah dapat lebih mengoptimalkan penyimpanan air untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan," tambah Dodo.