Posisi Pemerintah Aceh dalam Pengelolaan KEK Arun Perlu Dikuatkan

:


Oleh Media Center Aceh, Kamis, 16 Maret 2017 | 14:57 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 449


Banda Aceh, InfoPublik - Panitia Tim Percepatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe menegaskan pentingnya penguatan posisi Pemerintah Aceh dalam pengelolaan KEK ini.

Hal itu dikatakan dalam pertemuan dengan para wartawan di Banda Aceh, Rabu 15 Maret 2017, menyikapi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe yang ditanda tangani Presiden Jokowi pada 17 Februari 2017 lalu.

Tim Percepatan Pembangunan KEK Arun Lhokseumawe menilai, isi PP tersebut melemahkan posisi Pemerintah Aceh dalam mendapatkan hak kelola KEK. Hal itu dikarenakan perubahan status pengusul KEK dari Pemerintah Aceh ke konsorsium yang dipimpin oleh Pertamina.

Padahal, dengan menjadi pengusul KEK, Pemerintah Aceh akan memiliki peluang bagus yang dapat dijadikan pengaruh untuk memperoleh nilai tawar lebih tinggi saat melakukan negosiasi dengan mitra strategis seperti PT Pertamina, PT PIM, PT Pelindo 1 dan investor strategis lainnya.

Selaku pengusul Pemerintah Aceh juga memiliki kewenangan untuk menunjuk perusahaan pengelola dan mitra strategis yang kepemilikan sahamnya dibatasi untuk jangka waktu tertentu.

Anggota Tim Percepatan Pembangunan KEK Arun Lhokseumawe, Fathurrahman, dalam penjelasannya dihadapan wartawan mengatakan, kronologis awal dibentuknya KEK Arun Lhokseumawe sebenarnya didasarkan pada kesimpulan rapat terbatas tanggal 7 Agustus 2015 antara Presiden Joko Widodo dengan Pemerintah Aceh.

“Pada kesempatan tersebut Presiden menyetujui konsep Pemerintah Aceh untuk menjadikan aset eks kilang LNG Arun sebagai modal awal bagi pemerintah, Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dan Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam Badan Usaha Pengelola KEK Arun Lhokseumawe,” ujarnya.

Namun, keluarnya PP Nomor 5 Tahun 2017 justru dinilai tidak sesuai dengan kesimpulan rapat terbatas tanggal 7 Agustus 2015, karena dalam PP tersebut menyatakan pengusul KEK oleh konsorsium yang dipimpin oleh PT Petamina.

“Kebijakan menyangkut pengusulan KEK ini tiba-tiba berubah setelah Gubernur Zaini Abdullah mengambil cuti. PLT Gubernur Aceh, tanpa melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan gubernur definitif mengubah kebijakan pengusulan KEK dengan menarik kembali pengusulan oleh Pemerintah Aceh dan merekomendasikan Konsorsium Perubahan pengusul dari Pemerintah Aceh ke Konsorsium yang dipimpin oleh Pertamina sebagai pengusul KEK,” katanya.

Padahal, secara ekonomi konsep pengembangan KEK diupayakan oleh Pemerintah Aceh akan mampu menjadi penggerak ekonomi utama di Aceh. Total investasi yang akan masuk ke KEK diperkirakan mencapai 3,54 miliar dolar AS.

Dengan jumlah potensi investasi sebesar itu diperkirakan KEK akan mampu menciptakan lapangan kerja langsung bagi sekitar 30.000 orang.  Kegiatan ekonomi yang akan dikembangkan di kawasan KEK juga akan menimbulkan multiplier effect yang akan menggerakkan berbagai kegiatan usaha di luar kawasan KEK  yang diperkirakan akan mampu menyerap tenaga kerja baru sampai 200 ribu orang.

Lebih jauh Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dan Pemerintah Kota Lhokseumawe diperkirakan akan memperoleh sharing pendapatan sampai ± Rp 1,7 triliun per tahun dari investasi revitalisasi aset kilang LNG Arun dan ±100 miliar kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh Badan Usaha Pengelola KEK.

“Pendapatan ini akan menjadi sumber utama pengganti dana otsus yang akan dipangkas sampai 50 persen pada tahun 2022 dan akan hilang secara total pada tahun 2027,” kata Fathurrahman.

Namun, menurut Fathurrahman, kondisi ini akan berbeda jauh jika mengikuti konsep pengembangan KEK yang diusulkan oleh konsorsium yang dipimpin oleh PT Pertamina.

“MoU yang ditandatangani oleh masing-masing Direktur Utama anggota konsorsium selain mengabaikan partisipasi saham perusahaan daerah yang mewakili Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dan Pemerintah Kota Lhokseumawe juga tidak mengakomodir keinginan Pemerintah Aceh untuk mendapatkan porsi bagi hasil dari investasi pada ase-aset eks kilang LNG PT Arun.”

Fathurrahman melanjutkan, jika mengikuti skenario yang dikembangkan oleh konsorsium yang dipimpin oleh PT Pertamina, maka dari pengembangan KEK ini Pemerintah Aceh hanya akan memperoleh bagi hasil maksimal sebesar Rp 50 miliar per tahun.

Untuk itu, lanjut Fathurrahman, pihaknya akan melakukan advokasi supaya semua pihak punya pemahaman yang sama, bahwa KEK Lhokseumawe itu adalah kepentingan bersama seluruh masyarakat Aceh.

“Tujuan hari ini adalah penguatan posisi pemerintah Aceh dalam pengelolaan KEK Arun Lhokseumawe. Langkah-langkah yang akan dilakukan tim, yang pertama mengadvokasi supaya semua elemen masyarakat memperjuangkan ini,” katanya.

Fathurrahman juga mengatakan, Gubernur Zaini ingin segera menghadap Presiden Jokowi untuk kembali mengkomunikasikan persoalan KEK tersebut. (MCAceh/rl.Humas)