Sekapuk, Dulu Miskin, Sekarang Menjadi Desa Miliarder

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Selasa, 28 Desember 2021 | 04:27 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 496


Jakarta, InfoPublik - "Sampai saat ini kita sudah salurkan Rp 400,1 triliun." Kalimat itu meluncur dari mulut Presiden Joko Widodo. Mendengar kalimat hadirin terdiam. Tak ada tepuk tangan. Jokowi berhenti sejenak.

"Kok diam? Kaget?" ujar Jokowi saat membuka peluncuran Sertifikat Badan Hukum Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Peresmian Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional BUM Desa di Hotel Bidakara, Jakarta pada Senin (20/12/2021).

Usai disindir Jokowi, hadirin yang hadir baru memberikan tepuk tangan. Jokowi pun melajutkan pidatonya. Kata Jokowi, jumlah Rp 400,1 triliun itu merupakan alokasi anggaran dana desa yang telah digelontorkan pemerintah sejak 2015.

Dana desa yang digelontokan pemerintah itu bisa digunakan untuk membangun apa saja di desa. Salah satunya untuk membangun Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). "Sampai saat ini sudah ada 57.200 unit BUMDes," kata Jokowi.

Sebuah jumlah yang tergolong besar. Namun Jokowi mengingatkan agar desa tak terfokus pada jumlah melainkan pada aktivitas di BUM Desa itu. "Jangan hanya bangga dapat sertifikat badan hukum tapi kegiatannya tidak ada," kata dia.

Maju Berkat Kreativitas
Tengoklah Sekapuk. Desa yang ada di Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur ini awalnya tak banyak diperhitungkan. Desa ini hanya dipandang sebelah mata oleh pemerintah setempat. Lahannya tandus. Kawasannya kumuh.

Desa yang dikelilingi perbukitan kapur ini dihuni 4.673 warga yang tercakup dalam 1.257 KK. Mereka ini tersebar di 29 RT dan 5 RW.

Sejak lama, warga desa ini mengambil batu-batu kapur yang ada di area perbukitan itu. Ketika batu kapur sudah tak lagi bisa diambil, mereka meninggalkan begitu saja. Bahkan sejak 2003-2017 bekas galian kapur itu dijadikan tempat pembuangan sampah warga. Sampah menggunung.

Melihat kumuhnya kawasan itu, Abdul Halim, Kepala Desa Sekapuk 2017-2023, memutar otak. Ia ingin kawasan desanya bersih. Untuk mewujudkan tekadnya itu, ia mengumpulkan warga. Kepada mereka, Halim mengajak warga bersama-sama membersihkan lingkungan dan menjadikan desanya menjadi desa yang maju.

Ada yang cuek dengan ajakan itu tapi banyak yang mau. Halim terus melanjutkan tekadnya itu.

Pada 2018, ia mengajak warga untuk membersihkan sampah yang ada di bekas galian tambang yang banyak dibiarkan begitu saja oleh penambang itu. "Saya melihat tempat ini cocok dijadikan tempat wisata," kata Halim.

Desa ini punya area tambang kapur seluas 5 hektar. Area tambang ini menjadi aset desa. Sebagian sudah tak ditambang, namun sebagian lagi masih ditambang warga.

Tak ingin menyia-nyiakan aset desa itu, pada tahap awal Halim mengelola 1,5 hektar lahan bekas tambang untuk dijadikan tempat wisata yang dikelola BUMDes Sekapuk. Pemandangan di area bekas tambang ini sangat eksotik bak kastil-kastil zaman Yunani kuno.

Di sini ada danau buatan beserta jembatan peradaban, rumah honai Papua, wahana wisata air, spot foto, dinding topeng, candi topeng Nusantara, gerbang gaib, patung semar, goa pancawarna, hingga gunung kapur bekas tambang yang terlihat indah.

Halim mengaku, untuk mengerjakan lahan seluas 1,5 hektar itu ia mengeluarkan duit kurang lebih Rp 2 miliar. Pembiayaan ditanggung bersama, desa dan warga. Desa mengeluarkan biaya Rp 222 juta untuk infrastruktur jalan. "Ada 387 warga yang jadi investor," ujar Halim.

Investasi itu dilakukan melalui taplus invest yang dikelola BUMDes. Satu lembar saham dihargai Rp 2.400.000 atau dengan skema menabung Rp 8.000 per hari atau Rp 200.000 per bulan. Dana investasi warga inilah yang digunakan untuk membangun prasarana lainnya.

Disiapkan dalam waktu kurang lebih setahun, area wisata yang dikenal dengan sebutan Setigi itu mulai dibuka pada 1 Januari 2020. Setigi merupakan singkatan dari Selo (batu), Tirto (air), Giri (bukit).

Kerja keras Halim terbayar. Begitu dibuka, wisatawan berduyun-duyun datang. Tak hanya wisatawan lokal tapi juga mancanegara.

Untuk masuk lokasi ini wisatawan dikenakan biaya Rp 15.000 untuk dewasa dan Rp 10.000 untuk anak-anak.

Dengan adanya lokasi wisata ini, menurut Halim, kondisi perekonomian di desanya berubah drastis. Ada 289 tenaga kerja lokal terserap. Ditambah lagi, unit usaha tambang kapur yang dikelola BUMDes berhasil menyerap 350 tenaga kerja.

"Lapangan kerja baru itu terdiri dari stand kuliner, pegawai wisata setigi, home industri Dapur Mbok Inggih, dan pekerja tambang. Semuanya warga asli Sekapuk," kata Halim.

Penghasilan bersih BUMDes tahun ini diperkirakan mencapai Rp 4 miliar. Belum lagi usaha camilan Dapur Mbok Inggih yang memiliki target Rp 1,9 miliar pertahun.

Unit usaha itu, menurut Halim, mampu menyumbang pendapatan asli desa (PADes) sekitar Rp 1,5 miliar.

"Karena itu, kami berani mendeklarasikan sebagai Desa Miliarder. Karena perputaran uang di Sekapuk miliaran," kata Kades berambut gondrong ini.

Halim tak main-main, memang. Desa ini punya 5 unit mobil operasional dan puluhan sepeda listrik. Dari 5 unit itu, hanya satu mobil ambulan yang menggunakan dana desa.

Empat mobil lainnya dibeli dari pendapatan unit usaha yang dikelolanya sendiri. Jenis mobilnya juga tak main-main. Ada Alphard yang digunakan untuk pemerintah desa, Expander untuk BUMDes, Grand Livina untuk PKK, dan Mazda Double Cabin untuk wisata Setigi. Keempat mobil ini diberi stiker 'Toekoe DW' (beli sendiri).

Saking bangganya akan potensi desanya, Halim mendeklarasikan Desa Sekapuk sebagai Desa Meliader pada September tahun lalu.

"Deklarasi Desa Miliarder ini bukan bertujuan untuk kesombongan, melainkan untuk memberi motivasi bagi yang lain agar bangkit di tengah pandemi," kata Halim.

Kehadiran BUMDes memang harus bisa menopang perekonomian desa. BUMDes juga mesti memberikan efek ekonomi kepada masyarakat desa setempat. Memang butuh kreativitas untuk membuat kegiatan di BUMDes.

Dana Desa Dalam Angka
Presiden Jokowi menjelaskan, dana sebesar Rp 400,1 triliun itu merupakan akumulasi dari penyaluran sejak 2015-2021. Pada 2015 pemerintah menggelontorkan Rp 20,8 triliun. Jumlah itu terus bertambah pada tahun-tahun berikutnya. Pada 2016 sebesar Rp 46,7 triliun; 2017 sebesar Rp 59,8 triliun; 2018 sebesar Rp 59,8 trilun; 2019 Rp 69,8 triliun; 2020 Rp 71,1; dan 2021 sebesar Rp 72 triliun.

Seluruh dana desa itu dapat membiayai berbagai pembangunan infrastruktur fisik di desa. Saat ini ada 227.000 kilometer jalan yang dibangun dari dana desa. Embung desa sudah terbangun 4.500 unit. "Irigasi 71.000 unit, jembatan 1,3 juta meter," kata Jokowi.

Hanya itu? Tentu tidak. Masih ada Pasar desa yang jumlahnya 10.300 unit, BUMDes ada 57.200 unit, pipa penyediaan air bersih sepanjang 1,2 juta kilometer, lalu membangun 38.000 unit posyandu, 12.000 polindes, 38.000.000 meter drainase, 5.900 sumur, dan menambah 56.000 PAUD di desa.

"Tapi semakin ke sini kita harus semakin fokus, BUM Desa itu untuk apa? Jangan kita terpaku pada jumlahnya. Jangan hanya dapat sertifikat badan hukum, kemudian buat plang BUM Desa Sukamakmur misalnya," kata Jokowi.

Kegiatan BUMDes harus jelas agar betul-betul memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.

(Salah satu pemandangan di Desa Sekapuk. Foto: tangkapan layar instargram @setigi_sekapuk)