Pemerintah Sigap Tangani Petaka Dini Hari di NTT

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Selasa, 6 April 2021 | 11:19 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 642


Jakarta, InfoPublik - Minggu (4/4/2021) dini hari. Sebagian besar warga Kelurahan Waiwerang, Kecamatan Adonara Timur masih terlelap dalam tidurnya. Apalagi hari itu hujan deras. Tak banyak warga yang keluar rumah.
 
Namun tiba-tiba warga dikagetkan oleh suara angin dan air menghantam rumah. Warga panik. Mereka menyelamatkan diri masing-masing. Ada yang selamat, tapi banyak juga yang 
ikut tersapu air. 
 
"Kami semua sangat-sangat panik. Bahkan kami temukan ada mayat di laut masih di atas kasur, karena kebanyakan warga sedang tidur," kata Wenchy Tokan, Minggu (4/4/2021).
 
Petaka banjir dan longsor yang terjadi di NTT itu menyebabkan puluhan orang meninggal, dan ribuan mengungsi. 
 
Hingga Senin (5/4/2021) sore sebanyak 84 orang meninggal, 71 orang masih dalam pencarian. Menurut Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi wilayah yang terdampak paling berat di antaranya Flores Timur, Lembata, Kupang, dan Sabu Raijua.
 
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, hingga Senin sore itu 2.655 jiwa mengungsi, 25 rumah rusak berat, 17 rumah hanyut, 114 rusak sedang, 60 rumah terendam, dan 743 rumah terdampak. Selain itu, sebanyak 5 jembatan putus, 40 titik akses jalan tertutup pohon tumbang, 1 fasilitas umum rusak, dan 1 kapal tenggelam.
 
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana bencana banjir dan longsor yang terjadi Minggu (4/4/2021) merupakan yang terparah dalam 10 tahun terakhir. 
 
Pernyataan itu mengacu pada bencana yang pernah terjadi sebelumnya. Pada 3 November 2010, banjir menerjang Kabupaten Timor Tengah Selatan dan mengakibatkan 31 orang meninggal dunia, 7 orang hilang, 27 luka-luka, dan 159 rumah rusak.
 
Pada 11 April 2011, banjir melanda Kabupaten Belu yang mengakibatkan 3.277 rumah dan 14 fasilitas umum rusak.
 
Presiden Joko Widodo pun langsung memerintahkan jajarannya untuk bergerak cepat menangani musibah itu. 
 
"Saya telah memerintahkan kepada Kepala BNPB, Kepala Basarnas, Menteri Sosial, Menteri Kesehatan dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Panglima TNI dan Kapolri untuk melakukan secara cepat evakuasi dan penanganan korban bencana serta penanganannya dampak bencana," kata Jokowi seperti dilihat dari kanal YouTube Setpres, Senin (5/4/2021).
 
Dari laporan yang diterimanya, kata Jokowi, bencana di NTT salah satunya dipicu curah hujan yang ekstrem.
 
Menurut Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, salah satu penyebabnya karena siklon tropis seroja. Siklon tropis yang mengakibatkan bencana banjir bandang dan longsor di Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi bukti nyata bahwa perubahan iklim global itu nyata adanya.
 
Perubahan iklim ini ditandai semakin meningkatnya suhu, baik di udara maupun di muka air laut. Fenomena ini jarang terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia. Namun, sejak 10 tahun terakhir, kejadian siklon tropis semakin sering terjadi. Bahkan pada 2017, dalam satu pekan bisa terjadi dua kali siklon tropis.
 
"Ini menunjukkan memang dampak perubahan iklim global harus benar-benar segera kita antisipasi," kata Dwikorita dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Senin (5/4/2021).
 
Beberapa faktor yang mengakibatkan terbentuknya bibit siklon seroja itu di antaranya suhu muka laut yang semakin hangat di wilayah Samudera Hindia. Suhu ini mencapai lebih dari 26,5 hingga 29 derajat celcius atau melebihi rata-rata.
 
Selain itu, suhu udara di lapisan atmosfer menengah pada 500 milibar juga semakin hangat lebih dari tujuh derajat celcius. Dua hal tersebut meningkatkan kelembapan udara dan juga mengakibatkan naiknya tekanan udara.
 
"Akibatnya terjadi aliran angin karena sifatnya siklonik, artinya ada pusat kemudian di kelilingi oleh suhu udara yang lebih dingin maka terjadilah aliran masa udara atau angin yang sifatnya siklonik," kata dia.
 
Dampak siklon tropis berupa potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai kilat/petir dan angin kencang terjadi di wilayah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Dampak lainnya adalah gelombang laut tinggi.
 
Sementara hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai kilat/petir serta angin kencang di wilayah Bali, Sulawesi Selatan dan sebagian Sulawesi Tenggara.
 
Dampak lainnya adalah naiknya permukaan air laut. Tingginya gelombang laut ini berbeda setiap daerah. Gelombang laut 1,25-2,5 meter bisa terjadi di Selat Sumba bagian timur, Selat Sape, Laut Sumbawa, Perairan utara Sumbawa hingga Flores, Selat Wetar, Perairan Kepulauan Sabalana hingga Kepulauan Selayar, Perairan selatan Baubau-Kepulauan Wakatobi, Perairan Kepulauan Sermata-Leti, Laut Banda, Laut Arafuru bagian barat.
 
Gelombang laut dengan ketinggian 2.5 - 4.0 meter diperkirakan terjadi di Selat Sumba bagian barat, Laut Flores, Perairan selatan Flores, Perairan selatan Pulau Sumba, Selat Ombai. 
 
Sementara gelombang laut 4-6 meter berpotensi terjadi di Laut Sawu, Perairan P. Sawu, Perairan Kupang-Pulau Rote. Gelombang laut lebih dari 6 meter Gelombang laut dengan tinggi lebih dari 6.0 meter berpeluang terjadi di Samudra Hindia selatan NTT, Laut Timor selatan NTT.
 
Menurut Kepala Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Hary Tirto Djatmiko,  siklon ini harus diwaspadai masyarakat karena dapat menyebabkan cuaca ekstrem.
 
Berdasarkan analisis yang dilakukan BMKG Senin (5/4/2021) pukul 01.00 WIB, posisi siklon tropis seroja berada di Laut Sawu, sebelah barat daya Pulau Timor yang terletak sekitar 95 km sebelah utara barat Laut Rote. 
 
Siklon tropis bergerak ke arah barat laut dengan kecepatan 8 knots (16km/jam). Dari hasil pantauan terbaru, siklon dengan kecepatan angin maksimum 40 knots (75 km/jam), telah bergerak menjauhi wilayah Indonesia. 
 
Dwikorita memperkirakan siklon tropis masih akan terjadi hingga Selasa (6/4), namun kekuatannya mulai melemah dan semakin menjauh dari wilayah Indonesia.
 
(Sejumlah rumah dan kendaraan rusak akibat banjir bandang di Desa Waiburak, Kecamatan Adonara Timur, Flores Timur, NTT, Minggu (4/4/2021). ANTARA FOTO/HO/Dok BPBD Flores Timur/wpa/foc.)