Sorgum, Pangan Alternatif di Lahan Tandus

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Senin, 27 Juli 2020 | 09:29 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 2K


Jakarta, InfoPublik - Terik matahari, tidak menghalangi puluhan warga Likotuden bertanam. Menggunakan batang pohon yang dilancipkan, mereka melubangi tanah-tanah tandus di sana. Di belakang para lelaki itu, sejumlah perempuan mengiringi. Mereka mengisi tanah yang sudah berlobang dengan benih sorgum, lalu menutupnya dengan tanah.

Di bawah bimbingan Maria Loretha (50 tahun), para lelaki dan perempuan tua dan muda, belakangan giat menanam sorgum.

Sejak beberapa tahun terakhir ini, warga yang ada di daerah itu memang kembali menghidupkan tanaman lama yang sempat terlupakan karena 'paksaan' menanam padi. Mereka, bawah bimbingan Maria Loretha (50 tahun), para lelaki dan perempuan tua dan muda, belakangan giat menanam sorgum, di atas lahan seluas 3 hektar di Desa Likotuden, Kecamatan Demon Pagong, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.

Tidak adanya air yang cukup, membuat padi yang ditanam di wilayah itu kerap tak tumbuh. Hingga pada suatu hari, saat bertandang ke tetangganya, ia disuguhi sajian makanan berbahan sorgum. Loretha terpincut dengan kelezatannya. Ia lalu mencari tahu lebih jauh tentang sorgum. Ia berusaha menanam sorgum di lahan miliknya. Rupanya berhasil. Ia lalu menularkan ilmunya itu ke tetangga-tetangganya. Gayung bersambut.

"Sorgum ini mau tumbuh di batu bertanah," ujar Loretha, menggambarkankan banyaknya batu yang ada di lahan tempat sorgum itu ditanam.

Loretha bercerita sorgum ini sangat unik. Ketika NTT dilanda Elnino berkepanjangan pada 2015 hingga awal 2016, sorgum mampu bertahan. Sedangkan tanaman lain seperti jagung dan padi mati. "Kini, saat pandemi Covid-19 melanda, makanan kami malah berlimpah," katanya bangga.

Menurut Loretha sebenarnya banyak potensi pangan yang bisa dikembangkan di NTT, terutama pangan biji-bijian seperti jagung, beras hitam, dan beras merah. Selain juga ada lontar yang belum diolah maksimal. Semua itu merupakan potensi lokal yang sejak dulu sudah jadi pangan masyarakat lokal.

Sebelum era 1970an masyarakat lokal di NTT sebetulnya sudah punya tradisi menanam sorgum. Mereka bahkan juga punya sejumlah bibit sorgum varietas lokal. Namun, dominasi padi dalam kancah pangan nasional, yang penanamannya memang sangat digalakkan selama era Orde Baru, lambat laun menyisihkan sorgum dari tradisi budidaya tanaman pangan di Pulau Flores.

"Penyeragaman tanaman padi tanpa melihat kondisi daerah setempat akan merusak tatanan potensi pangan lokal," ujar Loretha dalam webinar "Kedaulatan Pangan dan Lingkungan Hidup: Merdeka Sandang, Pangan dan Papan  dari Desa untuk Tatanan Indonesia Baru, Jumat (3/7/2020).

Yang penting, kata Loretha, pemerintah harus melihat potensi pangan apa yang bisa tumbuh di masing-masing daerah dan berguna untuk pangan warga lokal. "Kalau orang NTT dipaksa menanam padi, nanti malah muncul isu NTT rawan pangan, gizi buruk," kata alumni Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang ini.

Mama Loretha tergolong gigih. Tak hanya menggagas, ia juga mendampingi petani. Untuk memasyarakatkan budidaya sorgum, Mama Loretha mendirikan Yayasan Cinta Alam Pertanian pada 2007. Yayasan ini kemudian berhasil mendorong lahirnya puluhan kelompok tani pembudidaya sorgum di berbagai kabupaten di NTT.

Mulai Digalakkan

Sorgum sebagai salah satu pangan alternatif ini rupanya mulai digalakkan Kementerian Pertanian. Pada tahun 2020 ini Kementan meluncurkan program bantuan benih pangan sorgum. "Karena tanaman ini banyak manfaatnya," kata Direktur Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementan, Bambang Sugiharto di Jakarta akhir tahun lalu.

Tahun ini Kementan mengalokasikan 5.000 hektar untuk tanaman ini. Jumlah itu akan disebar di sejumlah wilayah di Indonesia.  

Di Jawa, misalnya, tanaman itu juga sudah mulai dibudidayakan. Salah satunya di daerah Lamongan, Jawa Timur. Melalui wadah bernama Rumah Sorgum Indonesia, sorgum mulai banyak ditanam di wilayah ini.  

Esti Faizah, seorang penyuluh yang juga aktif di Rumah Sorgum bercerita, berdirinya unit usaha ini dilatar belakangi melimpahnya produksi biji sorgum di wilayah itu. Biasanya saat panen raya harganya anjlok. Karena nilanya tetap terjaga muncullah ide untuk mengolah sorgum.  

Di Indonesia, harga sorgum masih tergolang murah. Sorgum segar sekitar dihargai Rp 2.500 sampai Rp 3.000 per kg. Namun nilainya akan bertambah, jika sorgum sudah diolah menjadi produk makanan.

"Di rumah sorgum, banyak produk olahan yang kami hasilkan. Ada kue sorgum, sirup, beras sorgum, kemplang, madumongso, mie sorgum, banyak olahan lain lagi," ujar Esti

Dalam usahanya Rumah Sorgum pun menggandeng UMKM yang mayoritas anggotanya adalah kaum ibu petani/kelompok tani wanita yang ada di wilayah Lamongan. "Lumayan, bisa buat tambahan bantuin pendapatan keluarga mereka selain bercocok tanam," kata Esti.

Selain mendapatkan dukungan dari Kementan dan Dinas Pertanian, dukungan juga muncul dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian Lamongan untuk memfasilitasi gratis izin usaha, dapat menitipkan produk olahan di showroom. Selain itu juga ada sertifikat halal oleh MUI yang difasilitasi Dinas Koperasi Kabupaten Lamongan.

Esti berharap sorgum menjadi ikon pangan sehat dan dikenal masyarakat secara luas, sehingga akan mendorong banyak petani menanam tanaman ini.

Sebaran dan Manfaat Sorgum

Di Indonesia, sorgum sudah banyak dibudidayakan pada tahun 1970. Hingga saat ini tercatat ada sekitar 15 ribu hektar tanaman itu di Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga saat ini.

Hampir seluruh bagian tanaman sorgum, seperti biji, tangkai biji, daun, batang dan akar, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Mulai menjadi makanan seperti sirup, gula, kerajinan tangan, pati, biomas, bioetanol dan tepung pengganti terigu dan lainnya.

Menurut Kepala Seksi Intensifikasi Jagung dan Serealia Lain, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementan, Ahmad Yusuf daerah penghasil sorgum dengan pola pengusahaan tradisional terdapat di daerah Purwodadi, Pati , Demak, Wonogiri, Gunung Kidul, Kulon Progo, Lamongan, Bojonegoro,

Yang menarik, kata Yusuf, sorgum ini tidak mengandung gluten seperti tepung terigu. Pangan ini sangat cocok untuk mereka yang ingin melakukan gaya hidup sehat.

"Sorgum yang kaya kandungan niasin, thiamin, vitamin B6, juga zat besi, dan mangan. Ini pangan alternatif yang menyehatkan," kata Yusuf. (Foto: tangkapan layar facebook @marialoretha)