Revisi UU Otsus Memasuki Pembahasan DIM

:


Oleh Ahmed Kurnia, Senin, 21 Juni 2021 | 18:30 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik - Isu tentang Papua, kembali menghangat belakangan ini. Selain persiapan provinsi di ujung timur itu menyambut kegiatan akbar PON, Papua juga menjadi pembahasan di DPR. Yang terakhir itu terkait dengan rancangan revisi UU Otonomi Khusus (Otsus) Papua yaitu UU No. 21/2001 tentang Otsus Papua. 

Komarudin Watubun, Ketua Panitia Khusus (Pansus)  Otsus Papua DPR, menjelaskan bahwa pekan depan, DPR akan menyerahkan daftar inventaris masalah (DIM) ke pemerintah. “Setelah dikompilasi, kami sepakat (untuk diserahkan ke pemerintah),’’ ujar Komarudin seusai menggelar rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Hukum dan HAM, pada Kamis (17/6/2021), di Gedung DPR, Jakarta. 

Menurut Komarudin, kompilasi dilakukan dalam rangka mengelompokkan masalah-masalah dalam pembahasan RUU Otsus Papua. Awalnya, pembahasan RUU Otsus Papua hanya difokuskan pada dua pasal yaitu Pasal 34 yang mengatur tentang dana otsus dan Pasal 76 terkait pemekaran wilayah. Namun dari hasil rapat kerja Pansus RUU Otsus Papua dan pemerintah telah sepakat untuk membahas pasal-pasal lain - selain dua pasal tersebut yang ada di UU No. 21/2001 tentang Otsus Papua.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengingatkan bahwa dua pasal tersebut (pasal 34 dan pasal 76) merupakan pokok utama revisi UU Otsus Papua. Dalam regulasi yang berlaku saat ini, pemberian Dana Otsus hanya berlaku hingga November 2021 mendatang. “Sehingga revisi UU Otsus Papua ini sangat mendesak sebagai dasar hukum untuk membuat grand design bagi kelanjutan pembangunan dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan warga di sana,’’ katanya.

Terkait Dana Otsus (dalam pasal 34), menurut Menteri Tito, pemerintah sudah sepakat bahwa Dana Otsus dilanjutkan dan kemudian ditambah dari 2 persen menjadi 2,25 persen yang diambil dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional. Selain peningkatan jumlah Dana Otsus, rancangan itu juga menyertakan pengaturan mekanisme tata kelola dan pengawasan terhadap (penggunaan) anggaran Dana Otsus.

Sedangkan alasan pemerintah mengajukan revisi pasal 76 UU Otsus Papua, menurut Menteri Tito adalah untuk mempermudah pemekaran wilayah. Dalam draf revisi, pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk melakukan pemekaran di Papua. Hal ini mengingat kondisi geografis Papua yang sangat luas dan penduduknya tersebar. Upaya percepatan pembangunan di Papua menjadi mahal karena akses yang sulit, serta birokrasi yang sangat panjang – dan tentunya menghambat pelayanan publik di sana.

Menteri Tito menyampaikan bahwa pemerintah sudah memberikan ruang dalam memberi masukkan dan mendengarkan aspirasi dari berbagai pihak dan pemangku kepentingan termasuk dari Majelis Rakyat Papua, DPRPapua, Pemprov, Pemkab yang ada di sana, katanya, terkait rencana pemekaran wilayah.

Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Otsus

Menteri Tito mengatakan, pihaknya telah melakukan evaluasi dan ada beberapa catatan terhadap 20 tahun pelaksanaan Otsus Papua. Khusus mengenai Dana Otsus, berdasarkan hasil evaluasi, pelaksanaan pasal 34 – mengenai dana Otsus - dinilai belum memberikan dampak yang besar terhadap kehidupan masyarakat di Papua. "Total APBD Papua dan Papua Barat berada dalam 10 besar APBD terbesar di Indonesia, tetapi belum optimal pemanfaatannya, belum memberikan dampak yang besar dan signifikan terhadap kehidupan masyarakat asli di Papua," kata Menteri Tito dalam dalam rapat kerja Pansus Otsus Papua.

Padahal, kata Menteri Tito, APBD Papua berada di urutan nomor 6 terbesar secara nasional. Sedangkan APBD Provinsi Papua Barat berada di urutan ke-9. Sebagai catatan, adapun urutan pertama APBD terbesar dimiliki oleh Provinsi DKI Jakarta, disusul Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Aceh. Ironisnya, meski berada pada urutan 10 besar APBD. "IPM (Indeks Pembangunan Manusia) masih rendah di Papua," ungkapnya.

Menurut catatan InfoPublik, pendanaan untuk Papua dan Papua Barat cukup besar selama 20 tahun terakhir. Total alokasi Dana Otsus dan Dana Transfer Infrastruktur sejak 2002-2021 mencapai Rp138,65 triliun. Ini belum termasuk Transfer Keuangan dan Dana Desa (TKDD) dari 2005-2021 mencapai Rp702,3 triliun dan belanja kementerian/lembaga mencapai Rp251,29 triliun selama 2005-2021.

Selain itu, Menteri Tito juga mengungkapkan bahwa masih tingginya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenan (SILPA) pemanfaatan Dana Otsus dan Dana Tambahan Infrastruktur Papua sebesar Rp6,4 Triliun dari 2013-2019, sedangkan Papua Barat sebesar Rp 2,4 Triliun di periode yang sama. Besarnya SILPA tersebut menunjukkan adanya tata kelola keuangan yang perlu diperbaiki.

Kemudian, Mantan Kapolri itu juga mengatakan bahwa laporan penggunaan Dana Otsus baru sebatas menyajikan informasi realisasi penggunaan dana. Sementara belum tersedia informasi terkait seberapa jauh capaian keluaran (output) dan seberapa efektif hasil (outcome) yang dapat dirasakan masyarakat Papua. "Jadi, informasinya (penggunaan Dana Otsus) hanya sebatas tentang realisasi penggunaan dananya. Belum ada laporan tentang output dan outcome-nya," jelas Menteri Tito, yang ketika masih aktif di Polri pernah menjabat sebagai Kapolda Papua.

Alhasil rancangan revisi UU No. 21/ 2001 tentang Otsus Papua, kata Menteri Tito, bukan sekadar memperpanjang dan menambah Dana Otsus, namun melengkapinya dengan aturan tata kelola manajemen dan pengawasan penggunaan Dana Otsus itu sendiri.

Pendanaan Pembangunan di Papua

Isu Papua, juga mendapat perhatian Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin. Dalam pertemuan dengan Menteri Sri Mulyani, di Kediaman Resmi, Jalan Diponegoro, Jakarta, pada Kamis (17/6/2021) pekan lalu, Wapres  membahas tentang kondisi pendanaan untuk pembangunan Papua.

“Dana untuk (pembangunan) Papua itu ada di berbagai kementerian dan lembaga. Itulah yang harus dikonsolidasikan,” ujar Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi usai mendampingi Wapres menerima Menteri Sri Mulyani.

Seperti diketahui bahwa Wapres Ma’ruf Amin – melalui Keppres No. 20/2020 Tentang Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat - telah ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pengarah Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Lebih lanjut Masduki mengatakan, Wapres berharap proses pembangunan di Papua dapat segera berjalan. Sebelum pertemuan dengan Menteri Sri Mulyani, pekan lalu Wapres memanggil Menko Polhukam HAM Mahfud MD untuk menanyakan kondisi keamanan di Papua. Seperti kata Masduki, dalam waktu dekat Wapres akan berkoordinasi dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Menteri PPN /Kepala Bappenas) dan pihak-pihak lain yang terkait.

“Mudah-mudahan di akhir Juni 2021 ini Wapres akan mengusulkan kepada Presiden agar segera dilakukan rapat terbatas untuk mengonsolidasi pembangunan di Papua,” katanya lagi.

 

 

Keterangan Foto: Perwakilan masyarakat Papua dan Papua Barat saat diterima Presiden Jokowi di Istana Negara (Andhika Prasetia/detikcom).