Presiden: Kedaulatan Negara Harga Mati, Tidak Bisa Dinegosiasikan, dan Ditawar-tawar

:


Oleh Norvan Akbar, Kamis, 23 Januari 2020 | 15:06 WIB - Redaktur: Admin - 412


JPP, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa salah satu isu utama dalam bidang pertahanan adalah kedaulatan. Untuk itu, Presiden menegaskan kembali bahwa kedaulatan adalah harga mati, tidak bisa dinegosiasikan, dan tidak ada tawar-menawar.

“Oleh sebab itu, pagi hari ini saya perintahkan kepada seluruh jajaran TNI dan Polri, seluruh aparat harus bekerja bersungguh-sungguh dalam rangka memperkuat dan menjaga kedaulatan negara kita Indonesia. Untuk selalu berdiri paling depan dalam menjaga dan memperkokoh kedaulatan NKRI kita,” tegas Presiden Jokowi mengawali arahan pada Rapat Pimpinan (Rapim) Kementerian Pertahanan (Kemhan), TNI, dan Polri Tahun 2020 di Jakarta, Kamis (23/1/2020).

Menurut Presiden, yang paling penting adalah kemampuan untuk mengatasi semua spektrum pertahanan.

"Mulai dari konflik internal, perang asimetrik seperti gerilya dan teror, perang proxy yang menggunakan pihak ketiga dalam peperangan, maupun perang hybrid yang menggabungkan strategi militer dan nonmiliter, strategi konvensional dan nonkonvensional," ujar Presiden.

Lebih lanjut Presiden menyebut tantangan ke depan akan semakin berat karena semakin luasnya spektrum konflik di berbagai belahan dunia.

"Oleh sebab itu, kita harus memperkuat diplomasi pertahanan untuk meredam ketegangan antarnegara dan siap menggelar kekuatan bersenjata untuk melakukan penegakan hukum di wilayah kita,” ujar Kepala Negara.

Terkait itu, dirinya memahami jika Menhan berkunjung ke sebuah negara berkaitan dengan masalah diplomasi pertahanan dan melihat alutsista (Alat Utama Sistem Senjata) yang akan dipergunakan oleh Indonesia.

"Jadi kalau masih ada yang bertanya, itu belum ngerti urusan diplomasi pertahanan. Meskipun saya tahu, beliau ini ke negara-negara tertentu juga dalam rangka melihat alutsista yang ingin kita beli. Bagus atau tidak bagus, benar atau tidak benar, bisa digunakan atau tidak bisa digunakan, semuanya dicek secara detail,” tegasnya.

Hal lain yang menjadi tantangan selanjutnya, menurut Presiden, adalah perkembangan teknologi yang luar biasa sehingga perlu ada antisipasi lompatan teknologi militer dalam jangka 20, 30, sampai 50 tahun ke depan.

"Ini harus dilihat mulai sekarang karena perubahan teknologi sekarang ini begitu sangat cepatnya. Sekarang pun kita sudah merasakan bagaimana teknologi drone diberi senjata bisa mengejar tank, mengejar kendaraan-kendaraan militer, dan menghabisi dari jarak yang dekat maupun tidak dekat dan tepat sasaran,” ujar Presiden.

Beberapa peristiwa yang terjadi belakangan ini, lanjut Presiden, perlu dicermati karena sudah nampak dan hadir teknologi dengan berbagai instrumen artificial technology, termasuk pengembangan pesawat tanpa awak yang dilengkapi dengan persenjataan-persenjataan modern.

Maka itu, pada kesempatan ini Presiden juga mendorong TNI harus berani memulai dan membangun alutsista yang ada sekarang ini di industri bisnis.

"Itu dimulai dari peralatan militer, entah itu yang namanya GPS, yang dulu namanya HT, yang namanya handphone, yang namanya drone dimulai, baru masuk ke dunia bisnis. Tapi semuanya dimulai dari industri militer, semua negara termasuk di negara kita Indonesia,” ujar Kepala Negara. (stkb)