Kisah Cipanyir Kota Tasikmalaya

:


Oleh DT Waluyo, Kamis, 14 Oktober 2021 | 08:12 WIB - Redaktur: Untung S - 961


Tasikmalaya, InfoPublik - Pernah berkunjung ke kawasan Cipanyir, Kota Tasikmalaya? Akibat kepadatan penduduk dan ketidakberaturan permukiman serta minimnya infrastruktur menyebabkan kawasan yang mencakup wilayah Kelurahan Cipedes dan Panyingkiran alias Cipanyir, ini menyandang predikat kumuh.

Predikat tersebut melekat berpuluh-puluh tahun. Namun, sejak 2018, kawasan Cipanyir mulai berbenah. Kini, selain tidak terlihat kumuh, Cipanyir bahkan berubah menjadi salah satu kawasan menarik untuk disinggahi saat berkunjung ke Kota Tasikmalaya, Jawa Barat.

Peralihan rupa Cipanyir, merupakan berkah dari  program peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh yang digeber Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Melalui Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Jawa Barat, Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya, Kementerian PUPR melakukan penataan secara bertahap. 

Awalnya, berupa kegiatan penataan Permukiman Kumuh Perkotaan (PKP) skala lingkungan melalui program Padat Karya Tunai (PKT) Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) pada 2018-2019. Selanjutnya dilakukan pekerjaan peningkatan kualitas permukiman kumuh skala kawasan.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam keterangan tertulis, Rabu (13/10/2021) menjelaskan, Program KOTAKU merupakan wujud kolaborasi antara Kementerian PUPR dan Pemda dalam upaya mendorong dan memberdayakan masyarakat/warga setempat sebagai pelaku pembangunan, khususnya infrastruktur berskala kecil atau pekerjaan sederhana yang tidak membutuhkan teknologi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya.

Program KOTAKU merupakan satu dari sejumlah upaya strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di Indonesia dan mendukung Gerakan 100-0-100, yaitu 100 persen akses universal air minum, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak.

Dalam pelaksanaannya, Program KOTAKU menggunakan platform kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, kota/kabupaten, masyarakat dan stakeholder lainya dengan memposisikan masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota sebagai pelaku utama (nakhoda).

Mengutip situs http://kotaku.pu.go.id/page/6880/tentang-program-kota-tanpa-kumuh-kotaku, implementasi pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, dimulai dari tahap (a) pendataan; (b) perencanaan; (c) pelaksanaan, (d) pemantauan dan evaluasi dan (e) keberlanjutan.

Setiap tahapan dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat (LKM/BKM), pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan lainnya (stakeholder). Disadari bahwa kegiatan pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh berkaitan erat dengan masyarakat dan sebagai implementasi dari prinsip bahwa pembangunan yang dilakukan (termasuk pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh) tidak boleh merugikan masyarakat, maka dalam pelaksanaan Program Kotaku selalu menerapkan penapisan (pengamanan) lingkungan dan sosial (environment and social safeguard).

Sumber pembiayaan Program Kotaku berasal dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, swadaya masyarakat dan pemangku kepentingan lainya (stakeholder) serta dari lembaga mitra pembangunan pemerintah (World Bank-WB; Asian Infrastructure Investment Bank-AIIB dan Islamic Development Bank-IsDB). Berdasarkan kebutuhan total pembiayaan, sumber dari mitra pembangunan pemerintah (Loan) sekitar 45 persen.

Adapun tujuan Program KOTAKU adalah meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan dan mencegah timbulnya permukiman kumuh baru dalam rangka untuk mendukung terwujudnya permukiman perkotaan yang layak huni, produktif, dan berkelanjutan.

Untuk mewujudkan tujuan diatas, dilakukan melalui kegiatan: (a) Pembangunan/rehabilitasi infrastruktur permukiman baik skala lingkungan maupun skala kawasan; (b) Penguatan kapasitas masyarakat dan pemerintah daerah serta  (c) Pembangunan infrastruktur pendukung penghidupan (livelihood) masyarakat.

Cipanyir tidak lagi Kumuh

Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Jawa Barat, Ditjen Cipta Karya Oscar R.H. Siagian menyampaikan penataan Kawasan Cipanyir mulai dilaksanakan sejak Desember 2020 dan telah selesai pada Agustus 2021. Diharapkan dengan selesainya penataan skala kawasan dapat mewujudkan lingkungan di Cipanyir menjadi kawasan yang terbebas dari kekumuhan dan meningkatkan taraf hidup masyarakatnya.

"Di lokasi sebelumnya sudah dilaksanakan program KOTAKU melalui pemberdayaan masyarakat. Selanjutnya tahun ini dilakukan peningkatan kualitas permukiman skala kawasan dengan pendekatan menata. Jadi harapannya memang selain mengurangi kesan kumuh juga dapat menjadi destinasi wisata edukasi," ujar Oscar R.H. Siagian.

Untuk pekerjaan yang telah diselesaikan meliputi penataan kawasan permukiman di sepanjang Daerah Aliran Sungai Ciloseh dengan luas sekitar 15 hektare, revitaslisasi jembatan yang menghubungkan wilayah RW 08 Panyingkiran dan RW 07 Cipedes, rehabiitasi jalan lingkungan sepanjang 250 meter, pembuatan Ruang Terbuka Publik dengan memajukan lahan bantaran sungai, pembangunan tembok penahan tebing sekitar 200 meter, septic tank komunal berupa Instalansi Pengolahan Air Limbah (IPAL), drainase lingkungan, dan Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R). Anggaran program penataan kawasan ini sekitar Rp6 miliar yang bersumber dari APBN TA 2021.

"Sementara infrastruktur yang dibangun merupakan infrastruktur dasar, masih ada dua pekerjaan yang tidak kami intervensi karena memang bukan masuk di ranah kami, yakni penataan hunian atau rumahnya dan kelengkapan pemadam kebakaran karena ini juga penting untuk kegiatan peningkatan kualitas permukiman," ujar Oscar R.H. Siagian.

Menurut Oscar R.H. Siagian, program penataan Kawasan Cipanyir telah memberikan manfaat bagi 869 KK, khususnya yang tinggal di 4 RW Kelurahan Panyingkiran dan Cipedes. Keberhasilan penataan kawasan tersebut juga terlihat dari peningkatan usaha ekonomi warga dengan berdirinya beberapa warung kopi di ruang publik sepanjang bantaran Sungai Ciloseh.

Setelah dilakukan penataan, selain mengurangi kawasan kumuh, kini masyarakat juga memiliki ruang terbuka hijau baru sebagai tempat berinteraksi warga. Saat ini kawasan tersebut menjadi tujuan wisata yang representatif bagi masyarakat sekitar serta ikon kebanggaan wisata sungai yang berada di tengah Kota Tasikmalaya.

"Masyarakat di sini menyampaikan terima kasih, karena memang sangat membantu mendongkrak ekonomi masyarakat sekitar. Karena ada kampung wisata, warga dapat tambahan pemasukan dengan berjualan, karena memang di sini mayoritas bekerja sebagai buruh harian lepas," kata Salah satu tokoh masyarakat Cipanyir Nana Suryana. (*)

Ilustrasi, salah satu sudut kawasan Cipanyir, Tasikmalaya, Jawa Barat (Dok. Kementerian PUPR)