Kemenaker Dorong Perusahaan Jasa Penempatan Pekerja Migran Terintegrasi dengan Layanan Satu Atap

:


Oleh Wisnubro, Rabu, 22 Januari 2020 | 10:32 WIB - Redaktur: Admin - 372


JPP JAKARTA – Pemerintah telah membangun Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) untuk mempermudah layanan bagi calon pekerja migran. Agar pelayanan ini lebih maksimal, diharapkan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) juga terintegrasi dengan LTSA. Hal tersebut disampaikan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, saat membuka Rakernas II Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) di Jakarta, Senin (20/01/2020).

Menaker Ida Fauziyah menjelaskan, tujuan dibentuknya LTSA tidak hanya memperbaiki layanan penempatan, namun juga pelindungan bagi pekerja migran dan keluarganya. LTSA ini dibentuk sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola penempatan pekerja migran. Karena, LTSA mengintegrasikan berbagai layanan, seperti layanan ketenagakerjaan, kesehatan, keimigrasian, dan sebagainya, dalam satu tempat.

"Kita dorong kemauan seluruh stakeholder ketenagakerjaan, termasuk pengirim pekerja migran ini harus mau terintegrasi dalam LTSA," kata Menaker Ida Fauziyah.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, mengamanatkan terbentuknya LTSA di daerah. Saat ini, telah terbentuk 42 LTSA di berbagai daerah.

Menaker menilai bahwa jumlah tersebut masih kurang dalam mengakomodir minat masyarakat Indonesia untuk bekerja ke luar negeri. Ia pun mendorong pemerintah daerah, khususnya daerah yang memiliki potensi pekerja migran tinggi, untuk membangun LTSA. Sehingga, mampu mengintgrasikan berbagai layanan migrasi bagi masyarakat.

"Akan kita bangun juga LTSA baru bagi daerah-daerah yang memang jangkauan geografisnya membutuhkan kehadiran LTSA tersendiri," terang Menaker Ida Fauziyah.

Selain LTSA, aspek lain yang harus dibenahi dalam penempatan pekerja migran adalah membekali calon pekerja migran dengan kompetensi. Menaker mengimbau seluruh stakeholder, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan P3MI untuk memastikan Calon PMI memiliki kompetensi yang mumpuni sebelum berangkat ke luar negeri.

Pembekalan kompetensi, jelas Menaker, adalah salah satu fase awal penempatan yang membutuhkan solusi dari semua pihak. "Kita masih membutuhkan kesiapan pemerintah daerah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dalam menyediakan dan memfasilitasi kompetensi calon pekerja migran kita melalui pelatihan vokasi," kata Menaker menjelaskan.

Ia pun meminta semua pihak untuk memaksimalkan keberadaan BLK milik pemerintah pusat (UPTP), BLK milik pemerintah daerah (UPTD), maupun Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS) dalam membekali kompetensi bagi Calon PMI. "Ini bukan saja tanggung jawab pemerintah daerah tapi juga tanggung jawab kita bersama," terangnya.

Selain itu, Menaker mengimbau kepada P3MI untuk turut memastikan Calon PMI telah memiliki kompetensi yang mumupuni sebelum bekerja ke luar negeri. Berbagai masalah yang menghinggapi PMI di luar negeri, salah satunya disebabkan oleh P3MI yang tidak memastikan kompetensi PMI. "Implementasi Undang-Undang ini (UU No. 18 Tahun 2017) membutuhkan peran dari Bapak/Ibu sekalian sebagai penanggungjawab P3MI, untuk memberikan pelayanan secara profesional dan sebaik-baiknya," imbau Menaker Ida Fauziyah.

Senada dengan Menaker, Ketua Umum APJATI, Ayub Basalamah, mengatakan, implementasi UU No. 18 Tahun 2017 membutukan layanan yang terpadu antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan perwakilan P3MI. Selain itu, keberadaan layanan yang terpadu dapat memastikan kompetensi calon pekerja migran.

Untuk itu, ia meminta P3MI yang menjadi anggota APJATI agar memanfaatkan Rakernas ini dalam merumuskan dan meningkatkan peran asosiasi dalam proses migrasi. "Sehingga, keberadaan APJATI selaku induk organisasi mitra strategis pemerintah mampu berprestasi serta berkontribusi positif mendukung suksesnya program nasional penempatan pekerja migran Indonesia ke luar negeri," ujar Ayub Basalamah.(ker)