- Oleh MC KAB GAYO LUES
- Kamis, 19 Juni 2025 | 12:21 WIB
: Mengonfirmasi keresahan masyarakat terkait pelepas liaran HS
Oleh MC KAB GAYO LUES, Jumat, 23 Mei 2025 | 05:38 WIB - Redaktur: Juli - 197
Gayo Lues, InfoPublik - Suara rimba kembali menggema di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) setelah dilepasliarkannya seekor Harimau Sumatra betina bernama Senja pada Rabu (21/5/2025).
Namun, pelepasan ini tidak hanya membawa angin segar bagi pelestarian satwa langka, tetapi juga menyisakan kecemasan di hati masyarakat Gayo Lues.
Melalui media sosial, sejumlah warga menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap kemungkinan Senja turun gunung dan mendekati permukiman. Keresahan ini wajar, mengingat risiko gangguan terhadap hewan ternak serta rasa takut yang membayangi aktivitas sehari-hari di kebun kaki gunung.
Menanggapi hal ini, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Blangkejeren, Ali Sadikin, menjelaskan bahwa pelepasliaran Senja telah melalui berbagai kajian mendalam.
“Senja adalah individu keenam yang kita lepasliarkan sejak 2020. Gayo Lues dipilih karena kondisi hutannya masih sangat mendukung untuk kehidupan harimau,” ungkapnya saat ditemui, Kamis (22/5/2025).
Ia menegaskan bahwa lokasi pelepasan berada jauh dari permukiman warga, bahkan memerlukan perjalanan kaki selama 8 hingga 10 hari untuk mencapainya. Selain itu, keberadaan pakan alami seperti rusa, babi, dan kijang dinilai mencukupi untuk menopang kehidupan Senja di alam liar.
“Kami tidak serta-merta melepas harimau ke hutan. Ada studi kelayakan dan pengamatan perilaku adaptasi terlebih dahulu,” jelasnya.
Meski demikian, Ali mengakui bahwa ada pekerjaan rumah besar dalam hal penegasan tapal batas antara kawasan TNGL dan lahan warga. “Tapal batas banyak yang sudah rusak. Ini menjadi tantangan, karena tanpa batas yang jelas, potensi tumpang tindih antara wilayah hutan dan kebun warga bisa menimbulkan konflik,” tambahnya.
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, pihak TNGL mengandalkan sistem Smart Patrol untuk memantau pergerakan satwa dan kondisi hutan.
Ia juga mengimbau masyarakat agar tidak panik jika melihat harimau. “Jika terlihat dari jarak 20-30 meter, sebaiknya segera menghindar dan laporkan ke petugas,” ujarnya.
Ali juga memastikan bahwa hingga kini tidak pernah tercatat adanya konflik langsung antara manusia dan harimau di wilayah ini. “Harimau tidak akan menyerang manusia kecuali merasa terancam. Nalurinya justru akan menjauh jika mencium aroma manusia,” jelasnya.
Dengan pelibatan aktif masyarakat dan kerja sama berbagai pihak, ia berharap keseimbangan antara pelestarian alam dan kenyamanan warga bisa terjaga. Senja kini menjadi simbol harapan akan kelestarian alam, meski tetap membutuhkan pengawalan bersama agar harmoni antara manusia dan alam bisa terwujud.