- Oleh MC KAB PEMALANG
- Rabu, 4 Juni 2025 | 18:13 WIB
:
Oleh MC KAB PEMALANG, Selasa, 22 April 2025 | 10:44 WIB - Redaktur: Tri Antoro - 236
Pemalang, Infopublik – Kejaksaan Negeri (Kejari) Pemalang menyatakan restorative justice merupakan cara penyelesaian perkara dengan melibatkan pelaku, korban, dan masyarakat dalam sebuah proses musyawarah. Tujuannya adalah untuk memulihkan kondisi korban seperti sediakala tanpa harus melanjutkan perkara ke persidangan.
"Kita berupaya agar korban dapat kembali pada keadaan semula dan hak-haknya bisa dipenuhi, sehingga perkara tidak perlu berlanjut ke pengadilan," ujar Kasubsi Pra Penuntutan Kejari Pemalang, Zein Arif Dwi Cahya, di program Jaksa Menyapa, LPPL Radio Swara Widuri 87.7 FM, Kabupaten Pemalang pada Selasa (15/4/2025).
Zein juga merinci langkah-langkah dalam proses restorative justice, dimulai dari penerimaan perkara dari kepolisian, kajian terhadap pasal yang dilanggar, analisis kronologi kejadian, hingga pemanggilan pihak korban.
Ia turut menjelaskan perbedaan antara restorative justice dan diversi. Menurutnya, restorative justice diterapkan untuk pelaku dewasa, sementara diversi khusus bagi pelaku anak di bawah usia 18 tahun.
Kasubsi 1 Seksi Intelijen Kejari Pemalang, Aditya Krisdamara, menambahkan bahwa tidak semua perkara bisa diselesaikan melalui restorative justice. Terdapat syarat dan kriteria khusus, antara lain pelaku tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya (bukan residivis), tindak pidana yang dilakukan hanya diancam dengan denda atau hukuman penjara maksimal lima tahun, serta nilai kerugian atau barang bukti tidak melebihi Rp2.500.000.
"Jika pencurian yang dilakukan melibatkan barang senilai lebih dari Rp2,5 juta, maka tidak bisa diselesaikan dengan restorative justice," jelas Aditya.
Ia menegaskan bahwa keunggulan dari pendekatan ini adalah pelibatan masyarakat secara langsung dalam proses hukum serta pemenuhan hak-hak korban oleh pelaku.