Pj Gubernur Jatim: Kabupaten/Kota Harus Patuhi Inpres No.1/2025 dan SK Kemenkeu tentang Efisiensi Anggaran

: Pj. Gubernur Jatim, Adhy Karyono usai paripurna di DPRD Jatim. Foto: MC Jatim


Oleh MC PROV JAWA TIMUR, Minggu, 9 Februari 2025 | 00:37 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 234


Surabaya, InfoPublik - Penjabat (Pj) Gubernur Jatim, Adhy Karyono, mengingatkan kepada seluruh Pemkab dan Pemkot se Jatim untuk mematuhi Inpres No.1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.

Hal ini seiringan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dikurangi bahkan ditiadakan, sehingga bisa menimbulkan persoalan jika tidak dilakukan penyesuaian sejak dini.

"Kalau di Pemprov Jatim, kami sudah melakukan langkah-langkah untuk masing masing OPD melakukan efisiensi sesuai dengan Inpres No.1 tahun 2025. DAU dan DAK juga berkurang hampir Rp.200 miliar sehingga kita harus ganti dengan menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD),"katanya usai mengikuti rapat paripurna DPRD Jatim, Sabtu (8/2/2025).

Hal itu di antaranya persoalan yang perlu mendapat perhatian dalam hal efisiensi, lanjut Adhy Karyono, adalah menyangkut keberadaan 19.600 an tenaga honorer dan PPPK di lingkup Pemprov Jatim yang statusnya dibagi dua, yakni yang sudah lulus dan tidak lulus tapi sudah masuk PPPK, sambil berangsur angsur menyesuaikan formasi. 

"PPPK yang belum lulus itu namanya paruh waktu juga kita perlakukan sama, hanya stautusnya saja PPPK yang paruh waktu tapi gajinya sama, tunjangannya juga sama. InsyaAllah di Jatim tidak ada masalah tinggal kita perjuangkan honorer dan PTT yang tidak masuk dalam pangkalan database BKN karena mungkin ketidaktahuan, kemampuan IT dan sebagainya, lupa input an sebagainya. Kita tetap menghargai tugas tugas kerja mereka dan mudah mudahan bisa diakomodir," paparnya. 

Kewenangan kabupaten/kota terkait honorer dan PPPK, kata Adhy Karyono sebenarnya berbeda karena mereka memiliki tanggungjawab mengatasi persoalan itu sendiri. Hanya saja, antara PAD dengan jumlah gaji pegawai lebih banyak gaji pegawai sehingga sangat bergantung kepada DAU. 

"Makanya kabupaten/kota yang DAU-nya kena potong, otomatis akan mengalami kesulitan. Apalagi daerah-daerah yang minus hingga 60 persen. Misalnya, PAD nya hanya 400 miliar, sementara total gajinya hingga 600 miliar, tentu  ketergantungan dengan DAU pusat  sangat besar," tegasnya. 

Ditambahkan Pj Gubernur Jatim, batas waktu tidak lagi menerima honorer sebenarnya sudah ditentukan pemerintah pusat. Awalnya, November 2023 harus sudah selesai seluruh honorer diangkat statusnya menjadi PPPK. Namun karena tak kunjung tuntas sehingga diperpanjang hingga Desember 2024.

"Tesnya memang selesai, tapi untuk pengangkatannya dilakukan secara bertahap dan gajinya dijamin sampai akhir 2024,  akan tetapi tidak semua kabupaten/kota mampu untuk itu, sehingga terpaksa mengoutsoursingkan atau merumahkan dan lain sebagainya karena memang sangat membebani,"imbuhnya.     

Persoalan ini dipicu karena tidak bisa atau terlambat mengendalikan. Sebab setiap OPD banyak yang secara tiba-tiba mengangkat tenaga honorer yang gajinya tidak menggunakan belanja pegawai dan belanja jasa lainnya. Atau tiba-tiba masuk saat ada pergantian kepada OPD, terutama di kabupaten/kota, sehingga menjadi semakin banyak dan tak terkendali. (MC Jatim/ida-pca/eyv)

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh MC PROV JAWA TIMUR
  • Rabu, 19 Maret 2025 | 09:56 WIB
Rektor UMM: Jurnalistik Bisa Majukan Bangsa
  • Oleh MC PROV JAWA TIMUR
  • Rabu, 19 Maret 2025 | 09:49 WIB
Bersama Pemkab Sumenep, Baznas Jatim Santuni 1000 Anak Yatim di Ramadan Berbagi
  • Oleh MC PROV JAWA TIMUR
  • Rabu, 19 Maret 2025 | 09:26 WIB
Mudik Aman dan Nyaman, Baznas Jatim Gelar Servis Gratis untuk 500 Motor