: Kegiatan Bimtek Kader Siaga Rabies Kabupaten Belu di aula Hotel Setia Atambua, 3-5 April 2024. (Foto: istimewa)
Oleh MC KAB BELU, Sabtu, 6 April 2024 | 14:26 WIB - Redaktur: Bonny Dwifriansyah - 147
Belu, InfoPublik - Meningkatnya kasus rabies di wilayah perbatasan RI-RDTL, Kabupaten Belu, perlu ditangani dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pembentukan Kader Siaga Rabies dengan dukungan pemerintah daerah guna meningkatkan aspek sosialisasi kepada masyarakat.
Sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dalam membantu pengendalian rabies di tingkat desa, khususnya wilayah target pembebasan rabies di Kabupaten Belu, Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur menyelenggarakan Peningkatan Kompetensi Kader Melalui Kegiatan Bimbingan Teknis Kader Siaga Rabies (KASIRA) dengan mengundang fasilitator yang berasal dari Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) AIHSP, FAO Indonesia, dan Dinas Kesehatan Provinsi NTT.
Kegiatan ini berlangsung di aula Hotel Setia Atambua (3-5 April 2024) dan dibuka secara reami oleh Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Sekda Belu, Marsianus Loe Mau, SH.
Acara tersebut dihadiri Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Provinsi NTT, Melky Angsar; dan Kadis Peternakan dan Perikanan Daerah, Yoos S. Djami, S.Pt.
Hadir juga secara daring Direktur Program Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP), John Leigh; dan Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Marsi Loe mengatakan, kegiatan Bimbingan Teknis (BIMTEK) dan Pembentukan Kader Siaga Rabies (KASIRA) di Kabupaten Belu ini membuktikan adanya komitmen bersama seluruh stakeholder dalam mengatasi dan memerangi penyebaran rabies di Kabupaten Belu.
"Kehadiran kita hari ini menunjukkan komitmen bersama untuk melaksanakan visi kepemimpinan Bupati Taolin Agustinus dan Wakil Bupati Aloysius Haleserens yaitu untuk mewujudkan masyarakat Belu yang sehat, berkarakter dan kompetitif," tutur Marsi Loe.
Dijelaskan pula, rabies merupakan salah satu penyakit zoonotik, yaitu penyakit yang menular dari hewan ke manusia. Infeksi ini ditularkan oleh hewan yang terinfeksi penyakit rabies.
"Hewan utama penyebab penyebaran rabies adalah anjing, kelelawar, kucing dan kera. Di Indonesia, rabies atau yang dikenal dengan penyakit anjing gila masih menjadi salah satu masalah yang mengancam kesehatan masyarakat," ujarnya.
Menurut Marsi Loe, penyakit ini awalnya masuk ke Provinsi NTT di Pulau Flores. Tapi sejak tahun 2023 lalu, penyakit rabies telah ada di pulau Timor. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur, khususnya di Pulau Flores dan Lembata, rabies merupakan penyakit zoonosis yang sudah berlangsung lama. v
Virus itu pertama kali di temukan di Desa Saratori pada tahun 1997 di Kabupaten Flores Timur.
"Sedangkan di Pulau Timor, kasus rabies pertama kali ditemukan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kecamatan Amanatun Selatan, tepatnya di Desa Fenun, pada Mei 2023 lalu dan di Kabupaten Belu pada 5 Maret 2024. Sampel HPR (anjing) dinyatakan positif rabies oleh Balai Besar Veteriner Denpasar. Ini menjadi kasus pertama HPR (anjing) terjangkit Rabies. HPR (Anjing) ini berasal dari Dusun Wekabu, Desa Naekasa, Kecamatan Tasifeto Barat, Kabupaten Belu," papar Marsi Loe.
Ia menambahkan, walaupun saat ini rabies sudah tersebar di seluruh kabupaten di Pulau Timor dan memakan banyak korban jwa, tapi di Kabupaten Belu sendiri belum ada korban jiwa.
"Berdasarkan data pada Dinas Peternakan Provinsi NTT, sejak kasus penyakit rabies pertama di bulan Mei tahun 2023 sampai saat ini virus rabies sudah mencapai seluruh kabupaten di Pulau Timor dan korban meninggal akibat penyakit rabies di Kabupaten TTS 16 orang, Kabupaten TTU empat orang, Kabupaten Malaka dua orang. Sedangkan di Kabupaten Belu sudah ada kasus gigitan anjing dan sampel positif rabies pada anjing di Desa Teun, Desa Maumutin, Desa Naekasa dan Kelurahan Kota Atambua, tapi belum ada korban manusia," ungkap Marsi Loe.
Marsi Loe menekankan bahwa Pemerintah Kabupaten Belu telah melakukan berbagai usaha untuk menekan penyebaran penyakit rabies di Kabupaten Belu.
"Upaya preventif yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Belu untuk mengantisipasi masuknya Rabies, yakni dengan melakukan edukasi dan vaksinasi HPR yang telah dilakukan semenjak bulan Juli 2023 lalu. Akan tetapi untuk edukasi dan vaksinasi ini belum dapat menjangkau semua wilayah di Kabupaten Belu," katanya.
Pemerintah Kabupaten Belu sangat serius dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit rabies, antara lain dengan mengalokasikan anggaran operasional vaksinator dan sarana pendukung vaksinasi pada tahun anggaran 2023, menyiapkan tenaga vaksinator sebanyak 30 orang, melakukan vaksinasi di desa-desa yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Malaka, serta tiga kecamatan yang ada dalam wilayah Kota Atambua pada tahun 2023 sebanyak 6.800 dosis.
"Selain itu Pemerintah Kabupaten Belu juga melakukan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) kepada masyarakat melalui sekolah-sekolah. Adapun cakupan vaksinasi hingga Maret 2024 berjumlah 10.820 dosis, dengan mengalokasikan anggaran untuk kegiatan vaksinasi rabies pada tahun anggaran 2024 Sebesar Rp.273.816," papar Marsi Loe,
Sementara Itu, Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Provinsi NTT, Melky Angsar, menyampaikan bahwa sampai saat ini virus rabies sudah mencapai enam Kabupaten di Pulau Timor sejak kasus pertama munflcul di Timor Tengah Selatan (TTS) pada Mei 2023 lalu
Ia menyampaikan bahwa sejak Mei 2023 hingga 2024 secara keseluruhan di NTT sudah ada 43 orang yang meninggal akibat rabies. Di Pulau Timor sudah mencapai 22 orang.
"Sebagian besar korban jiwa manusia disebabkan ketidaktahuan mereka dan keluarga akan bahaya rabies, bagaimana tata laksana kasus gigitan pada manusia setelah digigit oleh anjing, sehingga korban terlambat diberi penanganan medis oleh Dinas kesehatan terdekat," tutur Marsi Loe.
Karena itu, pembentukan KASIRA di Kabupaten Belu diharapkan menjadi ujung tombak yang mampu menjembatani lintas sektor dan swasta serta menjadi kekuatan luar biasa dalam pengendalian rabies.
"Kita harapkan pembentukan KASIRA ini dapat melakukan sosialisasi hingga tingkat RT, melalui mimbar gereja setiap minggu, maupun kegiatan lain yang melibatkan banyak orang, sehingga masyarakat bisa tahu kalau rabies ini betul ada dan bukan hanya omong-omong saja, karena sudah ada yang positif dan meninggal," katanya.
Pembentukan KASIRA di Kabupaten Belu yang didukung penuh oleh AIHSP melibatkan enam desa dengan masing- masing desa mengirimkan lima orang peserta, yang terdiri dari kader Posyandu, kader Puskeswan, pengurus Kelompok Umat Basis (KUB), Babinsa dan babinkamtibmas.
Selain itu, ada pula perwakilan dari OPD terkait Kabupaten Belu, yaitu Bappelitbangda, Dinkes, Dinas Peternakan dan Perikanan, Dinas Pemdes dan Sosial, Dinas PPO, dan BPBD. (MC Belu)