Bos ODGJ di Pusat Rehabilitasi Adiksi Toba Sehat

:


Oleh MC KAB TOBA, Minggu, 28 November 2021 | 08:15 WIB - Redaktur: Kusnadi - 1K


Toba, InfoPublik - “Panggil aku Bos orang gila” ujar Michael Sitorus, sambil tersenyum simpul. Pria berusia 30 tahun yang merupakan pelopor berdirinya Pusat Rehabilitasi pertama bagi Orang dengan gangguan jiwa (OGDJ), Pecandu narkoba dan para Lansia terlantar di Kabupaten Toba, Provinsi Sumatra Utara.

Ia bersama istrinya Yunika Simanjuntak, 26, mendirikan Pusat Rehabilitasi Adiksi Toba Sehat yang berlokasi di Desa Lumban Rang, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba.

Tepatnya pada bulan Maret 2020 silam, Michael mulai mewujudkan impiannya untuk bisa tinggal di tengah-tengah warga yang membutuhkan perhatian lebih, seperti orang terlantar, Orang Dengan Gangguan Jiwa (OGDJ), pecandu narkoba dan para lansia terlantar yang tidak memiliki keluarganya.

Di tengah-­tengah kesibukannya, Michael yang ditemui MC Toba, Sabtu (27/11/2021) menceritakan bagaimana awalnya dia membangun Pusat Rehabilitasi Adiksi Toba Sehat hingga bisa berdiri seperti sekarang ini.

Dia memberanikan diri membangun bangunan dengan menggunakan uang sendiri. Di atas lahan seluas 2.600 Meter yang telah dia beli dari kerabatnya, dengan modal pas-pasan, Michael telah mendirikan 10 ruangan sebagai tempat tinggal pasien dengan daya tampung maksimal 60 orang.

Keinginan Michael untuk mendirikan pusat rehabilitasi ini diawali sejak kunjungan pertamanya ke pusat rehabilitasi LIDO di Bogor. Waktu itu sekitar tahun 2018 awal, setelah keberangkatannya ke LIDO dari perkumpulan pemuda salah satu Gereja di Siantar, ia pun berencana mendirikan pusat rehabilitasi sendiri.

“Saat itu saya merasa miris, di Panti Rehab kota besar sekelas LIDO penghuninya banyak orang Batak yang berasal dari Tapanuli Raya. Melihat mereka menjadi korban narkoba, Sejak saat itu saya semakin bergumul dengan diri saya sendiri dan mulailah ada niat yang akhirnya berubah menjadi impian untuk mendirikan panti rehab di Kawasan Danau Toba, khususnya di Kabupaten Toba,” ujar
Michael.

Latar belakang Michael sebelumnya pernah menjadi ASN di  BNN Bogor. Michael menang PNS pada 2012 lalu dan sempat mengabdi selama 4 tahun. Pada tahun 2017 Ia memilih mengundurkan diri sebagai ASN dan kembali ke kampungnya di Siantar. Tak mau berlama-lama jadi pengangguran, ia pun memilih bekerja di salah satu panti rehabilitasi.

Michael bertemu istrinya yang juga bekerja sebagai perawat di panti rehabilitasi yang sama. Mereka berdua belajar banyak dan semakin mencintai pekerjaannya, hingga tiba saatnya mereka memutuskan mengundurkan diri untuk mendirikan Pusat Rehabilitasi Adiksi Toba Sehat ini.

Diakuinya, di saat memutuskan membangun impiannya ini, mereka
mendapatkan penolakan keras dari kedua orang tuanya.

Sebagai anak sulung dari enam bersaudara, ayah Michael telah menggantungkan harapan besar kepadanya. Bapaknya bahkan telah merencanakan usaha untuk dia kelola. Usaha sawit adalah pekerjaan baru yang telah disiapkan kedua orang tuanya. Modal usaha telah disiapkan, sementara Michael hanya tinggal menjalankan saja. Michael memutuskan untuk menolak tawaran empuk bapaknya. Dia memilih untuk tetap mendirikan sendiri pusat rehabilitasi yang telah lama diimpikannya.

“Sebagai orang tua, wajar bapak saya kecewa berat dengan keputusan besar yang saya ambil. Saya pun mendirikan semuanya ini tanpa ada bantuan dari orang tua, murni dari uang yang saya tabung selama saya dan istri bekerja,” paparnya.

Hingga kini pun, lanjut Michael, orang tuanya belum bisa menerima sepenuhnya keputusan Michael. Meski demikian, Michael tak putus asa. Dia yakin suatu saat nanti, apa yang dia kerjakan ini akan mendapatkan restu dari kedua orang tuanya.

“Jadi, setiap orang bertanya kepada bapak apa sebenarnya pekerjaan anak sulungnya, dia selalu menjawab, Anak saya Bos Gila. Sebagai anak yang telah mengecewakannya saya tidak pernah marah atau kecewa, saya hanya bisa berdoa agar suatu hari Bapak saya bangga setiap kali dia menyebut saya sebagai bos gila,” tuturnya.

Selama satu  setengah tahun lebih beroperasi, Panti Rehabilitasi Adiksi Toba telah dihuni 50 orang.  Di antaranya, pasien narkoba sebanyak 12 orang semuanya laki-laki, ODGJ sebanyak 32 orang terdiri dari 10 Perempuan dan 22 Laki-laki, Jompo terlantar sebanyak 6 orang terdiri dari 1 Perempuan dan 5 Laki-laki. Hingga dua bulan pertama setelah panti rehabilitasi selesai di bangun, belum ada seorang pun yang datang ke tempat ini.

Tak putus asa, Michael turun langsung turun ke jalan. Dia memungut ODGJ yang ada di sekitar Kabupaten Toba, lalu dia bersihkan dan menjadi penghuni pertama pusat rehabilitasi ini. Meski promosi yang dilakukan hanya lewat media sosial dan dari mulut ke mulut. Seiring dengan bertambahnya waktu, Pusat Rehabilitasi Adiksi Toba Sehat semakin diketahui banyak orang.

“Di bulan ketiga mulailah ada yangdatang membawa keluarganya untuk direhab di sini. Semakin hari semakin bertambah banyak dan kami percaya jalan Tuhan semakin terang. Kerinduan kami untuk menjadikan tempat ini menjadi saluran berkat bagi mereka pasti akan dikabulkan
Tuhan,” imbuhnya.

Meskipun masih dalam keterbatasan, Michael tidak mematok seberapa besar biaya yang dibebankan kepada setiap keluarga penghuni Pusat Rehabilitasi Adiksi Toba Sehat ini. Mereka menerima seiklas pemberian pihak keluarga. Untuk mampu bertahan, pihaknya pun melakukan subsidi silang dari pemberian keluarga korban narkoba untuk membantu orang yang sama sekali tidak memiliki keluarga. (MC Toba ana/rik)

Foto: Bos Rehabilitasi Adiksi Toba Sehat,Michael Sitorus.