Kemenkes Gelar Pelatihan Peningkatan Kompetensi Nakes di Mabar

:


Oleh MC KAB MANGGARAI BARAT, Senin, 20 September 2021 | 20:15 WIB - Redaktur: Juli - 481


Labuan Bajo, InfoPublik - Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2) Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan, menggelar kegiatan peningkatan kompetensi pelayanan kesehatan bagi tenaga kesehatan (Nakes) Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) 2021, Senin (20/9/2021).

Kegiatan yang digagas Kemenkes ini bekerja sama dengan Pemkab Manggarai Barat melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Manggarai Barat. Kegiatan akan dilaksanakan selama lim hari, dan diikuti oleh dokter dan Perawat Pengelola Program Kesehatan Jiwa dari 22 Puskesmas yang tersebar di seluruh wilayah Manggarai Barat, RSUD Komodo, RS. Siloam dan RS St. Yosep, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Wakil Bupati Manggarai Barat, Yulianus Weng saat membuka kegiatan menyampaikan apresiasi dan rasa terima kasih atas respon cepat yang dilakukan Kemenkes terhadap permintaan Pemda Mabar, terkait peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di daerah Destinasi Pariwisata Super Premium Labuan Bajo Manggarai Barat.

"Sekitar sembilan hari yang lalu kami mengajukan permohonan ke Kemenkes terkait Penguatan Program Pelayanan Kesehatan bagi tenaga kesehatan di Mabar. Kegiatan hari ini merupakan respon cepat Kemenkes terhadap permintaan tersebut. Kami sangat mengapresiasi dan menyampaikan terima kasih," ucap Wabup Mabar.

Dia menjelaskan bahwa, di Kabupaten Manggarai Barat Jumlah Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) pada 2020 sebanyak 420 Orang. Sementara sampai dengan Agustus 2021 meningkat menjadi 441 kasus, namun belum semua penderita ODGJ ini mendapat pelayanan kesehatan maksimal di Faskes, dan 12 kasus masih terpasung (data akhir 2020).

"Melihat banyaknya jumlah kasus ODGJ di Kabupaten Manggarai Barat maka diperlukan sebuah program pengembangan kesehatan jiwa yang menyasar berupa peningkatan kapasitas melalui pelatihan, praktik kerja/magang, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, penjangkauan dan pendampingan kasus kesehatan jiwa di FKTP, dan Pengadaan obat kesehatan jiwa," ujar dia.

Wabup Mabar menegaskan bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama, Kabupaten Manggarai Barat mencanangkan Mabar bebas dari pamasungan terhadap ODGJ. "Secepatnya kami berkomitmen bahwa daerah ini tidak ada lagi pemasungan bagi ODGJ, Mabar bebas dari pemasungan ODGJ," tegas dia.

Sementara itu Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan, Celestinus Eigya Munthe mengatakan, tujuan pelatihan ini untuk meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa, sehingga pelayanan kesehatan jiwa di NTT, khususnya di Manggarai Barat menjadi optimal.

Dijelaskan, jumlah ODGJ yang dilaporkan pada Desember t2020 di NTT sejumlah 7.770 orang. Sementara sampai pertengahan 2021, jumlah ODGJ di NTT termasuk yang tertinggi di Indonesia Timur dengan jumlah 5.555 orang, dengan rincian 4.368 orang ODGJ berat.

"Untuk itu, diperlukan sebuah program pengembangan kesehatan jiwa yang menyasar khusus Provinsi NTT berupa peningkatan kapasitas melalui praktik kerja/magang, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, penjangkauan dan pendampingan kasus kesehatan jiwa di FKTP, dan Pengadaan obat kesehatan jiwa," katanya.

Celestinus menyampaikan bahwa, dari data Riskesdas 2007 dan Riskesdas 2013, ditemukan bahwa semakin lanjut usia, semakin tinggi gangguan mental emosional yang dideteksi. Depresi juga dapat terjadi pada masa kehamilan dan pasca-persalinan, yang dapat memengaruhi pola asuh serta tumbuh kembang anak.

"Maka upaya-upaya dalam peningkatan kesehatan jiwa masyarakat, pencegahan terhadap masalah kesehatan jiwa dan intervensi dini gangguan jiwa seyogyanya menjadi prioritas dalam mengurangi gangguan jiwa berat di masa yang akan datang. Beban yang ditimbulkan akibat masalah kesehatan jiwa cukup besar," ungkap dia.

Dia juga mengatakan, masalah kesehatan jiwa tersebut dapat menimbulkan dampak sosial antara lain; meningkatnya angka kekerasan baik di rumah tangga maupun di masyarakat umum, bunuh diri, penyalahgunaan napza (narkotika psikotropika dan zat adiktif lainnya), masalah dalam perkawinan dan pekerjaan, masalah pendidikan, dan mengurangi produktivitas secara signifikan.

"Hal ini perlu diantisipasi, mengingat WHO mengestimasikan depresi akan menjadi peringkat ke-2 penyebab beban akibat penyakit di dunia (global) setelah jantung pada 2020, dan menjadi peringkat pertama pada 2030," tambah dia.

(Mckabmanggaraibarat/Syarif ab)