Serabi Likuran Tradisi Unik Desa Penggarit Sambut Lailatul Qadar

:


Oleh MC KAB PEMALANG, Minggu, 9 Mei 2021 | 07:54 WIB - Redaktur: Juli - 645


Pemalang, InfoPublik - Dua puluh hari terakhir atau sering disebut likuran pada bulan Ramadan, utamanya pada malam - malam ganjil bagi umat Islam dipercaya sebagai turunnya Lailatul Qadar yang disebut lebih mulia dari seribu bulan.

Desa Penggarit, Kecamatan Taman, di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah mempunyai tradisi unik dalam menyambutnya, yakni dengan saling memberi atau mengirim Serabi Likuran yang diberi kuah kincau kepada para tetangga atau sanak saudara.

Tradisi ini sebagai salah satu hubungan komunikasi dan sosial dalam masyarakat, namun sekarang tradisi ini sudah mulai luntur.

Kepala Desa Penggarit Imam Wibowo, beserta para tokoh masyarakat terutama tokoh kebudayaan menggali kearifan lokal likuran ini dengan menggelar pasar "Serabi Likuran".

Menurut Imam, ide dasar membuat pasar "Serabi likuran"  berawal dari keprihatinan sebagian tokoh masyarakat, karena setiap tahun dari zaman dahulu kala tradisi itu sudah ada saat Ramadan.

Pada 10 hari terakhir ini warga Penggarit selalu ada kegiatan yang dinamakan serabi likuran. Sebagian besar warga membuat  serabi sendiri kemudian diberi kuah kincau, yang terbuat dari gula arèn dan diberi santan kelapa muda yang diparut dan direbus. Serabi-serabi ini diberikan atau diantar kepada para tetangga.

"Tradisi ini menjadi salah satu media komunikasi dan silaturahmi antarwarga, namun belakangan ini sudah mulai luntur, sehingga jarang sekali masyarakat yang masih melestarikan kebiasaan tersebut. Kami dari para peduli kebudayaan yang ada di desa dan teman-teman perangkat desa ini mengadakan kegiatan ini," jelas Imam, Sabtu (8/5/2021).

Kegiatan yang digelar di salah satu ruas jalan Desa Penggarit, Jl. R. Sudibyo sepanjang 750 meter, dan diikuti sekitar 30 orang pembuat serabi yang berjualan di Serabi Likuran.

"Pedagang-pedagang ini memang dahulunya adalah para pembuat serabi. Jadi usianya yang sudah sepuh (tua) ini  ternyata masih punya keahlian membuat serabi, dan diharapkan nanti bisa memberikan edukasi kepada generasi penerus," jelas Imam.

Menurut Ketua pelaksana sekaligus Ketua Pokdarwis Desa Penggarit, Hartoyo, transaksi di Serabi likuran ini juga unik. Masyarakat yang ingin bertransaksi membeli serabi menggunakan "Uang Klithik" berupa koin kayu. Koin ini dapat diperoleh dari panitia seharga seribu rupiah. Lantas warga dapat membeli serabi menggunakan uang Klithik tersebut.

Hartoyo menjelaskan, dengan uang klithik masyarakat bisa mendapat setangkep (dua) serabi yang biasanya dihargai dua sampai tiga ribu rupiah.

Dia mengatakan, panitia memberi subsidi kepada pembeli karena setelah acara selesai, para pedagang menukar uang klithik kepada panitia dengan harga serabi di pasaran pada umumnya.

"Tanggapan masyarakat terhadap serabi likuran sangat bagus, ini terlihat dari habisnya semua barang dagangan," kata Hartoyo.

Dalam masa pandemi, kegiatan ini menerapkan protokol kesehatan. Penjual maupun pembeli menggunakan masker, dan ada Satgas desa yang berkeliling untuk mengingatkan selalu mematuhi protokol kesehatan.

"Desa Penggarit akan tetap menggali kebudayaan lokal yang dahulu ada di desa tersebut, guna diwariskan kepada generasi yang akan datang," ujar dia. 

Desa penggarit juga menjadi percontohan Desa Pemajuan Kebudayaan yang ditunjuk oleh Kementerian Pendidikan dan kebudayaan. "Budaya lokal yang pernah ada di Desa Penggarit memang kita upayakan untuk kita lestarikan," tambah Imam Wibowo.

Desa Penggarit pernah mewakili Provinsi Jawa Tengah dalam  pekan kebudayaan Nasional serta menjadi desa pemajuan kebudayaan. Melalui Desa Pemajuan Kebudayaan diharapkan mampu melestarikan dan nguri - uri (menjaga) kebudayaan lokal yang ada di desa tersebut.