:
Oleh MC KOTA SEMARANG, Kamis, 13 Juni 2019 | 09:07 WIB - Redaktur: Yudi Rahmat - 1K
Semarang, InfoPublik - Warga Kampung Jaten Cilik, Tlogomulyo, dan beberapa masyarakat lainnya di wilayah Pedurungan Tengah mempunyai tradisi berebut ketupat (kupat) saat merayakan Syawalan atau tujuh hari setelah Idulfitri. Uniknya, ketupat itu hanya berisi sayuran dinamai Kupat Jembut.
Seperti yang dilaksanakan pada Rabu (12/6/2019), anak-anak di kampung tersebut berebut ketupat yang disisipi uang dibawa tokoh masyarakat dan agama. Kemudian anak-anak berebut ketupat yang dibagikan warga.
Kupat Jembut sebenarnya hanya salah satu sebutan untuk kuliner khas Syawalan di Kota Semarang itu dengan nama lain yang lebih nyaman didengar yaitu Kupat Tauge.
Munawir, salah satu tokoh masyarakat, menerangkan, tradisi bagi-bagi ketupat itu sudah berlangsung sejak 1950-an. Tepatnya setelah warga asli Jaten Cilik kembali ke kampungnya dari pengungsian saat perang dunia kedua.
“Sudah ada sejak tahun 1950-an. Tepatnya setelah perang dunia kedua, tentara Belanda menyerang wilayah di sini,” katanya.
Munawir menerangkan, saat itu warga hidup dalam kesederhanaan yang ingin mengungkapkan rasa syukur setelah Ramadan. Kemudian, diadakanlah syukuran sepekan setelah Lebaran atau Syawalan dengan cara membagikan kupat tauge tanpa opor.
Menurutnya, Kupat Tauge adalah simbol kesederhanaan. Sebab, kupat tersebut berisi tauge, kelapa, dan lombo serta sambal kelapa tanpa ada opor. Ketupat tersebut dibagikan untuk orang dewasa dan anak-anak.
Munawir mengaku, memang banyak versi penyebutan nama kupat tersebut. Namun, karena kampung Jaten Cilik lebih lebih religius, lebih nyaman menyebut Kupat Tauge daripada Kupat Jembut.
Tradisi itu tidak hanya di Kampung Jaten Cilik. Di sejumlah titik di Kelurahan Pedurungan Tengah juga menggelar hal serupa termasuk di daerah Sendangguwo atau daerah yang berada di sisi timur Kota Semarang.“Sudah lama sekali tradisi Kupat Jembut ini. Warga asli sini tahu semua,”ujarnya.