Gubernur Sulteng : IDI Cerminkan Kualitas Demokrasi Di Sulteng

:


Oleh MC Prov. Sulteng, Jumat, 16 Maret 2018 | 13:39 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 529


Palu,InfoPublik -  Gubernur Sulawesi Tengah Drs. H Longki Djanggola menyampaikan bahwa indeks demokrasi Indonesia (IDI) yang didapat dari metode, kebebasan sipil, hak-hak politik dan institusi demokratis. Merupakan sebuah alat ukur untuk mengetahui apakah sebuah sistem demokrasi di suatu wilayah berjalan dengan baik. 

Penyusunan tersebut pada akhirnya akan bermuara, guna membantu pemerintah daerah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam menyusun perencanaan pembangunan, secara khusus pembangunan di bidang politik.

Paparan itu disampaikan melalui asisten gubernur bidang pembangunan dan kesejahteraan rakyat Drs. Ardiansyah Lamasitudju, M Si. Pada acara sosialisasi indeks demokrasi yang bertempat di Hotel Lawahba Jalan Sisingamangaraja Rabu (14/3).

Acara tersebut terselenggara atas kerjasama badan kesatuan bangsa&politik (Kesbangpol), badan pusat statistik (BPS) Universitas Tadulako serta seluruh elemen masyarakat. 

“Pemerintah mengapresiasi kegiatan ini. Supaya kita memahami suatu sistem demokrasi, ini juga menjadi alat ukur berjalan tidaknya sistem tersebut dalam suatu pemerintahan. Dan penyusunan IDI guna membantu pemerintah di dalam menyusun perencanaan pembangunan di bidang politik. Nantinya pemerintah daerah diperhentikan prioritas pembangunan politik, menurut indikator yang dianggap perlu”, katanya.

Ardiansyah juga menyampaikan himbauannya mengenai perlunya peningkatan pendidikan politik disamping angka partisipasi masyarakat yang sudah terbilang baik, yang berkaca pada pemilihan umum 2014 dan pemilihan kepala daerah 2015 silam,angka partisipasi masyarakat mencapai 76,72%.

Hal tersebut berdasar pada tahun ini Sulawesi Tengah memasuki tahun politik, dari 13 kabupaten/kota ada 3 kabupaten yang akan menggelar pilkada, Donggala, Parigi Moutong dan Morowali.

Pendidikan politik, menurutnya, menjadi tanggung jawab bersama, baik itu pemerintah, partai politik, akademisi maupun seluruh masyarakat. Hal tersebut memiliki tujuan agar Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 mendatang dapat berjalan tertib, aman dan lancar, sehingga melahirkan pemimpin yang berkualitas dan menciptakan pemerintahan yang demokratis.

“Salah satu upaya adalah pendidikan politik yang harus ditingkatkan. Agar pemilu tertib yang akhirnya menghasilkan pemimpin yang baik. Menciptakan pemerintahan yang membawa kemajuan bagi daerah”, urainya. 

Salah seorang pemateri Dr. Darwis, MA dalam kegiatan tersebut mengatakan, bahwa menurut Kosasih Djahiri (1995:18) Pendidikan politik adalah pendidikan atau bimbingan, pembinaan warga suatu negara untuk memahami, mencintai dan memiliki rasa keterikatan diri yang tinggi terhadap bangsa, negara dan seluruh perangkat kelembagaan yang ada. 

Yang menurut pemaparannya, pada akhirnya pendidikan politik membentuk kedewasaan setiap warga negara dalam menunaikan hak dan kewajibannya sebagai warga negara serta menjadikan warga negara patuh dan tunduk pada konstitusi. Dan memahami etika politik dalam berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Kesemuanya kata Darwis, dapat meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kualitas berdemokrasi serta yang terpenting adalah menjunjung tinggi kebhinnekaan. 

Ia menyampaikan bahwa pendidikan politik harus segera digaungkan secara bersama-sama. Pasalnya selama ini telah terjadi politik pragmatisme, yang menurutnya disebabkan oleh lemahnya pendidikan politik kita saat ini. Dimana diketahui politik transaksional menyebabkan kerusakan di berbagai dimensi, akibat dari praktek politik uang, konflik kepentingan, penyalahgunaan kekuasaan dan konflik komunal. 

Darwis yang merupakan dosen politik Universitas Tadulako sekaligus peneliti, mengkritisi cara perekrutan anggota dewan perwakilan rakyat (DPR, DPRD) dalam penilaiannya minim proses seleksi yang mumpuni, di lain hal katanya birokrat yang akan menduduki jabatan tertentu harus dan wajib mengikuti proses seleksi yang sangat ketat.

Dirinya menginginkan adanya seleksi yang jelas sebelum seorang anggota legislatif diajukan untuk dipilih oleh rakyat. Pasalnya anggota dewan merupakan partner pemerintah dalam menyusun anggaran dan pengawasan, olehnya diperlukan seseorang yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik. 

“Kapolri, Menteri atau pejabat sebelum menduduki tempat tertentu harus melewati fit and proper yang sangat ketat, begitu juga dengan pejabat di daerah eselon empat dan tiga juga begitu, seharusnya anggota dewan juga diseleksi bagus oleh perwakilan elemen masyarakat guna menghasilkan seorang legislator yang berkualitas,”tuturnya.(MC.Sulteng/Eyv)